Mau nge-share ajaaa nihhh,,kemarin pernah dapat tugas tentang bagaimana membangun rumah sehat disekitar peternakan ayam...yaaa smua jg pada tauu kan,,betapa tidak sehatnya lingkungan perumahan yang berada disekitar peternakan...
nah, lewat tugas ini saya ditantang untuk memikirkan konsep rumah sehat walaupun letaknya di sekitar peternakan...
check this out!! :)
PENDAHULUAN
Rumah memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia, yaitu sebagai tempat berlindung dan tempat dimana manusia
melakukan sebagian besar aktivitas dan rutinitas hidupnya. Kondisi rumah dapat
mempengaruhi perkembangan fisik dan mental penghuninya, sehingga kondisi rumah
dan lingkungannya yang sehat akan memberikan lingkungan yang nyaman bagi
penghuninya (Fitriani 2007).
Kesehatan dan sanitasi lingkungan merupakan
bagian dari ilmu kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada usaha preventif
melalui perbaikan faktor lingkungan agar manusia terhindar dari berbagai
penyakit dan gangguan kesehatan. Kesehatan lingkungan adalah karakteristik dari
kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan. Upaya sanitasi lingkungan dilakukan
melalui pengawasan lingkungan fisik, biologis, dan sosial ekonomi yang
mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna akan ditingkatkan
dan diperbanyak, sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan (Entjang
2000).
Lingkungan dengan sanitasi yang buruk akan
berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Lingkungan yang tidak bersih
merupakan sumber utama dari penyebaran penyakit. Oleh karena itu untuk
menghindari resiko munculnya berbagai penyakit akibat kondisi lingkungan yang
buruk, maka lingkungan harus selalu terjaga sanitasinya, khususnya rumah dan
lingkungan sekitar (Prasetyanto 2011).
Kebutuhan masyarakat akan protein hewani khususnya daging ayam terus
meningkat. Kebutuhan daging ayam masyarakat Indonesia pada tahun 2012 adalah
1.9 triliun ekor dan diprediksi meningkat menjadi 2.2 triliun ekor pada tahun
2013 (Sugiyono 2012). Hal tersebut mengakibatkan peternakan unggas dijalankan
begitu ekstensif sehingga semakin mendekati pemukiman masyarakat dan seringkali
menimbulkan konflik dengan masyarakat akibat dampak negatif yang ditimbulkan
seperti penularan penyakit, pencemaran lingkungan (tanah, air, dan udara), bau
tidak sedap, dan lain lain.
Penularan penyakit dari peternakan
ke masyarakat sekitar menjadi perhatian luas karena kemunculan banyak penyakit zoonotik baru. Penyakit
zoonotik didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai
penyakit-penyakit yang ditularkan secara alamiah antara hewan dan manusia
(Shakespeare 2009). Hampir 75 persen penyakit
pada hewan merupakan zoonosis dan sekitar 75 persen penyakit infeksius
baru yang muncul (emerging infectious
diseases/EID) pada manusia adalah zoonosis (Wolfe et al. 2005). Hal tersebut
menunjukkan peternakan dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat sekitar
jika tidak dikelola secara baik. Oleh karena itu, perlu dicari solusi bagaimana menciptakan konsep rumah sebagai tempat
tinggal yang nyaman dan sehat walaupun memiliki jarak berdekatan dengan
peternakan ayam.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah
memaparkan konsep rumah sehat yang berada disekitar peternakan ayam sehingga
dapat membantu usaha preventif terhadap penyebaran penyakit menular kepada
manusia dan menciptakan kondisi lingkungan yang sehat sebagai tempat tinggal.
TINJAUAN
PUSTAKA
Rumah Sehat
Enjang (2000)
mendefinisikan rumah sehat sebagai rumah yang memenuhi kebutuhan fisiologis dan
psikologis manusia, terhindar dari penyakit menular, dan terhindar dari
kecelakaan. Hal tersebut sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American
Public Health Association (APHA),
yaitu:
a.
Memenuhi kebutuhan dasar fisik
1.
Mempertahankan
temperatur lingkungan yang kondusif untuk beraktivitas dalam rumah.
2.
Memperoleh
sinar matahari yang cukup dan menghindari lingkungan rumah yang lembab karena
dapat menjadi media yang baik bagi agen penyakit.
3.
Memiliki
ventilasi yang baik sehingga pertukaran udara terjadi dengan lancar.
4.
Adanya
lapangan terbuka untuk berolah raga, rekreasi dan tempat anak-anak bermain.
b.
Memenuhi kebutuhan dasar psikologis.
1.
Ketentuan-ketentuan
tentang privacy yang cukup bagi
setiap individu
2.
Kebebasan
dan kesempatan berinteraksi antar penghuni dan lingkungan sekitar
3. Fasilitas–fasilitas yang memungkinkan pelaksanaan
pekerjaan-pekerjaan tanpa menyebabkan kelelahan fisik dan mental.
c. Melindungi dari
penyakit
1.
Penyediaan
air yang sehat bagi setiap rumah.
2.
Ketentuan
tentang perlindungan air minum dari pencemaran.
3.
Ketentuan
tentang fasilitas pembuangan kotoran dan limbah untuk mengurangi bahaya
penyebaran penyakit.
4.
Menghindarkan
adanya rodensia yang bisa menularkan penyakit.
5. Letak rumah tidak berdekatan dengan pabrik atau peternakan
yang dapat menjadi sumber pencemaran dan penyakit menular.
d. Melindungi dari
kecelakaan
1.
Membuat
konstruksi rumah yang kokoh untuk menghindari bangunan ambruk.
2.
Menghindari
bahaya kebakaran.
3. Menghindarkan bahaya-bahaya lalu lintas kendaraan.
Parameter-parameter
tersebut juga sejalan dengan aturan Rumah Sehat di Indonesia yang diatur dalam Kepmenkes
Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Parameter
yang diatur Kepmenkes tersebut adalah bahan bangunan, komponen dan penataan
ruang, pencahayaan, kualitas udara dan ventilasi. Kualitas udara yang
disyaratkan adalah suhu udara 18-30oC, kelembaban udara 40-70 %,
kadar gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam, konsentrasi gas CO tidak
melebihi 100 ppm/8 jam, dan konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3.
Peternakan
Unggas
Tata cara
budidaya ayam baik pedaging, petelur, maupun bukan ras (buras) telah diatur
pemerintah melalui Kepmentan No 420/Kpts/OT.210/7/2001,
424/Kpts/OT.210/7/2001, dan 425/Kpts/OT.210/7/2001 tentang Pedoman Budidaya
Ternak (Good Farming Practices) Ayam
Bukan Ras (buras), pedaging, dan petelur yang Baik. Berikut adalah syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam membangun
peternakan unggas:
a.
Penyiapan lokasi
Lokasi
tempat pemeliharaan diupayakan agar tidak terlalu dekat dengan bangunan rumah
dan memiliki sirkulasi udara yang baik serta mendapatkan pencahayaan matahari
secara maksimal, sehingga kondisi lokasi dapat terpelihara dalam kondisi
kering. Penataan letak bangunan kandang dan bukan kandang didalam lokasi usaha
peternakan ayam hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. jarak antara tiap-tiap kandang
minimal 1 kali lebar kandang dihitung dari tepi atap kandang
2. jarak terdekat antara kandang dengan bangunan
lain bukan kandang minimal 25 m;
3. bangunan-bangunan kandang, kandang
isolasi, dan bangunan lainnya harus ditata supaya aliran air, saluran
pembuangan limbah, udara, dan penghantar lain tidak menimbulkan pencemaran
penyakit.
b.
Pembuatan kandang.
Pemeliharaan
unggas di pemukiman harus dilakukan secara intensif atau semi-intensif,
sehingga keberadaan kandang menjadi suatu hal yang mutlak. Ternak unggas harus
dikandangkan dan tidak dibenarkan berkeliaran bebas dan kandang unggas harus
terpisah dari rumah. Pada prinsipnya penggunaan kandang harus disesuaikan
dengan tujuan pemeliharaan dan dipastikan ayam tidak berkeliaraan. Kandang
dapat dibuat disekitar lokasi pekarangan rumah bagian belakang yang masih
memungkinkan untuk lokasi bangunan kandang. Disamping itu juga dapat dibangun
kandang koloni pada lokasi yang jauh dari perumahan yang dapat menampung ternak
dari beberapa anggota masyarakat. Sebelum unggas dimasukan kedalam kandang,
dilakukan penyemprotan dan desinfeksi terhadap kandang dan lokasi sekitarnya.
c.
Manajemen pemeliharaan.
Untuk
meminimalkan kemungkinan munculnya berbagai macam penyakit maka pemeliharaan
unggas dipemukiman harus dilakukan secara tertib dan memenuhi persyaratan
teknis minimal, sehingga tatacara pemeliharaan yang baik dapat diaplikasikan
terutama menyangkut masalah biosekuriti, higiene, sanitasi dan pencemaran
lingkungan. Dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan, diperlukan perhatian
khusus terhadap beberapa hal berikut :
a. Mencegah timbulnya erosi serta membantu penghijauan di areal
peternakan.
b. Menghindari timbulnya erosi dan gangguan lain yang berasal dari
peternakan yang dapat mengganggu lingkungan berupa bau busuk, suara bising,
serangga, tikus serta pencemaran air sungai/ air tanah (sumur).
c. Setiap usaha peternakan ayam agar membuat unit pengolahan
limbah peternakan (padat, cair dan gas) yang sesuai dengan kapasitas produksi
limbah yang dihasilkan.
d. Setiap usaha peternakan ayam membuat tempat pembuangan kotoran
dan penguburan bangkai.
Limbah Usaha Peternakan Ayam
Usaha peternakan ayam menghasilkan limbah
berupa feses, bau kurang sedap, serta
air buangan. Air buangan yang dimaksud berasal dari cucian tempat pakan, tempat
minum ayam, dan lain-lain. Jumlah air buangan ini sedikit dan biasanya langsung
terserap ke dalam tanah sehingga tidak berpengaruh besar terhadap lingkungan
sekitar. Air buangan mempunyai nilai pH netral (±7), kandungan senyawa organik
rendah yang ditunjukkan dengan nilai Bio
Oxygen Demand (BOD) 15,32-68,8 dan Chemical
Oxygen Demand (COD) 35,12-92,12 (Rachmawati
2000).
Ada
dua model pemeliharan ayam, yaitu pada pemeliharaan ayam petelur biasanya
menggunakan sistem baterai, yakni ayam dipelihara dalam kandang-kandang
terpisah dan ditempatkan agak tinggi dari permukaan tanah, dengan dasar kandang
berlubang-lubang sehingga feses akan
jatuh dan bertumpuk di bawah kandang. Sebaliknya, pada pemeliharaan ayam
pedaging biasanya menggunakan sistem litter, yakni ayam-ayam dipelihara dalam
kandang dengan batas yang disekat-sekat dan lantai kandang adalah berupa tanah
atau beton yang dilapisi dengan sekam sehingga feses ayam akan bercampur dengan
sekam tersebut dan secara periodik diangkat.
Rataan
produksi buangan segar (feses) ternak ayam petelur adalah 0,06 kg/hari/ekor
dengan kandungan bahan kering 26 persen, sedangkan ayam pedaging menghasilkan
0,1 kg/hari/ekor dengan kandungan bahan kering 25 persen. Feses ayam terdiri
dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak tercerna. Feses ayam mengandung
protein (nitrogen), karbohidrat, lemak, dan senyawa organik lainnya. Komposisi feses
ayam sangat bervariasi bergantung pada jenis ayam, umur, keadaan individu ayam,
dan makanan (Prasetyanto 2011).
Sumber
pencemaran usaha peternakan ayam berasal dari feses ayam yang berkaitan dengan
unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung dalam feses tersebut, yang pada saat
penumpukan feses atau penyimpanan terjadi proses dekomposisi oleh
mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, dan nitrit serta gas sulfida.
Gas-gas tersebutlah yang dapat menyebabkan bau (NRC 2003). Kandungan gas amonia
yang tinggi dalam feses juga menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses
pencernaan atau protein yang berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak
semua nitrogen diabsorbsi sebagai asam amino, tetapi dikeluarkan sebagai amonia
dalam feses.
Feses ayam sudah sejak lama dimanfaatkan
sebagai pupuk di bidang pertanian. Pengalaman empiris membuktikan bahwa feses
ternak sangat cocok dan baik untuk kesuburan tanah pertanian. Oleh karena itu perlu
dilakukan upaya penanganan feses ternak dengan baik dan optimal agar tidak
menyebabkan bau yang menyengat, dan masih tetap dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk.
Dampak Peternakan Ayam
Seperti disebutkan sebelumnya, dampak dari
usaha peternakan ayam terhadap lingkungan sekitar terutama adalah berupa bau
yang dikeluarkan selama proses dekomposisi kotoran ayam. Bau tersebut berasal
dari kandungan gas amonia yang tinggi dan gas hidrogen sulfida, (H2S),
dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan. Senyawa yang menimbulkan bau
ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang
masih basah. Senyawa tersebut dapat tercium dengan mudah walau dalam
konsentrasi yang sangat kecil. Untuk H2S, kadar 0,47 mg/l atau dalam
konsentrasi part per million (ppm) di udara merupakan batas konsentrasi yang
masih dapat tercium bau, sedangkan untuk dimetil sulfida konsentrasi 1,0 ppm di
udara mulai tercium bau busuk. Untuk amonia, kadar terendah yang dapat
terdeteksi baunya adalah 5 ppm. Akan tetapi, kepekaan seseorang terhadap bau
ini sangat tidak mutlak, terlebih lagi bau yang disebabkan oleh campuran gas.
Pada konsentrasi amonia yang lebih tinggi di udara dapat menyebabkan iritasi
mata dan gangguan saluran pernapasan pada manusia dan hewan itu sendiri (Praja
2006).
Selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia
yang tinggal di lingkungan sekitar peternakan, bau kotoran juga berpengaruh terhadap
ternak dan dapat menyebabkan produktivitas ternak menurun. Pengelolaan
lingkungan peternakan yang kurang baik dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi
peternak itu sendiri, karena gas-gas tersebut dapat menyebabkan produktivitas
ayam menurun, sedangkan biaya kesehatan akan semakin meningkat, yang
menyebabkan keuntungan peternak menipis. Biaya kesehatan meningkat karena
ayam-ayam tersebut menurun imunitasnya terhadap penyakit-penyakit yang sering
timbul akibat polusi udara oleh amonia, seperti penyakit cronic respiratory
disease (CRD), yaitu penyakit saluran pernapasan menahun, dan ayam lebih peka
terhadap virus Newcastle disease (ND) yang menyebabkan ayam mudah terkena
penyakit ND (Rachmawati 2000).
Walaupun
dampak yang ditimbulkan akibat dari cemaran bau busuk belum dirasakan dalam
jangka waktu pendek, namun dalam jangka panjang dapat menyebabkan munculnya
berbagai penyakit sehingga berakibat menurunnya produktivitas masyarakat.
Banyaknya lalat di lingkungan sekitar peternakan juga merupakan dampak negatif lain
dari keberadaan usaha peternakan ayam. Kebiasaan lalat yang suka mencari
tempat-tempat yang berbau busuk menyebabkan kandang ayam banyak dihinggapi
lalat untuk berkembang biak. Lalat sendiri diketahui merupakan vektor dari
berbagai penyakit, sehingga dapat menjadi satu ancaman yang perlu diperhatikan
secara serius.
Ancaman peternakan ayam terhadap
kesehatan masyarakat
Banyaknya usaha peternakan ayam yang
berada di lingkungan masyarakat dirasakan mulai mengganggu warga sekitar
peternakan, karena masih banyak peternak yang belum peduli terhadap manajemen
pengolahan produk buangan dari peternakannya. Limbah peternakan ayam berupa feses,
sisa pakan, dan air yang berasal dari pembersihan ternak seringkali menimbulkan
pencemaran lingkungan masyarakat di sekitar lokasi peternakan tersebut. Penyebab
terbesar timbulnya bau dari peternakan berasal dari berbagai komponen yang
meliputi NH3 dan H2S (NRC 2003). Senyawa yang menimbulkan
bau ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran
yang masih basah. Senyawa tersebut tercium dengan mudah walau dalam konsentrasi
yang sangat kecil. Gas
H2S banyak ditemukan di dataran rendah yang tertutup dan memiliki
ventilasi yang buruk. Gas H2S pada konsentrasi yang rendah dapat
menyebabkan iritasi mata, batuk, sesak nafas, iritasi hidung, dan tenggorokan.
Gas H2S pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan pusing, mual,
muntah, pingsan, koma bahkan kematian (OSHA 2005). Gas H2S yang
dihasilkan dari proses penguraian zat makanan sisa pencernaan dilakukan oleh
mikroba perombak protein. Gas tersebut toksik bagi manusia dan hewan serta
dapat meningkatkan kerentanan penyakit dan dapat mengganggu efisiensi aktivitas
para pekerja yang berada di sekitar peternakan karena bau yg ditimbulkan
(Martin et al. 2004). Selain gas H2S yang dihasilkan, kotoran
ayam juga diyakini dapat menyebabkan emisi NO secara langsung (NRC 2003).
Nitrogen monoksida (NO) dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 (Pohan
2002). Sehingga secara tidak langsung kotoran ayam dapat menghasilkan emisi gas
NO2 melalui proses denitrifikasi.
Kandungan debu di peternakan unggas pada
umumnya meliputi partikel tanah, sisa pakan, rambut dan bulu, kotoran kering,
bakteri, dan jamur. Kandungan debu di peternakan unggas umumnya berasal dari
pakan sedangkan kandungan partikel tanah tersebut menentukan konsentrasi debu.
Menurut Leeson dan Summers (2000), rataan kadar debu pada peternakan unggas
dewasa sekitar 2-5 mg/m3 (2.000-5.000 μg/m3), dimana pada kadar tersebut
berkontribusi pada masalah pernafasan pada peternakan dan sekitarnya.
Menurut Prasetyanto (2011), kondisi
lingkungan (suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, dan
ketinggian lokasi), kondisi kandang (bahan atap, sistem kandang) dan kondisi
sekitar kandang (areal pertanian, keberadaan tanaman di sekitar kandang) dapat
mempengaruhi kadar H2S, NO2, dan debu di sekitar
peternakan yang merupakan suatu ancaman serius bagi kesehatan manusia.
PEMBAHASAN
Sanitasi lingkungan adalah status
kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran,
penyediaan air bersih, dan sebagainya (Notoadmojo 2003). Sanitasi lingkungan
dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan
mempertahankan standar kondisi lingkungan yang mempengaruhi kesejahteraan
manusia. Dalam program Indonesia Sehat 2010, perilaku yang diharapkan adalah perilaku
yang proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko
terjadinya penyakit, melingdungi diri dari ancaman penyakit dan berpartisipasi
aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Fitriani 2011). Dengan perilaku
masyarakat sekitar peternakan ayam yang demikian, diharapkan tercipta suatu
lingkungan rumah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan
yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih bebas pencemaran, dan sanitasi
lingkungan yang memadai.
Keberadaan peternakan ayam di sekitar masyarakat dapat membawa dampak positif yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar, namun dapat pula
bernilai negatif yaitu justru menimbulkan resiko yang merugikan
masyarakat karena
adanya limbah peternakan. Meskipun peternakan ayam memiliki dampak negatif bagi
masyarakat sekitar, peternakan ayam terbukti telah membawa manfaat ekonomi yang
sangat besar seperti menyediakan banyak lapangan pekerjaan dan meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kondisi demikian mengakibatkan pilihan untuk menutup suatu
peternakan dirasa bukanlah merupakan suatu keputusan yang tepat karena dengan demikian akan menghilangkan sumber penghasilan masyarakat yang
bergantung pada peternakan ayam tersebut, namun apabila tetap dibiarkan akan
menimbulkan protes dari masyarakat sekitar yang merasa terganggu. Oleh karena
itu, langkah yang paling bijaksana adalah dengan berusaha mengolah
limbah-limbah dari peternakan ayam yang semula berbahaya dan merugikan
masyarakat menjadi tidak berbahaya dan justru menguntungkan masyarakat.
Diketahui bahwa limbah utama
peternakan unggas adalah feses. Selain menimbulkan bau yang kurang sedap, feses
yang menumpuk dapat menjadi sumber penularan penyakit dan berperan dalam
pemanasan global. Dampak
negatif feses seperti bau yang dapat mengundang kehadiran lalat, dapat dihilangkan dengan membubuhkan suatu senyawa pada pakan sebagai
imbuhan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pakan, sehingga mengurangi sisa
protein yang tidak tercerna dan diharapkan dapat mengurangi terbentuknya gas
yang berbau dalam proses penumpukan kotoran. Pengelolaan
dapat pula dilakukan dengan menambahkan suatu senyawa pada kotoran ayam yang dapat mengurangi bau yang
ditimbulkan. Contoh senyawa yang dapat digunakan untuk mengurangi bau yang
ditimbulkan dari kotoran ayam adalah zeolit yang ditambahkan sebagai imbuhan
pakan dan dapat pula ditambahkan pada kotoran. Selain itu dapat pula diberi
penambahan kaporit dan kapur pada kotoran ayam. Selain penambahan senyawa, pada
kotoran ternak dapat pula diberikan sejenis mikroorganisme seperti suplementasi
probiotik starbio dan penggunaan Effective
microorganism (EM4).
Menurut Rachmawati
(2000), zeolit dapat digunakan untuk mengurangi pencemaran gas amonia dan H2S pada
kotoran ayam. Zeolit mempunyai struktur berongga dengan ukuran pori tertentu
yang dapat berisi air atau ion yang dapat dipertukarkan dengan ion-ion lain
tanpa merusak stuktur zeolit dan dapat menyerap air, molekul lain, dan gas CO2 dan H2S secara reversible. Penggunaan
zeolit dapat pula dikombinasi dengan penambahan klorin pada kotoran sehingga
dapat semakin mengurangi konsentrasi gas pencemar. Sifat klorin yang
bersifat antiseptik dapat membunuh mikrorganisme yang terdapat dalam feses.
Selain
zeolit, senyawa lain yang bisa digunakan adalah kapur. Pada peternakan ayam, kapur dapat
digunakan untuk membersihkan lantai kandang, mengeringkan, dan mengurangi bau
dari kotoran ayam. Penggunaan kapur pada kotoran ayam selain mengurangi cemaran
amonia ke udara, juga menghasilkan pupuk dengan kandungan nitrogen tinggi, karena tidak banyak
nitrogen yang hilang sebagai amonia. Kehilangan nitrogen pada kotoran merupakan
kerugian bagi para peternak, karena menurunkan
kualitas
pupuk.
Selain
penggunaan senyawa, mikroba juga dapat digunakan untuk
mengurangi pembentukan gas amonia dari feses yaitu menggunakan probiotik
starbio yang ditambahkan pada pakan ayam. Mikroba ini bersifat proteolitik,
sellulitik, dan lignolitik. Penggunaan mikroba pengurai limbah atau
effective microorganism (EM4)
juga dapat menurunkan kadar gas amonia dan H2S.
Usaha lain
yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari peternakan ayam
adalah dengan memanfaatkan kotoran ayam sebagai
biogas sehingga
diharapkan dapat menimalisasi penumpukan
amonia di kandang. Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh
aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik salah satunya
adalah kotoran ayam. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon
dioksida. Metana dalam biogas dapat menghasilkan
energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.
Saat ini banyak negara maju
meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan dari limbah peternakan. Perbedaan
antara biogas sapi dan ayam adalah feses ayam tidak mengandung mikroba tertentu
yang secara otomatis berproses membentuk gas bio sehingga perlu proses lebih lanjut
dengan cara penambahan ragi yang berisi mikorba starter ke dalam kotoran.
Penurunan
jumlah gas amonia dan H2S akan meminimalisasi gangguan kesehatan
yang dapat ditimbulkan oleh gas tersebut pada masyarakat sekitar dan ternak itu
sendiri. Selain itu juga akan menurunkan keasaman lingkungan
karena gas tersebut akan
dioksidasi dan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan
hujan asam yang akan
merusak hutan, danau, mata air, ekosistem pesisir pantai dan tanah. Dengan konsep demikian diharapkan jumlah gas
pencemar dari kotoran ayam dapat
menurun sehingga membantu terciptanya rumah sehat di
sekitar peternakan ayam. Namun upaya yang terbaik untuk menciptakan rumah sehat
adalah dengan membangun rumah yang jauh dari peternakan ayam dan tidak mendirikan
peternakan ayam di dekat rumah dengan alasan apapun. Selain itu juga dengan
memperhatikan syarat rumah yang baik saat akan mendirikan rumah.
Simpulan
Limbah
peternakan yang dibiarkan menumpuk dapat meningkatkan
resiko pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan bagi masyarakat sekitar dan ternak itu sendiri. Rumah sehat di sekitar peternakan ayam dapat dicapai
dengan cara mengurangi dampak
dari limbah peternakan yakni melalui penambahan senyawa dan
mikroba pada kotoran ternak, dan dapat pula dengan memanfaatkan kotoran ayam sebagai biogas. Diharapkan
konsep demikian dapat membantu usaha preventif terhadap penyebaran penyakit
menular kepada manusia dan menciptakan kondisi lingkungan yang sehat sebagai
tempat tinggal.
Daftar
Pustaka
[APHA] American
Public Health Association’s. 2002. Basic
Principles of Healthful Housing. http://www.apha.org [18 Februari 2012]
Entjang.
2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti
Fitriani
A. 2007. Rumah Sederhana Sehat [skripsi]. Depok: Fakultas Teknik Universitas
Indonesia
Fitriani S.
2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta:
Graha Ilmu
[Kepmenkes]
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999
tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
[Kepmentan] Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 420/Kpts/Ot.210/7/2001 tentang Pedoman
Budidaya Ternak Ayam Buras yang Baik (Good Farming Practice). Jakarta:
Kementrian Pertanian
[Kepmentan] Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 424/Kpts/Ot.210/7/2001 tentang Pedoman
Budidaya Ternak Ayam Pedaging yang Baik (Good Farming Practice) Jakarta:
Kementrian Pertanian
[Kepmentan] Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 425/Kpts/OT.210/7/2001 tentang Pedoman
Budidaya Ternak Ayam Petelur yang Baik (Good Farming Practice). Jakarta:
Kementrian Pertanian
Leeson S,
JD. Summers. 2000. Commercial Poultry Nutrition 3rd Ed. Canada:
University Books.
Martin RW,
JR Mihelcic, & JC Crittenden. 2004. Design and performance characterization
strategy using modeling for biofiltration control of odorous hydrogen sulfide. J. Air Waste Manage. Assoc. 54: 834.
Notoadmojo
S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta
[NRC]
National Research Council. 2003. Air Emmision from Animal Feeding Operation.
Washington DC : National Academy Press
[OSHA]
Occupational Safety and Health Administration. 2005. OSHA Fact Sheet. U.S.
Department of Labour. www.osha.gov. [18 Februari 2013].
Pohan N. 2002. Pencemaran Udara dan Hujan Asam [Laporan Penelitian]. Medan : Program Studi Tehnik Kimia Universitas Sumatera Utara.
Praja M.
2006. Gas Penyebab Emisi Udara.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Prasetyanto N. 2011. Kadar H2S, NO2, dan
Debu Pada Peternakan Ayam Broiler dengan Kondisi Lingkungan yang Berbeda di
Kabupaten Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Rachmawati
S. 2000. Upaya Pengelolaan Lingkungan Usaha Peternakan Ayam. J wartazoa vol. 9 No. 2 Th. 2000
Shakespeare M. 2009. Zoonoses. London: Pharmaceutical Pr.
Sugiyono. 2013. 2013 ini, Konsumsi Daging Ayam Bakal Naik 15.79%. www.livestockreview.com/2013/02/2013-ini-konsumsi-daging-ayam-bakal-naik-15-79/ [18 Februari 2012]
Wolfe ND, Daszak P, Kilpatrick AM, Burke DS. 2005. Bushmeat hunting, deforestation, and
prediction of zoonotic disease emergence. J
Emerg Infect Dis 11 (12):1822-1827.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar