Kamis, 31 Maret 2011

obat obatan pada jantung

Laporan Farmakologi II                              Hari/Tanggal               : Senin/ 21 Maret 2011
                                                                        Waktu Praktikum        : 14.00-17.00 WIB
                                                                        Dosen                          : drh. Andrianto, MSi
                                                                 
 


OBAT YANG BEKERJA PADA JANTUNG



Kelompok : 1 – Senin Sore


Nama
NIM
Tandatangan


1. Nurulaini Fitria
B04078003
. . . . . . . .

2. Hazar Sukareksi
B04080017
                        . . . . . . . .

3. Monika D. Andriani
B04080059
. . . . . . . .













BAGIAN FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI
DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

PENDAHULUAN
Latar belakang
Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium) yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh. Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut diastol). Selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung (disebut sistol)
Gambar1. Jantung tampak depan (id.wikipedia.org/wiki/jantung)

Obat dapat mempengaruhi denyut pada jantung. Kardiotonika adalah obat-obat yang berbentuk glikosida dan tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk memperkuat denyut jantung tanpa memperlambat kecepatan denyut jantung. Contohnya adalah glikosida yang berasal dari tumbuhan digitalis. Sedangkan obat yang meningkatkan kekuatan sekaligus denyut jantung disebut kardioanaleptik. Obat ini seringkali digunakan untuk memicu kembali denyut jantung yang terhenti sementara. Contoh obat kardioanaleptik adalah kafein. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dapat menyebabkan vasodilatator sehingga menimbulkan gejala hipotensi. Ada juga yang menyebabkan vasokontriksi yang menimbulkan hipertensi.
Tujuan
Mengetahui pengaruh pemberian obat jantung (kafein dan digitalis) terhadap kerja jantung.
TINJAUAN PUSTAKA
Digitalis adalah nama golongan yang mencakup semua obat dengan efek yang sangat khusus terhadap otot jantung, yaitu memperkuat kontraksi otot jantung. (Ganiswara et all, 1995)
Efek dari cardiac glikosida pada sistem saraf otonom yakni pada keadaan denyut jantung yang rendah. Sehingga alkaloid digitalis banyak digunakan pada kasus gagal jantung. (Bishop Yolande, 2005)
Kegunaan ekstrak dari Digitalis purpurea sebagai obat glikosida dari tanaman ini digunakan untuk memperkuat kerja jantung (positif inotrop). Ekstrak dari digitalis biasanya diambil dari daun-daun tanaman yang tumbuh pada tahun kedua. Bagian-bagian yang murni dari tanaman ini juga dikenal dengan nama digoksin atau digitoksin. Digitalis bekerja di tubuh dengan cara menghalangi fungsi enzim natrium-kalium ATPase sehingga meningkatkan kadar kalsium di dalam sel-sel otot jantung. Meningkatnya kadar kalsium di dalam otot sel-sel jantung inilah yang menjadi sebab meningkatnya kekuatan kontraksi jantung. (anonim, 2008)
Apabila digunakan secara berlebihan, digitalis dapat berfungsi sebagai racun. Seluruh bagian tumbuhan ini mengandung glikosida, yang dapat menyebabkan keracunan. Pada dosis yang tinggi digitalis dapat menghambat enzim Na+, K+ -ATPase; enzim ini penting untuk pembentukan energi untuk pompa Na+ K+. Dengan terhambatnya enzim tersebut, masuknya ion K kedalam sel terhambat dan pengeluaran ion K dari dalam sel bertambah. Pemberian jantung digitalis pada jantung sehat justru menurunkan curah jantung, karena ukuran jantung menjadi lebih kecil dari ukuran jantung sehat pada waktu sistolik dan diastolik. (Ganiswara et all, 1995)
                Kafein adalah xantin yang mengandung gugus metal. Zat ini sering disebut derivat xantin, metilsantin, atau xantin saja. Xantin ialah dioksipurin yang mempunyai struktur mirip asam urat. Kafein adalah 1, 3, 7-trimetilxantin. Xantin merangsang susunan saraf pusat, menimbulkan diaresis, merangsang otot jantung, dan melemaskan otot polos terutama bronkus.
                Kafein merangsang miokard secara lansung. Pemberian kedalam cairan perfusi jantung mamalia yang telah diisolasi akan menyebabkan bertambahnya kekuatan kontraksi, frekuensi denyut, dan curah jantung. Pemberian kafein dosis besar pada manusia atau hewan percobaan menyebabkan efek perangsangan langsung pada miokard menjadi menonjol dengan akibat takikardia.  (Ganiswara et all, 1995)
                Terlalu banyak kafein dapat menyebabkan keracunan  kafein. Walaupun masih aman bagi manusia, kafein lebih meracun bagi sebagian hewan, seperti kucing dan anjing karena perbedaan dari segi metabolisme hati. Pada hewan, kafein dosis fatal dapat menyebabkan kejang-kejang karena rangsangan sentral. Kematian terjadi akibat kegagalan pernapasan. Kafein memperburuk keadaan aritmia. (Crawford Michael, 2002)
Kafein tidak direkomendasikan pada hewan dengan hypoxemia karena gangguan pernapasan. Pada keadaan ini, stimulasi pada pusat pernapasan sudah maksimal dan keberadaan obat seperti kafein justru berefek buruk karena dapat meningkatkan kebutuhan akan oksigen pada miokard. (Radostits, 2006 )
Kafein mengikat reseptor adenosina di otak. Adenosina ialah nukleotida yang mengurangi aktivitas sel saraf saat tertambat pada sel tersebut. Seperti adenosina, molekul kafeina juga tertambat pada reseptor yang sama, tetapi akibatnya berbeda. Kafein tidak akan memperlambat aktivitas sel saraf/otak, sebaliknya menghalangi adenosina untuk berfungsi. Dampaknya aktivitas otak meningkat dan mengakibatkan hormon epinefrin terlepas. Hormon tersebut akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah, menambah penyaluran darah ke otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan organ dalam, dan mengeluarkan glukosa dari hati. (Rogers, 2000)
METODOLOGI
Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pinset, gunting, talenan katak, jarum pentul dan spoit. Sedangkan bahan yang digunakan antar lain katak, NaCl fisiologis, kafein 1%  dan digitalis 45%.
Metodologi
Terdapat 2 jenis percobaan yaitu percobaan dengan digitalis bertingkat dan percobaan dengan kafein dan digitalis. Pada percobaan yang pertama, mengamati katak normal terutama pada fungsi jantungnya. Setelah itu penyuntikan digitalis secara dilakukan dari bawah abdomen diaarahkan ke kantung limfe paha dengan dosis permulaan 0.02 mg/gram BB. Berikan dosis yang bertingkat jika belum terlihat gejala suntikannya sehingga sampai titik toksik dan akhirnya katak mati. Setelah katak mati, lakukan seksi dan perhatikan bentuk, warna dan ukuran ventrikel.
Pada percobaan kedua, cerebrum otak katak dirusak menggunakan jarum penusuk dan lentangkan katak pada papan katak. Buat jendela segitiga pada dada katak sehingga jantungnya terlihat dan teteskan NaCl fisiologis. Jantung diamati kekuatan kontraksi, frekuensi, ritme dan warnanya. Teteskan digitalis ke jantung katak pertama dan kafein ke jantung katak kedua. Amati pola koordinasi denyut antara atrium dan ventrikel. Penetesan dilakukan tiap 5 menit sekali sampai katak mati. Perhatikan katak mati dalam keadaan sistole atau diastol.









HASIL PERCOBAAN

A.                 Percobaan dengan digitalis bertingkat
Tabel  1. Gejala-gejala pada katak  dalam  percobaan kardiotonika :

Katak
Dosis (ml/gram)
Gejala
Normal
-
18/15 detik- 72/menit
Penyuntikan ke-1
0.02
108/menit-napas cepat,aktif, melompat tinggi
Penyuntikan ke-2
0.04
136/menit-napas cepat, makin aktif
Penyuntikan ke-3
0.06
132/menit-napas tidak teratur

B.                 Percobaan dengan Kaffein dan Digitalis
Tabel 2. Penetesan digitalis 0.5%  pada jantung katak

Menit Ke-
Kontraksi Jantung
 Frekuensi/menit


Ritme

Digitalis
Caffein
Digitalis
Caffein
0
80
80
Ritmik
Ritmik
5
104
60
Ritmik
Ritmik
10
88
68
Ritmik
Ritmik
15
36
60
Aritmik
Ritmik
20
20
36
Aritmik
Ritmik
25
20
44
Aritmik
Ritmik
30
20
36
Aritmik
Ritmik
35
12
20
Aritmik
Aritmik
40
12
20
Aritmik
Aritmik
45
12
12
Aritmik
Aritmik
53
12
12
Aritmik
Aritmik
54
-
12
-
Aritmik
60
-
-
-
-


Tabel  3. Penetesan kafein  1%  pada jantung katak
Menit Ke-
Kontraksi Jantung
Frekuensi/menit
Ritme
0
80
Teratur
5
72
Teratur
10
78
Teratur
15
44
Tidak teratur
20
40
Tidak teratur
24
Mati
-

PEMBAHASAN
Pada keadaan normal katak yang digunakan memiliki denyut jantung 80 kali/menit, kekuatan kontraksi kuat dan ritme teratur. Sebelum diberi tetesan NaCl fisiologis, pembuluh darah di pericardium dipotong sehingga jantung mengalami shock dan frekuensi denyut jantung menurun drastis menjadi 72 kali/menit. Akan tetapi katak masih hidup dan jantung masih berdenyut dengan normal.
                Setelah 5 menit  jantung ditetesi dengan kafein sebanyak 2 tetes, didapatkan kekuatan dan frekuensi jantung meningkat dari 72 kali/menit menjadi 78 kali/menit. Hal ini membuktikan kafein sebagai kardioanaleptika yang dapat meningkatkan kekuatan dan frekuensi denyut jantung. Kafein bekerja pada sistem syaraf pusat, otot jantung dan ginjal. Pada sel syaraf, senyawa kafein memacu produksi hormon Adrenalin yang menyebabkan detak jantung lebih cepat, tekanan darah meningkat, sekresi asam lambung meningkat, hati dirangsang melepaskan senyawa gula pada aliran darah untuk menghasilkan ekstra energi dan kontraksi otot. Pada dosis yang lebih tinggi kafein akan menstimulasi pusat vasomotor dan pusat pernafasan.
Kafein juga menyebabkan tremor yang muncul pada menit ke 15-20. Sedangkan pada penetesan selanjutnya kekuatan dan frekuensi denyut jantung mulai menurun hingga akhirnya mati pada menit ke-24. Penurunan kekuatan dan frekuensi jantung ini disebabkan jantung lelah akibat stimulan dari kafein hingga akhirnya mati.
Digitalis merupakan sediaan obat yang berfungsi sebagai kardiotonika, yaitu sediaan yang berfungsi memperkuat denyut jantung tanpa mempengaruhi frekuensi denyutnya. Digitalis juga memiliki mekanisme kerja inotropik positif (menaikkan kekuatan kontraksi otot jantung), kronotropik negatif (memperlambat frekuensi denyut jantung) dan mempersulit penghantaran rangsang (dromotrop negatif). Sediaan digitalis ini diberikan secara langsung yaitu dengan cara meneteskannya ke jantung tanpa melalui injeksi, sehingga mekanisme kerjanya menjadi lebih cepat jika dibandingkan dengan pemberian secara injeksi (subkutan). Pada kondisi normal (tanpa pemberian digitalis) frekuensi jantungnya adalah 80 kali/menit dengan kekuatan jantungnya cukup kuat (+++). Pada menit ke-5 dan ke-10 kekuatan kontraksi meningkat (++++), hal ini dikarenakan efek digitallis dalam meningkatkan kekuatan denyut jantung. Digitalis dapat menyebabkan peningkatan kekuatan denyut dengan cara meningkatkan aktivitas sistolik, sehingga pengosongan ventrikel (diastol) lebih kuat dan sempurna.
Efek lain dari digitalis adalah meningkatkan aktivitas nervus vagus, sehingga secara tidak langsung memperlambat frekuensi denyut jantung. Hal ini terlihat dari frekuensi jantung yang terus menurun hingga katak mati. Penurunan frekuensi jantung juga disebabkan oleh perpanjangan waktu sistol akibat pengaruh digitalis. Sesuai dengan aktivitas sistol dan diastol, jantung berwarna merah saat sistol dan berwarna pucat saat diatole. Sebab pada saat sistol jantung terisi darah dan saat diastol darah dipompa keluar dari jantung.
                Pada percobaan pemberian digitalis dengan dosis bertingkat hingga katak mati menunjukkan toksisitas digitalis terhadap kerja jantung dalam peranannya menjaga sirkulasi darah ke seluruh tubuh. Prinsip kerja digitalis terhadap jantung adalah memperkuat denyut jantung tanpa menambah frekuensi denyut jantung bila diberiakn pada dosis terapi. Namun, ketika pemberian diberikan dengan dosis yang bertingkat maka frekuensi denyut jantung akan meningkat hingga titik tertentu. Hal ini terjadi pada saat pemberian digitalis yang ketiga sebanyak 0,8 ml pada percobaan, yaitu frekuensi denyut jantung menjadi 132 kali/menit. Takikardia merupakan konsekuensi dari peningkatan aktivitas simpatis yang mendorong terjadinya penurunan cardiac output. Berbeda dengan penetesan digitalis pada jantung secara langsung dengan volume yang tidak ditentukan sebanyak dua tetes dengan menghitung denyut jantung secara berulang setiap lima menit sekali. Frekuensi denyut jantung semakin menurun walaupun membutuhkan waktu yang lebih lama. Terlihat pada data yang diperoleh.
Keracunan digitalis umumnya terjadi pada kasus klinik dalam dosis tertentu. Beberapa efek yang terlihat lebih dulu pada kasus keracunan digitalis adalah gangguan dalam penglihatan dan pencernaan. Hal ini ditunjukkan dalam hasil percobaan berupa berkurangnya refleks pada penyuntikan digitalis yang ketiga. Perubahan denyut jantung dan iramanya juga terjadi pada beberapa kasus overdosis. Efek paling dominan adalah makin menurunnya frekuensi denyut jantung dan dianjurkan dalam terapi untuk melakukan perhitungan frekuensi denyut jantung selama 1 menit sebelum melanjutkan pemberian obat digitalis dalam dosis tertentu. Jika frekuensi denyut jantung yang diperoleh berada di bawah 60 atau terdapat perubahan yang besar pada frekuensi denyut jantung, maka sebaiknya pemberian digitalis ditunda. Toksisitas digitalis juga ditandai dengan adanya kelemahan kontraksi otot dan mudah lelahnya hewan. Berkurangnya kontraksi otot juga terjadi pada saat penyuntikan digitalis yang ketiga kalinya.
Denyut jantung makin menurun frekuensinya pada penyuntikan digitalis ketiga sebanyak 0.06 ml yaitu sebanyak 132 kali/menit, sedangkan pada penetesan digitalis kemampuan jantung dalam memompa darah terlihat semakin menurun. Jeda waktu antara pengisian atrium dan pengosongan ventrikel semakin lambat. Hal ini disebabkan adanya efek digitalis yang menghambat periode refraktori dan durasi dari aksi potensial. Seperti telah dijelaskan di atas, takikardia akan menyebabkan terjadinya penurunan kardiak output. Saat digitalis meningkatkan cardiac output, sistem simpatis mendorong penurunan nodus sinoatrial. Digitalis tidak berguna dalam perawatan sinus takikardia yang disebabkan oleh demam dan kondisi lainnya karena digitalis tidak memiliki efek dalam S-A node. Hal lain yang mungkin menyebabkan penurunan denyut jantung antara lain perpanjangan periode refraktori AV node ketika denyut atrium cepat, konduksi A-V node melambat, dan memperkuat stimulasi refleks vagal yang menyebabkan frekuensi jantung menurun.

KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa aktivitas jantung dapat dipengaruhi oleh kinerja obat-obatan yang diberikan. Dari percobaan yang dilakukan pada jantung katak didapatkan bahwa digitalis berfungsi sebagai kardiotonika karena dapat memperkuat denyut jantung. Sedangkan kafein berfungsi sebagai kardioanaleptika yang dapat meningkatkan kekuatan dan frekuensi denyut jantung. Pemberian digitalis dan cafein yang berlebihan dapat mengakibatkan overdosisdan berakhir pada kematian.
DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2008. id.wikipedia.org/wiki/jantung
Bishop, Yolande. The Veterinary Formulary 6th Edition. London : The British Veterinary Association
Crawford, Michael. 2002. Current Diagnosis & Treatment in Cardiology 2nd Edition. Arizona : The McGraw-Hill Companies
Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I. Jakarta
Radostits, Otto. 2006. Veterinary medicine 10th edition. London : Elsevier
Smit, H.J., Rogers, P.J., 2000. Effects of low doses of caffeine on cognitive performance, mood and thirst in low and higher caffeine consumers. Psychopharmacology, 152:167-173