PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Bentuk
sediaan obat (BSO) diperlukan agar penggunaan senyawa obat/zat berkhasiat
dalam farmakoterapi dapat secara aman, efisien dan atau memberikan efek yang
optimal. Umumnya bentuk sedian obat mengandung satu atau lebih senyawa obat/zat
yang berkhasiat dan bahan dasar/vehikulum yang diperlukan untuk formulasi
tertentu. Dalam memilih bentuk sediaan obat perlu
memperhatikan sifat bahan obat, sifat
sediaan, kondisi penderita dan penyakitnya,
harga, dll. Disamping itu perlu diperhatikan pula penulisan resepnya agar jelas
dan lengkap ,sehingga tidak memberikan permasalahan dalam pelayanannya
Linimentum merupakan sediaan cair yang digunakan untuk
pemakaian topikal pada kulit. Bentuk sediaan linimentum dapat berupa emulsi,
suspensi atau solutio dalam minyak atau alkohol tergantung dari zat aktifnya.
Sifat-sifatnya
:
1.
Dipakai
pada kulit yang utuh (tidak boleh adanya luka berakibat terjadinya iritasi) dan
dengan caradigosokkan pada permukaan kulit.
2.
Apabila
pelarutnya minyak, iritasinya berkurang apabila dibandingkan dengan pelarut
alkohol.
3.
Linimentum
dengan pelarut alkohol atau hidroalkohol baik digunakan untuk tujuan counter irritan
sedang pelarut minyak cocok untuk tujuan memijat atau mengurut.Contoh : Linimentum
salonpas ( untuk counteriritant)
Tujuan
Tujuan praktikum kali ini
adalah praktikan dapat membuat sediaan linimentum dengan takaran yang sesuai,
mengetahui tata cara pembuatan linimentum dan penulisan resep linimentum.
TINJAUAN
PUSTAKA
Linimentum atau
liniment adalah sediaan cair atau kental yang mengandung analgesik dan zat yang
memiliki sifat rubefacient untuk menghangatkan, dan digunakan sebagai aplikasi
topikal.
Sulfur praecipitatum atau belerang endap memiliki ciri-ciri warna kuning pucat, sangat halus tidak
berbau, dan tidak berasa. Fungsi utama dari Sulfur praecipitatum adalah sebagai
keratolitik agent yaitu suatu zat yang dapat menghilangkan sisik-sisik kulit
yang kasar atau melunakkan/menipiskan lapisan keratin, di samping itu juga
memiliki aktivitas antifungi dan antibakteri lemah. Sulfur sering
dikombinasikan dengan asam salisilat menghasilkan efek keratolitik yang
sinergis. Sulfur dipakai sebesar 10% adalah dosis yang optimal sebagai
keratolotik agent dan merupakan dosis maksimum untuk terapi scabies/kudis
sehingga akan mendapatkan hasil yang efektif. Sulfur praecipitatum praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam
karbon disulfide, sukar larut dalam minyak zaitun, praktis tidak larut dalam
etanol.
Oleum cocos merupakan
minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan endosperm kering Cocos nucifera L; berbentuk cairan
jernih, lembut, memiliki rasa hambar,
dan bau yang aneh berfungsi sebagai zat tambahan. Oleum cocos ini mampu
membentuk busa putih, tidak
diendapkan oleh garam, dan karena itu dapat digunakan dengan air laut. Busa akan terbentuk jika oleum cocos
dicampur dengan air yang banyak, namun bila dicampur dengan air yang sedikit oleum cocos ini
akan menggumpal. Jika terpapar sinar matahari, oleum cocos ini akan menjadi
tengik. Titik leleh berkisar
dari 20 ° sampai 28 ° C (68 ° sampai 82,4 ° F.).
Oleum ricini atau minyak jarak merupakan minyak yang
diperoleh dari biji Ricinus communis
Linne yamg berfungsi sebagai lucbricant. Oleum ricini (minyak jarak) ini
merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai laksansia. Di dalam usus halus,
minyak ini mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam risinoleat yang
merangsang mukosa usus, sehingga mempercepat gerak peristaltiknya dan
mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan cepat. Dosis oleum ricini adalah 2
sampai 3 sendok makan (15 sampai 30 ml), diberikan sewaktu perut kosong.
Efeknya timbul 1 sampai 6 jam setelah pemberian, berupa pengeluaran buang air
besar berbentuk encer (Anwar, 2000).
Pemakaian kata gliserol dan gliserin sering membuat
orang bingung. Gliserol dan gliserin adalah sama, tetapi pemakaian kata
gliserol biasa dipakai jika kemurnian rendah (masih terkandung dalam air manis)
sedangkan pemakaian kata gliserin dipakai untuk kemurnian yang tinggi. Tetapi
secara umum, gliserin merupakan nama dagang dari gliserol.
Gliserol
dapat dihasilkan dari berbagai hasil proses, seperti :
1.
Fat splitting, yaitu reaksi hidrolisa antara air dan minyak menghasilkan
gliserol dan asam lemak.
2.
Safonifikasi lemak dengan NaOH, menghasilkan gliserol dan sabun
3.
Transesterifikasi lemak dengan metanol menggunakan katalis NaOCH3 (sodium methoxide),
menghasilkan gliserol dan metil ester
Gliserol
yang dihasilkan dari hidrolisa lemak atau minyak pada unit fat splitting ini
masih terkandung dalam air manis (sweet water). Kandungan gliserol dalam air
manis biasanya diuapkan untuk mendapatkan gliserol murni (gliserin). Biasanya
untuk pemurnian gliserol ini memerlukan beberapa tahap proses, seperti:
1.
Pemurnian dengan sentrifuse
2.
Evaporasi
3.
Filtrasi
Dalam Industri farmasi, gliserin digunakan untuk
antibiotik, capsule dan lain-lain. Sedangkan dalam bidang kosmetik digunakan
sebagai body agent, emollient, humectant, lubricant, solven. Biasanya dipakai
untuk skin cream and lotion, shampoo and hair conditioners, sabun dan deterjen.
Gum arab dihasilkan dari getah bermacam-macam pohon Acasia
sp. di Sudan dan Senegal. Gum arab pada dasarnya merupakan serangkaian
satuan-satuan D-galaktosa, L-arabinosa, asam D-galakturonat dan L-ramnosa.
Berat molekulnya antara 250.000-1.000.000. Gum arab jauh lebih mudah larut
dalam air dibanding hidrokoloidlainnya. Pada olahan pangan yang banyak
mengandung gula, gum arab digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak
yang mantap dan mencegah kristalisasi gula (Tranggono dkk,1991). Gum dimurnikan
melalui proses pengendapan dengan menggunakan etanol dan diikuti proses
elektrodialisis (Stephen and Churms,
1995). Menurut Imeson (1999), gum arab stabil dalam larutan asam. pH
alami gum dari Acasia Senegal ini berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu
asam glukoronik. Emulsifikasi dari gum arab berhubungan dengan kandungan
nitrogennya (protein).
Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan
viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan
panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu
pemanasan, mengingat gum arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan
kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas.
Menurut Alinkolis (1989), gum arab dapat digunakan untuk
pengikatan flavor, bahan pengental, pembentuk lapisan tipis dan pemantap
emulsi. Gum arab akan membentuk larutan yang tidak begitu kental dan tidak
membentuk gel pada kepekatan yang biasa digunakan (paling tinggi 50%).
Viskositas akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi (Tranggono
dkk, 1991). Gum arab mempunyai gugus arabinogalactan protein(AGP) dan
glikoprotein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental
(Gaonkar,1995).
Hui (1992) menambahkan bahwa gum arab merupakan bahan
pengental emulsi yang efektif karena kemampuannya melindungi koloid dan sering
digunakan pada pembuatan roti. Gum arab memiliki keunikan karena kelarutannya
yang tinggi dan viskositasnya rendah. Karakteristik kimia gum arab berdasar
basis kering dapat dilihat pada Tabel
Komponen
Nilai (%)
Galaktosa 36,2
Arabinosa
30,5
Rhamnosa
13,0
Asam
glukoronik 19,5
Protein
2,24
Sumber
: Glicksman (1992)
MATERIAL
DAN METODELOGI
Bahan Praktikum
Bahan-bahan
yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sulfur praecipitatum, oleum
ricini, oleum cocos, glicerinum, gom untuk minyak, gom untuk sulfur, aqua.
Alat Praktikum
Alat-alat
yang digunakan pada paraktikum kali ini adalah timbangan, kertas perkamen,
sendok tanduk, mortar, stamper, cawan porselin, gelas arloji, etiket warna biru,
botol, selotip
Metode Praktikum
Botol dilakukan
peneraan sampai 50 ml, kemudian diberi tanda. Selanjutnya timbangan dilakukan
peneraan juga dengan dialasi kertas perkamen. Semua bahan ditimbang, dengan
menggunakan sendok tanduk sulfur praecipitatum diambil sebanyak 3,0 gram,
selanjutnya oleum ricini dituang langsung pada cawan porselin sebanyak 2,0 gram
kemudian ditimbang dan dialasi kertas perkamen. Sebanyak 3,0 gram oleum cocos
dituang langsung pada gelas arloji lalu ditimbang dengan dialasi kertas
perkamen. Begitu juga dengan, Gliscerinum, sebanyak 1,0 gram glicerinum dituang
langsung pada gelas arloji lalu ditimbang dengan dialasi kertas perkamen. Selanjutnya
dengan menggunakan sendok tanduk, diambil gom untuk minyak dan gom untuk sulfur
masing-masing sebanyak 2,5 gram dan 0,5 gram, kemudian ditimbang dengan dialasi
kertas perkamen. Terakhir adalah aqua sebanyak 1 x gom ad 50 ml
Mortar kering dan
bersih, disiapkan kemudian dimasukkan ol.ricini dan ol.cocos, diaduk homogen
kemudian ditambahkan gom 2,5 g, dicampur sampai homogen. Aqua sebanyak 3,75 ml
ditambahkan sekaligus diaduk cepat dan searah sampai terbentuk corpus emulsi
(CE). Gliserin ditambahkan sedikit-sedikit pada corpus emulsi, diaduk perlahan.
Air ditambahkan sedikit-sedikit, diaduk cepat searah sampai ada perubahan fase
dari emulsi A/M menjadi M/A (lebih encer). Kemudian diencerkan dengan air 10 ml
lalu diaduk, dimasukkan ke dalam botol. Mortar dibilas dengan 5 ml air lalu
dimasukkan ke dalam botol.
Mucilago dibuat lagi
dalam mortar dengan cara, 0,5 g gom ditambah 0,75 ml air diaduk cepat dan searah
sampai terbentuk mucilage, kemudian disisihkan. Sulfur dimasukkan dalam mortar,
digerus lalu dicampur dengan mucilage, 5 ml aqua ditambahkan, diaduk sampai
homogeny lalu dimasukkan ke dalam botol. Mortar dibilas lagi dengan 5 ml air,
dimasukkan ke dalam botol. Terakhir, botol ditutup.
HASIL
Gambar 1. Hasil
pembuatan linimentum.
Sediaan obat yang dibuat pada
praktikum ini adalah linimentum. Dimasukkan ke dalam botol, diberi etiket warna
biru tanda bahwa sediaan ini adalah obat luar (topikal) dan
pada kemasan diberi label kocok dahulu.
PEMBAHASAN
Linimentum atau
liniment adalah sediaan cair atau kental yang mengandung analgetik dan zat yang
memiliki sifat rubefacient untuk menghangatkan, dan digunakan sebagai aplikasi
topikal.
Pada pembuatan sediaan
linimentum ini, pertama yang dicampurkan adalah oleum ricini dan oleum cocos.
Oleum cocos merupakan minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan endosperm
kering Cocos nucifera L; berbentuk
cairan jernih dan berfungsi sebagai zat tambahan. Sedangkan oleum ricini atau
minyak jarak merupakan minyak yang diperoleh dari biji Ricinus communis Linne
yamg berfungsi sebagai lucbricant. Kedua zat ini berbasis minyak, sehingga
tidak dapat larut dengan zat aktif (sulfur praecipitatum) sehingga diperlukan
zat pembawa yaitu gom. Pada penggunaan ini, gom arab digunakan untuk
memperbaiki kekentalan atau viskositas (pengental), penstabil, dan pengemulsi.
Tahap selanjutnya yaitu
penambahan air kemudian diaduk dengan cepat. Pengadukan yang cepat ini
dilakukan agar dapat terbentuk corpus emulsi. Jika pengadukan kurang cepat maka
sulit terbentuk CE dan larutan tidak menyatu. Setelah terbentuk CE, ditambahkan
gliserin sedikit demi sedikit; aduk perlahan lalu tambahkan air sedikit demi
sedikit dan aduk cepat searah sampai terjadi perubahan fase dari air dalam
minyak menjadi minyak dalam air (lebih encer).
Langkah selanjutnya
yaitu pencampuran air dengan gom hingga terbentuk mucilago. Mucilago merupakan
masa yang kental seperti getah; termasuk serat yang larut air. Kemudian ditambahkan
sulfur praecipitatum, 5 ml aqua; aduk hingga homogen. Larutan tersebut
dimasukkan dalam botol dan ditambahkan air
sampai 50 ml. Setelah itu botol ditutup.
Fungsi keseluruhan dari
obat ini yaitu sebagai linimentum anti scabies, yang digunakan 3 x sehari dan
digosokkan perlahan pada bagian yang sakit. Etiket yang digunakan yang berwarna
biru dan pada kemasan diberi label kocok dahulu. Belerang endap (sulfur
praecipitatum) dalam minyak merupakan sediaan yang aman dan efektif. Kekurangannya
adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap
stadium telur, berbau dan dapat menimbulkan iritasi.
Mekanisme
belerang endap sebagai anti scabies yaitu saat linimentum yang mengandung
belerang diaplikasikan, sulfur bereaksi dengan substansi pada kulit agar
menghasilkan hydrogen sulfide, antibacterial yang berfungsi juga sebagai
anti-inflamasi dan menyebabkan kulit melepaskan sel mati. Mekanisme ini
membantu kecepatan penyembuhan akibat infeksi scabies.
Scabies merupakan
penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit Sarcoptes
scabiei. Scabies merupakan penyakit kulit yang
sering ditemukan di Indonesia. Hal ini dikarenakan iklim tropis Indonesia
sangat mendukung perkembangan agen penyebab scabies. Selain itu, kepekaan
individu juga berpengaruh terhadap infestasi oleh agen.
Sarcoptes
scabiei menyukai bagian tubuh yang jarang rambutnya, misalnya daerah abdomen.
Hewan terlihat tidak tenang akibat rasa gatal dengan menggaruk atau
menggosokkan pada benda keras. Rasa gatal tersebut timbul dari adanya allergen
yang merupakan hasil metabolisme Sarcoptes scabiei. Selain itu, adanya
aktifitas Sarcoptes scabiei misalnya berpindah tempat, juga dapat menyebabkan
gatal. Rambut rontok dan patah-patah akibat sering menggaruk pada bagian yang
gatal. Adanya lesi dengan tepi yang tidak merata disertai keropeng, kulit
bersisik dan diikuti terjadinya reruntuhan jaringan kulit. Nafsu makan hewan
turun, dan pada akhirnya akan diikuti penurunan berat badan sehingga hewan akan
tampak kurus.
KESIMPULAN
Fungsi keseluruhan dari
obat ini yaitu sebagai linimentum anti scabies. Zat aktif sulfur praecipitatum (belerang endap) bereaksi dengan
substansi pada kulit agar menghasilkan hydrogen sulfide, antibacterial yang
berfungsi juga sebagai anti-inflamasi dan menyebabkan kulit melepaskan sel
mati. Mekanisme ini membantu kecepatan penyembuhan akibat infeksi scabies.
Penggunaan linimentum ini digosokkan pelan-pelan pada bagian yang sakit.
DAFTAR
PUSTAKA
[Anonim].The Role Of Dietary Fiber From Health Maintenance,
Prevention And Therapy Aspects. Dalam Peran Serat Makanan (Dietary Fiber) hal. 45
Alinkolis, J. J. 1989. Candy
Technology. The AVI Publishing Co. Westport-Connecticut
Gaonkar, A. G.
1995. Inggredient Interactions Effects on
Food Quality. Marcell Dekker, Inc., New York
Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of
Food Science and Technology. Volume II. John Willey and Sons Inc, Canada
Imeson, A. 1999. Thickening and
Gelling Agent for Food. Aspen Publisher Inc, New York
Stephen, A. M. and S. C. Churms.
1995. Food Polysaccarides and Their Applications. Marcell Dekker, Inc, New York
Syamsuni H. 2006. Farmasetika dasar dan hitungan farmasi. Jakarta: EGC
Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A.
Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki, dan M. Astuti. 1991. BahanTambahan Makanan (Food Additive). PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta