Senin, 13 Mei 2013

New day...New Lab..Here we are DIAGNOSTIK!!!!! ^^

Halooooo jumpa lagiiii.....
Finally, akhirnya gw bener2 beres koas di Patology..... \^,^/
saat ini gw udah pindah bagian ke LABORATORIUM DIAGNOSTIK :)
jadi di lab ini dibagi menjadi bagian virologi & bakteriologi sama parasit yang meliputi endoparasit & ektoparasit.
ini udah hari kedua dan belum mulai kegiatan sih, jd masih review2 ulang materi-materi s1. 
kemarin udah ketemu sama dosen pembimbing virologi, dan kami akhirnya dikasi tugas nih disuruh bikin rencana kegiatan selama koas dibagian ini, padahal jujur aja sebenarnya kami ini kehilangan arah..huhuhuhu T.T jadi pkoknya disuruh bikin dari anamnesa, pengambilan sampel, dan identifikasinyaaa :|
tapi yawda,, karna kami sangat bersemangat (cieee...hahaha) akhirnya kami inisiatif membagi tugas sehingga tiap orang bisa beda-beda temanya, dan gw kebagian ttg bakteri mastitis, and akhirnya gw fokusin ke s. aureus.  


jadii,,inilah tugas gw :D check this out!!


Pendahuluan
Salah satu penyebab utama mastitis pada sapi perah adalah Staphylococcus aureus (S. aureus). Mastitis yang disebabkan oleh S. aureus dapat terjadi secara klinis namun seringkali terjadi secara subklinis dan menahun (Bannerman & Wall 2005).
Identifikasi untuk membedakan antara S. aureus dengan stafilokokus lainnya merupakan faktor utama sebagai salah satu langkah dalam penanganan kasus mastitis, dimana cara yang dilakukan sebagian besar masih bergantung atas dasar kriteria fenotipik yang tampak, antara lain meliputi morfologi pertumbuhan koloni, uji katalase untuk membedakan dari streptokokus, adanya produksi enzim koagulase serta adanya fermentasi mannitol pada Mannitol Salt Agar (MSA) (Cappucino & Sherman 2005).
Faktor patogenitas S. aureus berhubungan dengan adanya produksi enzim koagulase, yang membedakan S. aureus dari stafilokokus lainnya, selain itu S. aureus dibedakan dengan adanya fermentasi mannitol pada MSA (Sari 2003). S. aureus juga dapat diisolasi dengan media selektif seperti Baird Parker Agar, lipase salt mannitol agar, DNAse Test (Bello & Qahtani 2004). Penggunaan MSA juga tidak dapat digunakan secara mutlak untuk membedakan S. aureus dengan stafilokokus spesies lainnya sebab S. intermedius juga memfermentasi mannitol pada MSA meski dengan reaksi yang lambat (delayed reaction). Menurut Quinn et al. (2002) S. aureus juga dapat dibedakan dengan adanya produksi asetoin yang dapat diketahui melalui uji Voges-Proskauer (VP).
Produksi asetoin dari glukosa merupakan alternatif ciri khas yang sangat berguna untuk membedakan S. aureus dari spesies stafilokokus koagulase positif yang lain seperti S. intermedius serta beberapa strains koagulase positif S. hycus, selain itu juga bersifat lebih ekonomis bila dibandingkan dengan penggunaan media selektif. Identifikasi S. aureus dengan menggunakan metode yang mudah, cepat, ekonomis dan dapat dipercaya menjadi sangat penting untuk membatasi penyebaran penyakit mastitis.

Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel susu diawali dengan melakukan wawancara sejarah penyakit (anamnesa) serta pengamatan gejala klinis yang tampak, kemudian dilakukan pemeriksaan California Mastitis Test (CMT) dan sampel susu yang positif CMT akan diambil kemudian dilakukan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan CMT hanya dilakukan pada kuartir yang menunjukkan gejala klinis maupun subklinis yang ditandai dengan penurunan produksi dan mutu susu berdasarkan informasi dari peternak atau pemerah.
Sampel susu diambil sebanyak ± 5 ml dari tiap kuartir yang positif CMT dan langsung ditampung dalam tabung reaksi tertutup kapas yang steril dan telah diberi label, kemudian disimpan dalam termos berisi es, agar suhunya stabil pada 5-10ºC untuk menghindari perkembangbiakan bakteri, hingga tiba di laboratorium.

Isolasi dan identifikasi S. aureus
            Pemeriksaan bakteriologis sampel susu positif CMT yang dilakukan adalah isolasi dan identifikasi S. aureus penyebab mastitis. Isolasi S. aureus sebagai penyebab penyakit meliputi penanaman sampel susu pada media Blood Agar (BA) dan MacConkey Agar (MCA) sebagai pembanding terhadap pertumbuhan bakteri Gram negatif, kemudian diinkubasikan 37ºC selama 24 jam guna mengetahui sifat, jenis dan tipe koloni yang tumbuh (Quinn et al. 2002).
             Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pemeriksaan dengan teknik preparat ulas inokulan bakteri dengan tujuan untuk memeriksa morfologi bakteri. Langkah kedua yang dilaksanakan adalah uji katalase. Uji ini  bertujuan mengetahui adanya enzim katalase pada bakteri, dengan  cara meneteskan isolat bakteri pada objek glass kemudian larutan enzim katalase diteteskan pada isolate tersebut. Apabila hasil uji ini positif (terbentuk gelembung udara), maka termasuk dalam bakteri  Staphylococcus sp. Sedangkan bakteri yang tidak membentuk gelembung udara adalah bakteri Streptococcos sp. Koloni stafilokokus yang didapatkan kemudian diidentifikasi dengan uji koagulasi dan dilanjutkan dengan uji fermentasi mannitol pada MSA dan deteksi produksi asetoin melalui uji VP (Voges-Proskauer).
Uji koagulasi dilakukan dengan menanam koloni stafilokokus ke dalam tabung yang telah berisi plasma darah kelinci, campur hingga rata dan inkubasikan selama 4 hingga 24 jam. Hasil koagulase positif S. aureus ditunjukkan dengan terbentuknya gumpalan, sedangkan disebut stafilokokus koagulase negatif (CNS) bila setelah 24 jam tidak terjadi penggumpalan (Cappucino & Sherman 2005).
            Uji fermentasi mannitol dilakukan dengan menanam koloni stafilokokus pada MSA (Manitol Salt Agar), kemudian diinkubasi 37ºC selama 24 jam, apabila bakteri dapat tumbuh dan terjadi fermentasi mannitol maka dapat membedakan antara Staphylococcus sp (agar akan berwarna kuning) yang pathogen dan non pathogen (agar akan berwarna merah). S. aureus dapat memfermentasi mannitol (Cappucino & Sherman 2005).       
            Uji VP dilakukan dengan menanam koloni stafilokokus pada VP medium dalam tabung dan diinkubasi 37ºC selama 48 jam. Pertumbuhan bakteri ditandai dengan warna media yang menjadi keruh, kemudian ditambahkan ke dalam tabung Barritt’s reagen, terdiri atas larutan KOH 40% dalam aquades steril dan α-naphtol 5% dalam ethanol, yang bertindak sebagai katalis. Larutan yang telah ditambah reagen kemudian dikocok perlahan tiap 3-5 menit dan amati adanya perubahan warna larutan dari kuning menjadi merah muda hingga merah tua yang menunjukkan adanya kandungan asetoin yang diproduksi oleh bakteri dalam larutan.

Pustaka
Bannerman DD, Wall RJ. 2005. A Novel Strategy for the Prevention of Staphylococcus aureus-Induced Mastitis in Dairy Cows. Information Systems for Biotechnology News Report. USA: Virginia Tech University.
Bello CSS, Qahtani A. 2005. Pitfalls in the Routine Diagnosis of Staphylococcus aureus. African Journal of Biotechnology. 4 (1): 83 - 86.
Cappucino JG, Sherman N. 2005. Microbiology: A Laboratory Manual. 7th ed.  USA: Pearson Education Inc.
Sari, R. W. 2003. Pengaruh Pemberian Gerusan Daun Sirih Hitam, Gerusan Daun Sirih Jawa dan Oksitetrasiklin Secara Topikal Terhadap Lama dan Waktu Kesembuhan Luka Infeksi Staphylococcus aureus pada Tikus Putih. [Skripsi]. Surabaya : FKH Universitas Airlangga.
Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJ, Leonard FC. 2002. Veterinary       Microbiology and Microbial Disease. USA : Blackwell Publishing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar