Halooooo jumpa lagiiii.....
Finally, akhirnya gw bener2 beres koas di Patology..... \^,^/
saat ini gw udah pindah bagian ke LABORATORIUM DIAGNOSTIK :)
jadi di lab ini dibagi menjadi bagian virologi & bakteriologi sama parasit yang meliputi endoparasit & ektoparasit.
ini udah hari kedua dan belum mulai kegiatan sih, jd masih review2 ulang materi-materi s1.
kemarin udah ketemu sama dosen pembimbing virologi, dan kami akhirnya dikasi tugas nih disuruh bikin rencana kegiatan selama koas dibagian ini, padahal jujur aja sebenarnya kami ini kehilangan arah..huhuhuhu T.T jadi pkoknya disuruh bikin dari anamnesa, pengambilan sampel, dan identifikasinyaaa :|
tapi yawda,, karna kami sangat bersemangat (cieee...hahaha) akhirnya kami inisiatif membagi tugas sehingga tiap orang bisa beda-beda temanya, dan gw kebagian ttg bakteri mastitis, and akhirnya gw fokusin ke s. aureus.
jadii,,inilah tugas gw :D check this out!!
Pendahuluan
Salah satu penyebab utama mastitis pada sapi
perah adalah Staphylococcus aureus (S. aureus). Mastitis yang
disebabkan oleh S. aureus dapat terjadi secara klinis namun seringkali
terjadi secara subklinis dan menahun (Bannerman & Wall 2005).
Identifikasi untuk membedakan antara S.
aureus dengan stafilokokus lainnya merupakan faktor utama sebagai salah
satu langkah dalam penanganan kasus mastitis, dimana cara yang dilakukan
sebagian besar masih bergantung atas dasar kriteria fenotipik yang tampak,
antara lain meliputi morfologi pertumbuhan koloni, uji katalase untuk
membedakan dari streptokokus, adanya produksi enzim koagulase serta adanya
fermentasi mannitol pada Mannitol Salt Agar (MSA) (Cappucino &
Sherman 2005).
Faktor patogenitas S. aureus berhubungan
dengan adanya produksi enzim koagulase, yang membedakan S. aureus dari
stafilokokus lainnya, selain itu S. aureus dibedakan dengan adanya
fermentasi mannitol pada MSA (Sari 2003). S. aureus juga dapat diisolasi
dengan media selektif seperti Baird Parker Agar, lipase salt mannitol
agar, DNAse Test (Bello & Qahtani 2004). Penggunaan MSA juga
tidak dapat digunakan secara mutlak untuk membedakan S. aureus dengan
stafilokokus spesies lainnya sebab S. intermedius juga memfermentasi
mannitol pada MSA meski dengan reaksi yang lambat (delayed reaction). Menurut
Quinn et al. (2002) S. aureus juga
dapat dibedakan dengan adanya produksi asetoin yang dapat diketahui melalui uji
Voges-Proskauer (VP).
Produksi asetoin dari glukosa merupakan
alternatif ciri khas yang sangat berguna untuk membedakan S. aureus dari
spesies stafilokokus koagulase positif yang lain seperti S. intermedius serta
beberapa strains koagulase positif S. hycus, selain itu juga bersifat
lebih ekonomis bila dibandingkan dengan penggunaan media selektif. Identifikasi
S. aureus dengan menggunakan metode yang mudah, cepat, ekonomis dan
dapat dipercaya menjadi sangat penting untuk membatasi penyebaran penyakit
mastitis.
Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel susu diawali dengan
melakukan wawancara sejarah penyakit (anamnesa) serta pengamatan gejala klinis
yang tampak, kemudian dilakukan pemeriksaan California Mastitis Test (CMT)
dan sampel susu yang positif CMT akan diambil kemudian dilakukan pemeriksaan
bakteriologis. Pemeriksaan CMT hanya dilakukan pada kuartir yang menunjukkan
gejala klinis maupun subklinis yang ditandai dengan penurunan produksi dan mutu
susu berdasarkan informasi dari peternak atau pemerah.
Sampel susu diambil sebanyak ± 5 ml dari tiap
kuartir yang positif CMT dan langsung ditampung dalam tabung reaksi tertutup
kapas yang steril dan telah diberi label, kemudian disimpan dalam termos berisi
es, agar suhunya stabil pada 5-10ºC untuk menghindari perkembangbiakan bakteri, hingga
tiba di laboratorium.
Isolasi dan identifikasi S. aureus
Pemeriksaan
bakteriologis sampel susu positif CMT yang dilakukan adalah isolasi dan
identifikasi S. aureus penyebab mastitis. Isolasi S. aureus sebagai
penyebab penyakit meliputi penanaman sampel susu pada media Blood Agar (BA)
dan MacConkey Agar (MCA) sebagai pembanding terhadap pertumbuhan bakteri
Gram negatif, kemudian diinkubasikan 37ºC selama 24 jam guna mengetahui sifat,
jenis dan tipe koloni yang tumbuh (Quinn et al. 2002).
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan dengan teknik preparat ulas inokulan bakteri dengan tujuan untuk
memeriksa morfologi bakteri. Langkah
kedua yang dilaksanakan adalah uji katalase. Uji ini bertujuan mengetahui adanya enzim katalase
pada bakteri, dengan cara meneteskan
isolat bakteri pada objek glass kemudian larutan enzim katalase diteteskan pada
isolate tersebut. Apabila hasil uji ini positif (terbentuk gelembung udara),
maka termasuk dalam bakteri Staphylococcus sp. Sedangkan bakteri
yang tidak membentuk gelembung udara adalah bakteri Streptococcos sp. Koloni stafilokokus yang didapatkan kemudian
diidentifikasi dengan uji koagulasi
dan dilanjutkan dengan uji fermentasi
mannitol pada MSA dan deteksi produksi asetoin melalui uji VP (Voges-Proskauer).
Uji
koagulasi dilakukan dengan
menanam koloni stafilokokus ke dalam tabung yang telah berisi plasma darah
kelinci, campur hingga rata dan inkubasikan selama 4 hingga 24 jam. Hasil
koagulase positif S. aureus ditunjukkan dengan terbentuknya gumpalan,
sedangkan disebut stafilokokus koagulase negatif (CNS) bila setelah 24 jam
tidak terjadi penggumpalan (Cappucino &
Sherman 2005).
Uji fermentasi mannitol dilakukan
dengan menanam koloni stafilokokus pada MSA (Manitol Salt Agar), kemudian diinkubasi 37ºC selama 24
jam, apabila bakteri dapat tumbuh dan terjadi fermentasi mannitol maka dapat
membedakan antara Staphylococcus sp
(agar akan berwarna kuning) yang pathogen dan non pathogen (agar akan berwarna
merah). S. aureus dapat memfermentasi mannitol (Cappucino & Sherman 2005).
Uji VP dilakukan dengan menanam koloni
stafilokokus pada VP medium dalam tabung dan diinkubasi 37ºC selama 48
jam. Pertumbuhan bakteri ditandai dengan warna media yang menjadi keruh,
kemudian ditambahkan ke dalam tabung Barritt’s reagen, terdiri atas
larutan KOH 40% dalam aquades steril dan α-naphtol 5% dalam ethanol,
yang bertindak sebagai katalis. Larutan yang telah ditambah reagen kemudian
dikocok perlahan tiap 3-5 menit dan amati adanya perubahan warna larutan dari
kuning menjadi merah muda hingga merah tua yang menunjukkan adanya kandungan
asetoin yang diproduksi oleh bakteri dalam larutan.
Pustaka
Bannerman DD, Wall RJ. 2005. A Novel Strategy for the Prevention of Staphylococcus aureus-Induced Mastitis in
Dairy Cows. Information Systems for
Biotechnology News Report. USA: Virginia Tech University.
Bello CSS, Qahtani A. 2005. Pitfalls in the
Routine Diagnosis of Staphylococcus aureus.
African Journal of Biotechnology. 4
(1): 83 - 86.
Cappucino JG, Sherman N. 2005. Microbiology: A Laboratory Manual. 7th ed. USA: Pearson Education Inc.
Sari, R. W. 2003. Pengaruh Pemberian Gerusan
Daun Sirih Hitam, Gerusan Daun Sirih
Jawa dan Oksitetrasiklin Secara Topikal Terhadap Lama dan Waktu Kesembuhan Luka Infeksi Staphylococcus aureus
pada Tikus Putih. [Skripsi]. Surabaya :
FKH Universitas Airlangga.
Quinn
PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJ, Leonard FC. 2002. Veterinary Microbiology and
Microbial Disease. USA : Blackwell Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar