Happy Sunday Guysss :)
fuhh,,akhirnya kelar jg nih tugas dr dosen.. kemarin pas jumat kan ada diskusi post ujian nekropsi bedah...nah..ternyata diskusi itu tdk berjalan lancar jdnya dikasi tugas tambahan deh hehe...
sbenarnya sih kasus pas ujian itu adalah nekropsi seekor burung beo african grey yg mana terdapat lesio enteritis kataralis sama degenerasi hati,,,tp pas diskusi lari kemana2 hahahaa.....
nah, biar bermanfaat,,aku share dehh tugas yg dikasi dosenku itu ^^
check it out..!! ^^
1.
Jelaskan hubungan kondisi enteritis kataralis menyebabkan fatty liver acid.
Hati
merupakan organ yang sangat penting dalam tubuh dan berfungsi dalam membantu pengaturan
proses homeostatis dalam tubuh (Hayes 2007). Fungsi hati dalam metabolisme
lipid adalah untuk (1) memecah asam lemak menjadi menjadi senyawa kecil yang
dapat digunakan sebagai energi, (2) mensintesis trigliserida terutama dari
karbohidrat, dan (3) mensintesis lipid lain dari asam lemak (Guyton & Hall
2007).
Lemak
secara normal ditransportasikan ke hati dari jaringan adipose dan traktus
gastrointestinal dalam bentuk free fatty acid
atau chylomicrons. Dalam hepatosit, free fatty acid akan mengalami proses
esterifikasi menjadi trigliserida yang berkompleks dengan apoprotein membentuk
LDL, kemudian diedarkan dalam plasma sebagai sumber energi bagi berbagai
jaringan tubuh. Degenerasi lemak merupakan perubahan morfologi dan penurunan
fungsi organ hati yang disebabkan oleh akumulasi lemak dalam hepatosit.
Degenerasi lemak pada hati menunjukkan bahwa di dalam tubuh terdapat
ketidakseimbangan proses metabolisme sehingga mempengaruhi kadar lemak sel.
Akumulasi lemak ke dalam sel hati biasanya terjadi bila terlalu banyak asupan
asam lemak bebas ke dalam sel hati dan adanya peningkatan mobilisasi lemak dari
jaringan adiposa. Degenerasi lemak dapat disebabkan oleh defisiensi nutrisi
sehingga dapat menjadi pemicu lemak tidak mampu untuk diekspor keluar hepatosit
(Cheville 2006, Jones et al. 2006)
Bila tubuh
kekurangan sumber energi terutama dari karbohidrat, maka hampir semua energi
tubuh berasal dari metabolisme lemak. Tidak tersedianya karbohidrat akan
meningkatkan kecepatan pengeluaran asam lemak dari jaringan adipose ditambah
dengan beberapa faktor hormonal sehingga asam lemak akan tersedia dalam jumlah
sangat besar dalam sel hati. Kelebihan lemak dalam hati disebut hepatic
lipidosis atau fatty liver terjadi saat kecepatan akumulasi triliserida dalam
hepatosit melebihi kecepatan degradasi metaboliknya. Fatty liver jelas bukan
merupakan penyakit spesifik, tapi dapat terjadi sebagai kelanjutan dari
berbagai gangguan metabolisme lipid normal.
Menurut Maclachan dan Cullen (2007),
mekanisme yang berpotensi menyebabkan penumpukan lemak dihati, termasuk:
1.
Kelebihan masukan asam lemak ke dalam hati yang biasanya terjadi sebagai
konsekuensi adanya peningkatan asupan lemak atau pada kondisi peningkatan
mobilitasi trigliserida dari jaringan adipose karena meningkatnya permintaan
contohnya pada kejadian kelaparan.
2. Peningkatan esterifikasi dari fatty acid menjadi trigliserida.
Pada
kejadian enteritis kataralis, terjadi gangguan dalam penyerapan makanan
(malabsorbsi) sehingga tubuh secara sistemik akan mengalami defisiensi nutrisi
dan kekurangan sumber energi untuk melakukan proses-proses metabolisme. Keadaan
kekurangan sumber energi tubuh dari makanan mengakibatkan terjadinya kelaparan.
Sehingga dalam kondisi ini akan terjadi peningkatan mobilitasi trigliserida
dari jaringan adipose dan berakibat pada terjadinya kelebihan lemak dalam hati
yang disebut fatty liver.
2.
Sebutkan dan jelaskan penggolongan dari E.coli serta lesio-lesionya
Galur E. coli yang
menyerang manusia diklasifikasikan ke dalam enam grup yaitu enteropathogenic
E. coli (EPEC), enterotoxigenic
E. coli (ETEC), enterohemorrhagic
E. coli (EHEC), enteroinvasive
E. coli (EIEC), diffuse-adhering
E. coli (DAEC), dan enteroaggregative
E. coli (EAEC) (Duffy 2006;
Manning 2010).
a. E. Coli Enteropatogenik (EPEC)
Penyebab penting diare pada bayi,
khususnya di negara berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa yang kecil. Faktor
yang diperantarai secara kromosom menimbulkan pelekatan yang kuat. Akibat dari
infeksi EPEC adalah diare cair yang biasanya sembuh sendiri tetapi dapat juga
kronik. Seperti ETEC, EPEC juga menyebabkan diare tetapi mekanisme molekular
dari kolonisasi dan etiologinya berbeda.
b. E. Coli Enterotoksigenik (ETEC)
Penyebab yang sering dari “traveler diarrhea” dan menyebabkan diare
pada bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik
menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Beberapa strain ETEC
menghasilkan eksotosin tidak tahan panas. Diare tanpa disertai demam terjadi pada manusia, babi, domba, kambing,
kuda, anjing, dan sapi. ETEC menggunakan fimbrial adhesi (penonjolan dari
dinding sel bakteri) untuk mengikat sel – sel enterocit di usus halus. c. E. Coli Enterohemoragik (EHEC)
Menghasilkan verotoksin, dinamai
sesuai efek sitotoksinya pada sel Vero, suatu sel hijau dari monyet hijau Afrika.
Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenic dari toksin. EHEC berhubungan dengan
holitis hemoragik, bentuk diare yang berat dan dengan sindroma uremia
hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginja akut, anemia hemolitik
mikroangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus EHEC dapat dicegah dengan
memasak daging sampai matang. Diare ini ditemukan pada manusia, sapi, dan
kambing.
d. E. Coli Enteroinvansif
(EIEC)
Menyebabkan penyakit yang sangat
mirip dengan shigellosis. Penyakit sering terjadi pada anak – anak di negara berkembang
dan para wisatawan yang menuju ke negara tersebut. EIEC melakukan fermentasi
laktosa dengan lambat dan tidak bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya
ke sel epitel mukosa usus. Diare ini ditemukan hanya pada manusia.
e. E.
Coli Enteroagregatif (EAEC)
Menyebabkan diare akut dan kronik
pada masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya
pada sel manusia. EAEC memproduksi hemolisin dan ST enterotoksin yang sama
dengan ETEC.
f. E. coli Diffuse-Adhering (DAEC)
Nama
ini diberi berdasarkan ciri khas pola perekatan bakteri ini dengan sel-sel
HEP-2 dalam kultur jaringan. DAEC adalah kategori E. coli penyebab diare yang paling sedikit
diketahui sifat-sifatnya. Namun demikian data dari berbagai penelitian
epidemiologi di lapangan terhadap diare pada anak-anak di negara-negara
berkembang menemukan DAEC sebagai penyebab diare yang umum ditemukan
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Bukti-bukti awal menunjukkan bahwa DAEC
lebih patogenik pada anak prasekolah dibandingkan dengan pada bayi dan anak di
bawah tiga tahun (Batita).
DAFTAR PUSTAKA
Cheville NF. 2006. Introduction
to Veterinary Pathology. 3rd ed. United States of America : Iowa State University Press.
Collier, L. 1998. Microbiology
and Microbial Infections, Ed. 9. New York : Oxford University Press, Inc.
Duffy G. 2006.
Emerging Pathogenic E. coli. Dalam Motarjemi Y, Adams M, editor. Emerging Foodborne Pathogens. New York: CRC Pr.
Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Hayes MA. 2007. Pathophysiology
of The Liver. USA : Saunder Company
Jawetz, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20.
Jakarta : EGC
Jones, Thomas C, Ronald DH,
Norval WK. 2006. Veterinary Pathology. Edisi ke-6. USA : Blackwell Publishing.
Maclachan NJ, Cullen JM. (2007).
Liver, Biliary System, and Exocrine Pancreas. Di dalam: Carlton WW, McGavin MD. Special
Veterinary Pathology. Ed ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier.
Manning DS.
2010. Eschericia coli Infection. New York: Chelsea House Pub
Tidak ada komentar:
Posting Komentar