Minggu, 12 Mei 2013

Finish on pathology :) :D

Happy Sunday Guysss :)

fuhh,,akhirnya kelar jg nih tugas dr dosen.. kemarin pas jumat kan ada diskusi post ujian nekropsi bedah...nah..ternyata diskusi itu tdk berjalan lancar jdnya dikasi tugas tambahan deh hehe...

sbenarnya sih kasus pas ujian itu adalah nekropsi seekor burung beo african grey yg mana terdapat lesio enteritis kataralis sama degenerasi hati,,,tp pas diskusi lari kemana2 hahahaa.....

nah, biar bermanfaat,,aku share dehh tugas yg dikasi dosenku itu ^^

check it out..!! ^^




1. Jelaskan hubungan kondisi enteritis kataralis menyebabkan fatty liver acid.
            Hati merupakan organ yang sangat penting dalam tubuh dan berfungsi dalam membantu pengaturan proses homeostatis dalam tubuh (Hayes 2007). Fungsi hati dalam metabolisme lipid adalah untuk (1) memecah asam lemak menjadi menjadi senyawa kecil yang dapat digunakan sebagai energi, (2) mensintesis trigliserida terutama dari karbohidrat, dan (3) mensintesis lipid lain dari asam lemak (Guyton & Hall 2007).
            Lemak secara normal ditransportasikan ke hati dari jaringan adipose dan traktus gastrointestinal dalam bentuk free fatty acid atau chylomicrons. Dalam hepatosit, free fatty acid akan mengalami proses esterifikasi menjadi trigliserida yang berkompleks dengan apoprotein membentuk LDL, kemudian diedarkan dalam plasma sebagai sumber energi bagi berbagai jaringan tubuh. Degenerasi lemak merupakan perubahan morfologi dan penurunan fungsi organ hati yang disebabkan oleh akumulasi lemak dalam hepatosit. Degenerasi lemak pada hati menunjukkan bahwa di dalam tubuh terdapat ketidakseimbangan proses metabolisme sehingga mempengaruhi kadar lemak sel. Akumulasi lemak ke dalam sel hati biasanya terjadi bila terlalu banyak asupan asam lemak bebas ke dalam sel hati dan adanya peningkatan mobilisasi lemak dari jaringan adiposa. Degenerasi lemak dapat disebabkan oleh defisiensi nutrisi sehingga dapat menjadi pemicu lemak tidak mampu untuk diekspor keluar hepatosit (Cheville 2006, Jones et al. 2006)
            Bila tubuh kekurangan sumber energi terutama dari karbohidrat, maka hampir semua energi tubuh berasal dari metabolisme lemak. Tidak tersedianya karbohidrat akan meningkatkan kecepatan pengeluaran asam lemak dari jaringan adipose ditambah dengan beberapa faktor hormonal sehingga asam lemak akan tersedia dalam jumlah sangat besar dalam sel hati. Kelebihan lemak dalam hati disebut hepatic lipidosis atau fatty liver terjadi saat kecepatan akumulasi triliserida dalam hepatosit melebihi kecepatan degradasi metaboliknya. Fatty liver  jelas bukan merupakan penyakit spesifik, tapi dapat terjadi sebagai kelanjutan dari berbagai gangguan metabolisme lipid normal.
            Menurut Maclachan dan Cullen (2007), mekanisme yang berpotensi menyebabkan penumpukan lemak dihati, termasuk:
1. Kelebihan masukan asam lemak ke dalam hati yang biasanya terjadi sebagai konsekuensi adanya peningkatan asupan lemak atau pada kondisi peningkatan mobilitasi trigliserida dari jaringan adipose karena meningkatnya permintaan contohnya pada kejadian kelaparan.
2. Peningkatan esterifikasi dari fatty acid menjadi trigliserida.
            Pada kejadian enteritis kataralis, terjadi gangguan dalam penyerapan makanan (malabsorbsi) sehingga tubuh secara sistemik akan mengalami defisiensi nutrisi dan kekurangan sumber energi untuk melakukan proses-proses metabolisme. Keadaan kekurangan sumber energi tubuh dari makanan mengakibatkan terjadinya kelaparan. Sehingga dalam kondisi ini akan terjadi peningkatan mobilitasi trigliserida dari jaringan adipose dan berakibat pada terjadinya kelebihan lemak dalam hati yang disebut fatty liver.

2. Sebutkan dan jelaskan penggolongan dari E.coli serta lesio-lesionya
            Galur E. coli yang menyerang manusia diklasifikasikan ke dalam enam grup yaitu enteropathogenic E. coli (EPEC), enterotoxigenic E. coli (ETEC), enterohemorrhagic E. coli (EHEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), diffuse-adhering E. coli (DAEC), dan enteroaggregative E. coli (EAEC) (Duffy 2006; Manning 2010).

a. E. Coli Enteropatogenik (EPEC)
            Penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa yang kecil. Faktor yang diperantarai secara kromosom menimbulkan pelekatan yang kuat. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair yang biasanya sembuh sendiri tetapi dapat juga kronik. Seperti ETEC, EPEC juga menyebabkan diare tetapi mekanisme molekular dari kolonisasi dan etiologinya berbeda.
b. E. Coli Enterotoksigenik (ETEC)
            Penyebab yang sering dari “traveler diarrhea” dan menyebabkan diare pada bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Beberapa strain ETEC menghasilkan eksotosin tidak tahan panas. Diare tanpa disertai demam  terjadi pada manusia, babi, domba, kambing, kuda, anjing, dan sapi. ETEC menggunakan fimbrial adhesi (penonjolan dari dinding sel bakteri) untuk mengikat sel – sel enterocit di usus halus. c. E. Coli Enterohemoragik (EHEC)
            Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksinya pada sel Vero, suatu sel hijau dari monyet hijau Afrika. Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenic dari toksin. EHEC berhubungan dengan holitis hemoragik, bentuk diare yang berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginja akut, anemia hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus EHEC dapat dicegah dengan memasak daging sampai matang. Diare ini ditemukan pada manusia, sapi, dan kambing.
d. E. Coli Enteroinvansif (EIEC)
            Menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigellosis. Penyakit sering terjadi pada anak – anak di negara berkembang dan para wisatawan yang menuju ke negara tersebut. EIEC melakukan fermentasi laktosa dengan lambat dan tidak bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus. Diare ini ditemukan hanya pada manusia.
e. E. Coli Enteroagregatif (EAEC)
            Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. EAEC memproduksi hemolisin dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC.
f. E. coli Diffuse-Adhering (DAEC)
            Nama ini diberi berdasarkan ciri khas pola perekatan bakteri ini dengan sel-sel HEP-2 dalam kultur jaringan. DAEC adalah kategori E. coli penyebab diare yang paling sedikit diketahui sifat-sifatnya. Namun demikian data dari berbagai penelitian epidemiologi di lapangan terhadap diare pada anak-anak di negara-negara berkembang menemukan DAEC sebagai penyebab diare yang umum ditemukan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Bukti-bukti awal menunjukkan bahwa DAEC lebih patogenik pada anak prasekolah dibandingkan dengan pada bayi dan anak di bawah tiga tahun (Batita).
DAFTAR PUSTAKA
Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. 3rd ed. United States of   America : Iowa State University Press.
Collier, L. 1998.  Microbiology and Microbial Infections, Ed. 9. New York : Oxford University Press, Inc.
Duffy G. 2006. Emerging Pathogenic E. coli. Dalam Motarjemi Y, Adams M, editor.          Emerging Foodborne Pathogens. New York: CRC Pr.
Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Hayes MA. 2007. Pathophysiology of The Liver. USA : Saunder Company
Jawetz, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta : EGC
Jones, Thomas C, Ronald DH, Norval WK. 2006. Veterinary Pathology. Edisi ke-6.           USA : Blackwell Publishing.
Maclachan NJ, Cullen JM. (2007). Liver, Biliary System, and Exocrine Pancreas. Di        dalam: Carlton  WW, McGavin MD. Special Veterinary Pathology.  Ed ke-4.        Philadelphia: Mosby Elsevier.
Manning DS. 2010. Eschericia coli Infection. New York: Chelsea House Pub

Tidak ada komentar:

Posting Komentar