PENDAHULUAN
Latar Belakang
Amputasi merupakan
suatu tindakan
bedah yang
dilakukan untuk memisahkan
sebagian atau seluruh bagian tubuh/ekstremitas (Fossum et. al 2002). Amputasi berasal dari kata ”amputere”
yang mempunyai arti kata pancung. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam
kondisi pilihan terakhir ketika terjadi masalah pada suatu bagian tubuh yang sudah tidak mungkin dapat diperbaiki
dengan menggunakan teknik lain.
Ada beberapa
alasan yang menyebabkan amputasi perlu dilakukan. Penyebab yang paling umum
adalah karena sirkulasi yang buruk dimana terjadi kerusakan pada pembuluh darah
(arteri) yang dikenal peripheral arterial
disease sehingga tidak ada aliran darah yang menyuplai suatu jaringan
akibatnya jaringan tersebut akan mati (Chatterjee 2012). Penyebab lainnya
antara lain karena luka yang parah (karena kecelakaan), tumor/kanker, kelainan
bentuk karena congenital atau dapatan yang tidak bisa diperbaiki lagi, serta
infeksi serius dimana tidak terjadi persembuhan dengan treatmen lain (Gardiner
& Harari 2012).
Hewan yang
dioperasi pada kasus ini memiliki suatu
kelainan pada os carpal sinistra. Kondisi demikian menyebabkan terjadinya
deformitas atau perubahan bentuk pada os carpal-metacarpal sehingga
mengakibatkan gangguan dalam berjalan (pincang tumpu). Diperkirakan deformitas pada os carpal ini sudah terjadi sejak lama
sehingga telah terbentuk calus dan tidak terdapat rasa sakit pada bagian yang
mengalami deformitas. Kondisi demikian sudah tidak dapat diperbaiki lagi dan
dikhawatirkan justru akan semakin parah karena terjadi perlukaan akibat gesekan
yang terjadi. Oleh karena itu, operasi amputasi limb sinistra pada
kucing ini perlu dilakukan untuk mencegah kemungkinan semakin
parahnya kondisi pada kaki kucing.
Tujuan
Tujuan dari operasi amputasi pada kaki kiri kucing ini adalah untuk memperbaiki kondisi pasien
(kucing) serta diharapkan dapat menjadi media pembelajaran dan melatih calon dokter hewan dalam mendiagnosa
penyakit, menentukan terapi yang tepat, dan melaksanakan prosedur operasi yang benar sehingga bermanfaat bagi pasien.
MATERIAL DAN METODE
A. Alat dan Bahan
Praktikum
Alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah satu set peralatan bedah minor (4 towel clamp, 1 gagang skalpel, 1 blade, 2 gunting tumpul lurus, 1 gunting
tumpul bengkok, 1 pinset anatomis, 1 pinset sirorgis, 4 tang arteri anatomis lurus,
1 tang arteri anatomis bengkok, 1
buah
tang arteri sirurgis lurus, 1 tang arteri sirorgis bengkok, 1 needle holder), 2
set perlengkapan bedah untuk operator dan asisten operator (penutup kepala,
masker, sikat, baju bedah, sarung tangan), jarum bulat dan segitiga nomor
11-13, benang catgut chromic 3/0 dan silk braided 3/0, lap, tampon, alat
pencukur rambut, silet, kain penutup/duk, stetoskop, termometer, perban, plester,
spoit, sumbu kompor, iv cateter, selang infus, meja operasi, dan lampu operasi.
Bahan-bahan
yang digunakan adalah atropin sulfas 0,25 mg/mL, ketamin 100 mg/mL, xylazin 20
mg/mL, lidocain 2%, efinefrin, iodium
tingtur 3%, alkohol 70%, larutan NaCl fisiologis, penisilin cair,
oksitetrasiklin 50 mg/mL, amoxicillin sirup 25 mg/mL, salep mata, dan perubalsem.
B.
Metode kerja
Pre
operasi
1. Persiapan peralatan operasi
Peralatan
operasi yang digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu. Satu set peralatan
bedah minor dipersiapkan, yaitu 4 towel
clamp, 1 gagang skalpel, 1 blade,
2 gunting tumpul lurus, 1 gunting tumpul bengkok, 1 pinset anatomis, 1 pinset
sirurgis, 4 tang arteri anatomis lurus, 1 tang arteri anatomis bengkok, buah
tang arteri sirurgis lurus, 1 tang arteri sirurgis bengkok, 1 needle holder.
Peralatan-peralatan
tersebut dicuci bersih terlebih dahulu dan dikeringkan. Lalu ditata dalam wadah mulai dari towel clamp, skalpel, pinset anatomis,
pinset sirurgis, gunting, tang arteri anatomis, tang arteri sirurgis, dan needle
holder. Kemudian wadah tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain. Pertama, kain
lapis ke 1 dibentangkan dan wadah diposisikan di tengah kain dengan posisi
sejajar. Sisi kain terdekat dengan tubuh dilipat hingga menutupi wadah dan
ujung lainnya yang berseberangan dilipat mendekati tubuh kemudian sisi kanan
dilipat dan dilanjutkan dengan sisi kiri. Kain lapis ke 2 dibentangkan dan wadah
yang terbungkus kain pertama diletakkan di tengah kain kedua dengan posisi
diagonal. Ujung kain yang dekat dengan tubuh dilipat hingga menutupi wadah,
sisi kanan dilipat dan dilanjutkan dengan sisi kiri. Ujung yang jauh dari tubuh
dilipat mendekati tubuh dan diselipkan di penutup wadah. Peralatan yang
terbungkus rapi kemudian dimasukkan ke dalam oven sterilisasi. Disterilisasi dengan suhu 121oC
selama 30 menit.
Pembukaan
bungkusan yang sudah steril harus dilakukan dengan aseptis dan benar. Bungkusan
terluar dibuka di belakang meja operasi, lalu kemasan diletakkan di meja. Lipatan ditarik ke arah
tubuh pembuka, kemudian dilanjutkan dengan menarik ujung-ujung lipatan lainnya.
Bungkusan diserahkan kepada tim steril dan diletakkan di meja steril/meja alat.
Pembukaan oleh tim
steril juga dengan menarik lipatan ke arah tubuh, diikuti ujung lainnya dan
diletakkan di atas meja steril (Fossum et
al. 2002).
2. Persiapan obat-obatan
·
Desinfektan : alkohol
70%, Iodium tincture 3%
·
Premedikasi : Atropin
sulfat (0,025 mg/kg BB sc)
·
Sedativa : Xylazin (2
mg/kg BB im)
·
Anaesthetikum : Ketamin
(10 mg/kg BB im)
·
Efinefrin
·
Antibiotika : penisilin,
oksitetrasiklin, amoxicillin
3. Persiapan perlengkapan operator
dan asisten
Perlengkapan
yang disiapkan yaitu tutup kepala,
masker, sikat tangan (2 buah per orang), handuk kecil, baju operasi, dan sarung
tangan. Perlengkapan tersebut disterilisasi dengan cara yang benar. Baju operasi dilipat
hingga bagian yang bersinggungan dengan pasien berada didalam. Duk dilipat hingga
bagian yang bersinggungan langsung dengan permukaan duk dilipat ke dalam.
Perlengkapan tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain seperti membungkus
peralatan, dengan urutan dari bawah: sarung tangan (dibungkus kertas/plastik),
baju operasi, handuk, 2 sikat bersih, masker, dan
tutup kepala. Kemudian dimasukkan ke oven dengan suhu 100oC selama 1
jam.
Perlengkapan
yang telah steril kemudian dibuka dengan cara yang sama dengan membuka
peralatan. Pertama-tama operator menggunakan tutup kepala, rambut tidak boleh
menjuntai karena merupakan sumber kontaminan. Kemudian masker dipakai. Operator
lalu mencuci tangan dengan cara kedua tangan dibasahi, lalu disikat dan dicuci
dengan sabun. Pencucian dilakukan dari ujung jari sampai ke bagian siku selama
kurang lebih 5 menit, karena waktu
tersebut merupakan lama waktu kontak yang efektif antara sabun dan kulit untuk
membunuh mikroba yang menempel dipermukaan kulit (Jacqueline et al. 2005). Tangan kemudian dibilas dengan air mengalir sebanyak
10-15 kali. Pembilasan dimulai
dari ujung jari sampai siku, keran lalu ditutup dengan menggunakan siku. Tangan
operator lalu dikeringkan dengan handuk. Masing-masing sisi handuk untuk satu sisi tangan. Operator
memakai baju operasi, tangan operator dimasukkan dalam baju yang masih
terlipat, kemudian dengan dibantu asisten 1, baju operasi dikancingkan lalu
operator memakai sarung tangan dengan tidak boleh
menyentuh
bagian yang berhubungan langsung dengan pasien agar tidak terjadi kontaminasi (Fossum et al. 2002).
4. Tim bedah
·
Operator :
pelaksana operasi
·
Asisten 1 :
bekerja langsung membantu
operator
·
Asisten 2 : persiapan hewan, monitoring pembiusan (detak jantung,
frekuensi nafas, dan suhu tubuh), maintenance
pembiusan, dan menjaga kebersihan di sekitar meja operasi.
·
Asisten 3 : menyiapkan obat-obatan dan
dokumentasi
5. Persiapan hewan
Sebelum operasi dimulai, hewan yang akan di operasi
wajib untuk dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi
pemeriksaan suhu, frekuensi nafas, frekuensi nadi, dan denyut jantung.
Penimbangan berat badan juga dilakukan untuk mengetahui kondisi gizi dan untuk menghitung jumlah
obat bius yang dibutuhkan. Keadaan umum seperti temperamen, sikap tegak hewan,
kondisi rambut, kulit, mukosa, dan limfonodus juga diperiksa untuk melengkapi
data. Fossum et al. (2002) menyatakan bahwa hewan
yang akan dioperasi harus dipuasakan
terlebih dahulu 10-12 jam sebelum operasi
agar efek samping akibat obat bius dapat diminimalisir.
Pembiusan
hewan diawali dengan pre-medikasi yaitu atropin sulfat sebanyak 0,3 mL (sc). Selanjutnya setelah 15 menit diberikan sedativa
xylazin
sebanyak 0,3
mL (im) dan dilanjutkan
dengan anaesthesi umum ketamin sebanyak 0,3 mL (im). Kemudian
dilakukan pencukuran rambut pada bagian yang akan dioperasi
yaitu di sekitar scapula dan os
humerus. Daerah tersebut
harus bersih dari kotoran dan rambut. Hewan yang telah siap kemudian dibawa ke meja operasi.
Hewan lalu dibaringkan dengan posisi ventrodorsal dengan ketiga kaki selain kaki depan kiri lalu diikat ke meja operasi dengan
sumbu kompor (simpul tomful). Lalu daerah yang akan dioperasi terlebih dahulu didisinfeksi dengan alkohol 70% dan Iodium tincture 3%.
Data pre-operasi
· Pre medikasi (atropin) :
pukul 10.15
· Induksi bius (ketamin & xylazin) : pukul 10.20
· Onset bius :
pukul 10.35
Operasi
Untuk memulai amputasi pada kaki
kiri kucing, dimulai dengan melakukan sayatan pada kulit yakni mulai dari ⅓
proximal os humerus kemudian disayat mengelilingi os humerus sampai ke bagian
medial.
Setelah menyayat kulit, dilanjutkan
dengan menyayat sepanjang tepi cranial spina scapula untuk memotong
m.omotransversarius dan bagian cervical dari m. trapezius. Lalu m.rhomboideus
dicari untuk dipotong dari perlekatannya pada batas dorsal scapula. Setelah m.
rhomboideus dipotong, lalu dilakukan retraksi ke arah lateral sehingga
permukaan medial terlihat. Selanjutkan a. axilaris dan v. axilary di preparer
menggunakan towel clamp/jahitan, selain itu plexus brachialis juga dipreparir
dan dipotong. Kemudian dicari perlekatan dari m. latissimus dorsi di daeral
humerul lalu dipisahkan dari insersionya. Kemudian m.brachicephalicus dan m.
pectoralis dipotong dari perlekatannya lalu tarik forelimb. Selanjutnya pada daerah yang dipotong diberikan antibotik
(penisilin) sebelum kemudian dijahit. Penjahitan pertama dilakukan pada otot
dengan jahitan sederhana menggunakan jarum bulat dan benang catgut chrome ukuran 3/0. Kemudian
jahitan tersebut ditetesi penisilin. Selanjutnya dilakukan penjahitan kulit
dengan jarum segitiga dan benang silk
3/0. Setelah kulit dijahit, diberikan antibiotik tabur kemudian jahitan
ditutup dengan perban. Selama operasi, dilakukan
monitoring terhadap kondisi pasien setiap 15 menit yang meliputi monitoring suhu, frekuensi nafas,
frekuensi jantung,
dan mukosa (Fossum et al. 2002). Ketika kondisi hewan sudah mulai sadar, maka hewan
harus diberikan maintanance obat bius kembali dengan dosis yang dikurangi,
yakni menjadi setengah dosis dari jumlah dosis awal.
Data operasi
· Waktu mulai : pukul
10.30
· Waktu berakhir : pukul
14.05
· Durasi operasi : 2
jam 35
menit
· Maintenance bius : 2 kali, masing-masing setengah dosis awal
Post Operasi
Selama post operasi dilakukan
monitoring terhadap kondisi fisiologis
hewan yang meliputi suhu tubuh, frekuensi nafas, frekuensi jantung,
nafsu makan
dan minum, defekasi, dan urinasi selama 5 hari. Pemberian antibiotik dilakukan secara peroral sehari 2
kali dengan dosis yang sudah ditentukan. Kondisi jahitan diperiksa dua hari
sekali sekaligus dilakukan penggantian perban. Hal ini untuk memastikan kondisi jahitan sudah mengering atau belum.
Perhitungan Dosis
Perhitungan jumlah sediaan yang digunakan terhadap
bobot badan dihitung dengan
rumus :
Jumlah penggunaan sediaan (mL) = Bobot
badan x Dosis
Konsentrasi sediaan
Dosis
maintenance (mL) = ½ x jumlah penggunaan sediaan
|
Dosis sediaan :
1.
Atropin :
0,025
mg/kg BB (sc)
2.
Xylazin : 2 mg/kg BB (im)
3.
Ketamin :
10 mg/kg BB (im)
4.
Amoxicillin : 15 mg/kg BB (po)
5.
Oksitetrasiklin : 10 mg/kg BB (im)
Bobot badan
kucing : 3 kg
Perhitungan:
Atropin
Konsentrasi
sediaan yang digunakan = 0,25 mg/mL
Jumlah
penggunaan = 0,025 x 3 = 0,3 mL
(sc)
0,25
Xylazin
Konsentrasi
sediaan yang digunakan = 20 mg/mL
Jumlah
penggunaan = 2 x 3 = 0,3
mL (im)
20
Ketamin
Konsentrasi
sediaan yang digunakan = 100 mg/mL
Jumlah
penggunaan = 10 x 3 = 0,3
mL (im)
100
Amoxicillin
Konsentrasi
sediaan yang digunakan = 125 mg/5 mL = 25 mg/mL
Jumlah
penggunaan = 15 x 3 = 1.8 mL (po, 2 x sehari selama 5
hari)
25
Oksitetrasiklin
Konsentrasi
sediaan yang digunakan = 50 mg/mL
Jumlah
penggunaan = 10 x 3 = 0,6 mL (im)
50
HASIL
A. Pemeriksaan
Fisik Hewan
1.
Anamnesis :
Kucing ditemukan dijalan
dengan kondisi pincang tumpu pada kaki kiri depan. Setelah diamati ternyata
terdapat luka akibat gesekan pada kaki yang pincang tersebut. Tidak ada gangguan pada nafsu makan dan minum, serta
defekasi dan urinasi normal.
2.
Signalement hewan
Nama :
Alice in wonderland
Jenis
hewan/spesies : Kucing
Ras/Breed :
Lokal
Warna
rambut : Abu-Orange
Jenis
kelamin : Betina
Umur : ± 1 tahun
Berat
Badan : 3
kg
Tanda
khusus : -
B. Pemeriksaan
Darah
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan hewan dan
kelayakan
untuk dilakukan operasi amputasi terutama karena
diperkirakan operasi amputasi ini akan menyebabkan terjadinya banyak pendarahan. Sehingga diharapkan dengan gambaran darah yang baik, maka segala
kemungkinan buruk yang terjadi selama dan setelah operasi dapat diminimalisir. Hasil pemeriksaan hematologi pre-operasi
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1 Hasil pemeriksaan
darah kucing yang akan dioperasi
Jenis Pemeriksaan
|
Hasil Pemeriksaan
|
Nilai
Normal*
|
Interpretasi
|
Hemoglobin (g/dL)
|
13,14
|
8-15
|
Normal
|
Hematokrit/PCV (%)
|
32,50
|
24-45
|
Normal
|
S SDM (´ 106/µL)
|
10,36
|
5-10
|
Normal
|
S SDP (´ 103/µL)
|
18,75
|
5,5-19,5
|
Normal
|
Diferensial Leukosit
|
|||
·
Netrofil (´ 103/µL)
|
48
|
25-30
|
Tinggi
|
·
Limfosit (´ 103/µL)
|
36
|
60-65
|
Normal
|
·
Monosit (´ 103/µL)
|
2
|
5
|
Normal
|
·
Eosinofil (´ 103/µL)
|
14
|
2-5
|
Tinggi
|
·
Basofil (´ 103/µL)
|
0
|
0-3
|
Normal
|
* Bush
(1991)
C. Pemeriksaan
Radiografi
Pemeriksaan radiografi dilakukan sebelum operasi
untuk mengetahui kondisi pertulangan pada kaki kiri depan dan meneguhkan
diagnosa yang didapat saat pemeriksaan fisik. Pengambilan gambar dilakukan
secara right lateral recumbency sehingga gambaran fraktur pada os
carpal-metacarpal dapat jelas terlihat.
D. Kondisi Fisiologis
Hewan Selama Operasi
Tabel 2 Monitoring frekuensi jantung, nafas,
dan suhu selama operasi
Menit ke
|
0’
|
15’
|
30’
|
45’
|
60’
|
75’
|
90’
|
105’
|
120’
|
Nafas
|
44
|
36
|
44
|
56
|
48
|
40
|
48
|
36
|
52
|
Jantung
|
148
|
144
|
136
|
136
|
120
|
124
|
128
|
104
|
104
|
Suhu
|
38,8
|
38,6
|
37,6
|
36,7
|
35,7
|
35,6
|
35,4
|
34,4
|
34,4
|
E. Kondisi Fisiologis Hewan Post
Operasi
Tabel 3
Pengamatan fisiologis kucing post-operasi
Parameter
|
Hari post-operasi ke-
|
||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
||||||||||
Frekuensi
jantung (kali/menit)
|
Pagi
|
Malam
|
Pagi
|
Malam
|
Pagi
|
Malam
|
Pagi
|
Malam
|
|||||
148
|
148
|
156
|
152
|
136
|
140
|
140
|
148
|
||||||
Frekuensi
nafas (kali/menit)
|
40
|
44
|
48
|
64
|
40
|
48
|
40
|
44
|
|||||
Suhu
tubuh (oC)
|
38,7
|
37,6
|
36,5
|
37,5
|
37,2
|
37,8
|
37,5
|
37,8
|
|||||
Nafsu Makan
(+++/++/+/-)
|
++
|
++
|
++
|
++
|
++
|
++
|
++
|
++
|
|||||
Minum (+++/++/+/-)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
++
|
|||||
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamneses yang diperoleh dari pemiliknya, kucing betina ini berusia sekitar 1 tahun dan sejak ditemukan telah mengalami pincang pada kaki depan kiri. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik, ditemukan
adanya deformitas pada os
carpal-metacarpal yang mengakibatkan kedua tulang tersebut terlipat dan tidak
berfungsi normal. Kucing hanya bertumpu pada tiga kaki, sedangkan kaki yang
mengalami deformitas tersebut menjadi lebih pendek dan menggantung. Kondisi
kaki depan kiri tersebut secara fisik tidak mengalami masalah hanya terlipat
saja. Namun setelah diamati ternyata mulai muncul perubahan yakni muncul
perlukaan pada bagian yang menggantikan fungsi pad, sehingga menjadi tergesek
dan dikhawatirkan lama-kelamaan luka tersebut akan menjadi abses. Diduga deformitas ini telah terjadi lama karena kucing tidak
merasakan sakit lagi ketika bagian yang pincang tersebut dipalpasi. Sebagai diagnosa
penunjang, dilakukan pengambilan radiografi pada bagian yang mengalami
deformitas tersebut. Setelah diamati hasil x-ray ternyata memang benar adanya
deformitas karena fraktur pada os carpal-metacarpal yang sudah terjadi lama,
karena telah terbentuk callus dan kucing tidak lagi merasakan sakit ketika
bagian yang mengalami deformitas tersebut di reposisi ataupun di palpasi.
Sebelum operasi, dilakukan pemeriksaan hematologi lengkap
untuk menunjang diagnosa dan kelayakan hewan operasi. Berdasarkan hasil
pemeriksaan, kucing ini mengalami neutrofilia dan eosinofilia yang cukup
tinggi. Hewan diduga mengalami infeksi endoparasit, karena tidak ditemukan
adanya ektoparasit. Namun hal ini tidak terlalu berhubungan dengan kondisi
pertulangan pada kaki depan kiri yang akan diamputasi dan juga parameter lainnya relatif normal sehingga hewan dianggap layak
dioperasi.
Menjelang operasi, hewan telah dipuasakan selama 12 jam untuk mencegah muntah saat pembiusan maupun operasi. Kemudian
dilakukan pemeriksaan fisik kembali yang meliputi pemeriksaan suhu, frekuensi
nafas, frekuensi jantung, mukosa dan capillary
refill time untuk memastikan kondisi terakhir hewan dalam keadaan sehat
sebelum operasi. Selanjutnya dilakukan prosedur anasthesi, pencukuran rambut,
dan pembersihan daerah scapula-humerus seperti yang
telah diuraikan pada bab sebelumnya. Premedikasi dengan atropin bertujuan untuk mencegah muntah saat anasthesi
dan operasi,
serta untuk mempertahankan tingkat metabolisme dan mengurangi
efek samping anastetikum seperti kardiak ventrikular
aritmia dan hipersalivasi. Hal ini karena atropin mempunyai efek anti-kholinergik atau parasimpatolitik
yang dapat menghambat efek asetilkolin pada syaraf
post-ganglionik kholinergik dan otot polos
(Plumb 2005).
Injeksi ketamin dan xylazin dilakukan 5 menit kemudian setelah
efek atropin bekerja. Kombinasi ini sering digunakan dalam terapi bedah pada hewan
karena memiliki banyak keuntungan antara lain ekonomis, aplikasinya mudah,
induksi dan pemulihannya cepat, mempunyai pengaruh relaksasi otot yang baik,
serta jarang menimbulkan komplikasi klinis. Ketamin bersifat
simpatomimetik yang bekerja menghambat saraf parasimpatis pada sistim saraf
pusat dengan neurotransmiter noradrenalin sehingga akan menimbulkan dilatasi
pupil, dilatasi bronkhiolus dan vasokonstriksi pembuluh darah. Pemberian ketamin dapat menyebabkan halusinasi,
hipersalivasi, hipertensi dan tidak adanya relaksasi otot, namun efek tersebut
dapat diatasi dengan pemberian premedikasi
atropin. Xylazin merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja menghambat
saraf simpatis dengan reseptor muskarinik
dan dapat menimbulkan efek sedatif hipnotik (Ganiswarna 1995).
Amputasi yang dilakukan pada kasus ini ialah
pemotongan pada persendian os humerus-scapula. Amputasi ini pada akhirnya
membuang secara keseluruhan kaki depan kiri yang meliputi os humerus, os radius
ulna, os carpal, dan os metacarpal. Hal ini dilakukan dengan beberapa
pertimbangan. Alasan yang paling utama ialah dilihat dari segi kesehatan.
Apabila os carpal-metacarpal yang mengalami deformasi tersebut dibiarkan tetap
ada (terlipat) maka lama-kelamaan akan timbul luka karena pergesekan dengan
lantai/tanah dan dalam jangka panjang luka tersebut akan semakin parah dan
menimbulkan abses. Selain itu, dari segi estetika kaki yang mengalami
deformitas tidak elok untuk dilihat. Alasan lainnya adalah kondisi kaki yang
menggantung akan menyulitkan tubuh dalam bergerak, melompat, dan menyeimbangkan
diri. Sementara itu, untuk memperbaiki dan mengembalikan kondisi deformitas
tersebut sudah sangat sulit dilakukan karena kondisi tersebut sudah terlalu
lama terjadi sehingga terbentuk callus. Dengan berbagai pertimbangan itulah
diperoleh keputusan melakukan amputasi.
Alasan mengapa amputasi dilakukan
pada persendian os humerus-scapula dan bukan pada os carpal-metacarpal yang
mengalami deformasi ialah karena apabila dilakukan pada persendian
carpal-metacarpal maupun radius-humerus maka dikhawatirkan persembuhan luka
jahitan post operasi akan sulit sembuh karena reflex berjalan kucing masih ada
dan luka jahitan tersebut akan terseret-seret saat berjalan bahkan dijadikan
tumpuan ketika duduk atau melompat. Kondisi demikianlah yang dikhawatirkan
dapat menyulitkan persembuhan luka post operasi. Dan lebih bahaya lagi apabila
luka hasil jahitan menjadi terbuka kembali dan mengalami infeksi yang justru
akan memperburuk kondisi hewan.
Beberapa kendala yang dihadapi
ketika melakukan amputasi adalah adanya pendarahan karena di sekitar
scapula-humerus ada pembuluh darah besar sehingga sangat riskan untuk
terpotong. Namun hal ini bisa diatasi dengan dilakukan ligasi pada pembuluh
darah disekitar sayatan sehingga ketika dipotong tidak menyebabkan pendarahan.
Proses operasi harus dilakukan secara aseptis mengingat banyaknya perlukaan terbuka yang ditimbulkan karena
pemotongan otot-otot di sekitar persendian scapula yang memungkinkan untuk
terjadinya infeksi dari agen penyakit disekitar.
Pada
post-operasi, diberikan oksitetrasiklin untuk menunjang kesembuhan. Kucing mulai
sadar pada menit ke-15 post operasi dan sadar sepenuhnya setelah ±3 jam
post-operasi dan langsung menunjukkan nafsu makan yang baik. Setiap hari dilakukan
pemantauan terhadap frekuensi jantung dan nafas, suhu tubuh, nafsu makan, dan minum yang menunjukkan
kondisi yang baik. Untuk defekasi dan urinasi kurang begitu lancar pada hari pertama sampai hari
ketiga post operasi walaupun nafsu makannya baik. Namun pada hari keempat,
defekasi dan urinasi sudah mulai lancar. Selain itu
setiap hari diberikan amoxicillin untuk mencegah infeksi sekunder dan
mempercepat persembuhan.
PENUTUP
Tindakan
operasi yang dilakukan untuk menangani kasus deformitas os carpal-metacarpal
kiri adalah melalui amputasi pada persendian antara os humerus-scapula. Hal ini
dilakukan karena deformitas yang terjadi sudah sejak lama ditandai dengan
adanya callus sehingga sangat sulit untuk disembuhkan / reposisi.
DAFTAR
PUSTAKA
Bush BM. 1991. Interpretation
of laboratory Result for Small Animal Clinicians. London: Blackwell Sicentific Publications.
Chatterjee R. 2012. Amputation Overview. http://www.webmd.com/a-to-z-guides/definition-amputation [8 Januari 2013]
Fossum TW et al. 2002. Small
animal surgery. Edisi ke-2. USA: Mosby.
Ganiswarna SG. 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Gardiner A, Harari J. 2012. Amputation: thoracic limb. http://www.vetstream.com/felis/Content/Technique/teq00661.asp [8 Januari 2013]
Jacqueline
R, Davidson, Daniel DJ. 2005. Surgical and medical nursing. Di dalam : McCurnin DM and Bassert JM,
editor. Clinical Textbook for
Veterinary Technicians. Edisi
Ke-6. USA: Elsevier Saunders.
Plumb DC.
2005. Veterinary Drugs Handbooks. Ed ke-5. USA: Blackwell Publishing.
LAMPIRAN
Kondisi Alice pre-operasi |
Xray Alice pre-operasi |
Kondisi saat operasi |
Kondisi Alice post-operasi (sstt..alice hamil lhoo^^) |
miss u Alice...
Thanks
BalasHapus