Senin, 17 Juni 2013

PENYAKIT MIKOTIK PENTING PADA IKAN



 Jadi..salah satu kompetensi dokter hewan adalah mengetahui semua penyakit pada hewan,,,dan salah satu jenis hewan adalah IKAN,. yah,,tapi sayang, menurut undang2 IKAN itu bukan termasuk hewan saudara2.. -___- padahal anak SD jg tahu ikan itu hewan,..tapi yahh,..karena berbenturan dgn banyak kepentingan, jadi memang dipisahkan antara ikan dan hewan..
aniway, meskipun begitu,,,salah satu kompetensi dokter hewan indonesia adalah mampu menangani kasus2 pada ikan dan pengobatannya....
jadi dosen kami memberikan kami tugas mengenai penyakit2 asal miko/jamur pada ikan,,,agar kami jg tidak melulu belajar ttg ternak..namun jg terhadap hewan2 yg hidup diair....krn begitu besar potensi yg dimilikinya utk memenuhi pangan Indonesia di masa depann...

semoga bermanfaat yaa :)

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha budidaya perikanan dewasa ini telah berkembang dengan pesat, perkembangan ini sesuai dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi di sektor perikanan. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi perikanan adalah dengan mengembangkan usaha budidaya perikanan baik tawar, payau maupun air laut dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Seiring dengan peningkatan peran sektor ini dalam pembangunan nasional, efek negatif yang ditimbulkannya terhadap lingkungan pun semakin meningkat akibat usaha intensifikasi tanpa mengindahkan daya dukung lingkungan dan rendahnya efektifitas upaya pencegahan dan pengendalian. Salah satunya berupa serangan hama dan penyakit ikan yang menjadi penyebab utama kegagalan dalam usaha budidaya.
Hama dan penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang harus dihadapi dalam budidaya ikan, dan akibat yang ditimbulkannya biasanya tidak sedikit. Oleh karena itu penyebaran penyakit ini harus dijaga supaya kerugian yang timbul bisa diturunkan. Tidak seperti usaha perkebunan atau peternakan dimana hewan atau tumbuhan lebih mudah dikontrol, hewan akuatik lebih membutuhkan perhatian khususnya dalam hal penyakit ikan. Jenis – jenis penyakit yang ditemukan dalam usaha akuakultur sangat beragam. Beberapa diantaranya sedikit atau tidak diketahui karakteristik inangnya dan banyak yang tidak menunjukkan gejala-gejala tertentu.
Dewasa ini penyakit ikan merupakan hambatan paling besar dalam usaha akuakultur. Kasus penyakit ikan tidak hanya disebabkan oleh satu penyebab saja, akan tetapi merupakan hasil akhir dari beragam sebab akibat interaksi antara inang, lingkungan perairan, dan patogen. Dibawah kondisi akuakultur, ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap kerentanan inang terhadap penyakit. Faktor lingkungan perairan tidak hanya mencakup air dan komponen-komponennya akan tetapi juga mencakup manajemen akukultur yang lain (misalnya penanganan, perlakuan dengan obat-obatan, prosedur transportasi ikan, dll). Sedangkan faktor patogen mencakup virus, bakteri, parasit, dan jamur dimana timbulnya penyakit ikan disebabkan oleh spesies tunggal suatu patogen atau oleh saling interaksi antara pathogen yang berbeda. Penyakit ikan yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, dan jamur disebut penyakit infeksi. Sedangkan penyakit non infeksi disebabkan oleh lingkungan, nutrisi, dan genetika.
Salah satu penyakit yang seringkali dijumpai pada dunia budidaya ikan ialah penyakit akibat jamur. Jamur terdapat di semua jenis perairan air tawar terutama yang mengandung banyak bahan organik. Jamur hidup sebagai saprofit pada jaringan tubuh, merupakan penyakit sejati, karena jamur tidak dapat menyerang ikan-ikan yang betul-betul sehat, melainkan menyerang ikan-ikan yang sudah luka atau lemah. Penyakit jamur terbesar kedua penyebab kematian pada akuakultur, terutama di budidaya kerang dan spesies ikan.
Kesempatan dan peran utama seorang dokter hewan di bidang perikanan ialah bertanggung jawab dalam segala hal yang berkaitan dengan kesehatan budidaya ikan (aquaculture health). Budidaya perikanan merupakan salah satu bidang dimana dokter hewan memegang peranan penting dalam mengkontribusikan keahlian dan pengetahuannya untuk masyarakat luas.

Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk mengetahui berbagai penyakit penting pada ikan yang disebabkan oleh infeksi jamur sehingga menjadi salah satu informasi bagi dokter hewan berkaitan dengan profesinya dalam bidang perikanan.

PEMBAHASAN

 Secara garis besar mikosis pada ikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu eksternal mikosis dan sistemik mikosis. Fungi  merupakan flora yang terdapat dalam sistem perairan alami maupun buatan (aquarium).

Eksternal Mikosis (Water Mold Infection/Saprolegniasis)
Pada aquarium fungi biasanya terdapat pada sisa sisa makanan dan feses yang menempel pada filter serta bagian dari aquarium yang sulit dibersihkan. Spora dari fungi melayang bebas dalam air sampai spora tersebut menemukan tempat yang tepat untuk melakukan germinasi. Spora tersebut tidak dapat menginfeksi kulit dari ikan yang sehat (tidak terdapat luka). Spora tersebut baru dapat menyerang, ketika terjadi gangguan integritas dari kulit ikan ataupun luka sehingga spora tesebut dapat melakukan penetrasi dan germinasi. Infeksi bakterial dan parasit pada kulit juga bisa menjadi faktor presipitasi pada penyakit fungal. Pencegahan perkembangan fugi didalam aquarium, merupakan satu-satunya cara yang paling efektif untuk menghindari atau melawan infestasi jamur. Ketika infeksi jamur sudah berkaembang, dan hifa dari jamur sudah terlihat pada bagian yang mengalami luka biasanya pengobatan apapun yang dilakukan sudah terlambat dan tidak akan memberikan hasil yang maksimal. Beberapa jamur pada ikan yang bersifat patogen yaitu jamur dari genus Saprolegnia, Achlya, dan Dichtyuchus. Beberapa jamur tersebut biasanya hidup pada organisme abiotik seperti sisa pakan dan juga sisa dari hewan hidup yang diberikan sebagai pakan ikan. Fungi juga menyerang telur ikan yang sudah mati, telur tersebut akan berubah warna menjadi putih karena terjadi koagulasi dari putih telur bukan karena jamur. Jika jumlah telur yang mati terlalu banyak pada satu kali bertelur, maka perkembangan dari jamur menjadi tidak terkendali yang mengakibatkan jamur tersebut juga akan menyerang telur yang sehat. Infeksi jamur yang disebabkan oleh ketiga genus jamur seperti yang sudah disebutkan menimbulkan gejala klinis terlihat seperti benang putih (hifa dari jamur) pada lokasi yang terinfeksi, dan terus berkembang sehingga terlihar seperti gumpalan kapas yang dapat dilihat dengan mata tanpa bantuan mikroskop. Untuk pemeriksaan mikroskopis, lakukan swab pada bagian yang terinfeksi kemudian sentuhkan pada objek glass lalu amati. Filamen dari funsi maupun sporefilled sporangia dapat teramati dibawah mikroskop walaupun dengan perbesaran rendah. Pada ikan yang terinfeksi berat, biasanya tidak dapat diselamatkan karena filamen dari jamur juga berkembang ke organ dalam ikan dan mengakibatkan kerusakan organ yang parah. Selain itu jamur tersebut biasanya juga mengeluarkan mikotoksin berupa metabolit yang bersifat racun yang mempengaruhi atau meracuni ikan.
Beberapa jenis fungi yang mengakibatkan terjadinya eksternal mikosis dan internal mikosis akan dijabarkan seperti dibawah ini.
  1. Infeksi Saprolegnia (saprolegniasis)
Jamur Saprolegnia dapat menyerang semua jenis ikan di segala macam lingkungan. Ikan yang diperlakukan kurang cermat waktu penangkapan dan pengangkutan sering menderita luka-luka yang kemudian tumbuh jamur. Menurut Yuasa et. al (2003), Saprolegnia merupakan salah satu patogen paling merusak dan memiliki dampak ekonomi terbesar di sektor perikanan budidaya air tawar.
Infeksi Saprolegnia, atau disebut juga saprolegniasis, secara tradisional dikenal sebagai "infeksi jamur"pada ikan, dan biasanya terlihat di air tawar. Infeksi Saprolegnia (gambar 1) terlihat dengan mata telanjang sebagai bercak putih pada kulit ikan, atau terlihat seperti "kapas" pada telur ikan (Supriyadi 2003).

Taksonomi , Distribusi, dan Sifat dari Saprolegnia
Klasifikasi taksonomi Saprolegnia sp :
Kingdom : Protoctista
Division : Oomycota
Phylum : Heterokonta
Class : Oomycotea
Order : Saprolegniales
Family : Saprolegniaceae
Genus : Saprolegnia
Species : Saproegnia sp
Saprolegnia sp merupakan jamur yang berfilamen, organisme tidak bersekat koenositik) yang hidup pada habitat air tawar dan untuk mendapatkan makanan mereka hidup secara saprofit atau parasit. Ciri lain yang dimiliki oleh Saprolegnia adalah memiliki sporangium yang berdiameter 100 mikron, lebih lebar dari hifanya. Saprolegnia terlihat seperti kapas gumpalan bercabang yang terdiri dari filamen (miselium).
Miseliumnya berkembang di dalam substrat, sedangkan yang terlihat di luar substrat berfungsi untuk perkembangbiakan. Jamur ini tumbuh pada selang suhu 0-35°C, dengan selang pertumbuhan optimal 15-30 °C. Saprolegnia mempunyai lingkar kehidupan yang kompleks meliputi reproduksi seksual dan aseksual.
Saprolegnia ditemukan secara alami dalam semua air tawar. Beberapa spesies bersifat patogen, dan ada juga yang tidak (Espeland & Hansen 2004). Spesies Saprolegnia dapat menginfeksi telur ikan. Dari telur ini jamur dapat menyebar ke hidup telur melalui chemotaxi positif berarti bahwa beberapa sinyal kimia dari hidup telur menyebabkan jamur untuk bergerak ke arah mereka (Lawrence 2000).

Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Pada kondisi air yang jelek, kemungkinan ikan terserang jamur lebih besar. Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan. Ikan yang terlanjur sakit harus segera diobati.
Ikan menjadi sensitif terhadap Saprolegnia ketika dihadapkan pada kondisi stres (penanganan, tinggi suhu, konsentrasi oksigen rendah). Stres meningkatkan tingkat kortikosteroid di plasma darah, yang menekan reaksi inflamasi dan meningkatkan katabolisme protein, diatur oleh steroid. Saprolegnia spp dapat menginfeksi lapisan dermal ikan dan telur, yang mengakibatkan saprolegniosis. Saprolegniosis menciptakan gangguan fisiologis yang signifikan (misalnya gangguan dari sistem osmoregulatori) selain juga sebagai pintu gerbang untuk infeksi mikroba.
Serangan Saprolegnia biasanya berkaitan dengan kondisi kualitas air yang buruk, seperti sirkulasi air rendah, kadar oksigen terlarut rendah, atau kadar amonia tinggi, dan kadar bahan organik tinggi. Kehadiran Saproglegnia sering pula disertai dengan kehadiran infeksi bakteri Columnaris, atau parasit eksternal lainnya.

Tanda-tanda klinis
Jamur ini tumbuh menjadi saprofit pada jaringan tubuh yang mati atau ikan yang kondisinya lemah. Gejala: ikan ditumbuhi sekumpulan benang halus seperti kapas, pada daerah luka atau ikan yang sudah lemah, menyerang daerah kepala tutup insang, sirip, dan tubuh lainnya. Penyerangan pada telur, maka telur tersebut diliputi benang seperti kapas.
Tumbuh dengan menghasilkan benang berserabut panjang yang disebut hyphae. Hal ini umumnya dimulai pada kepala dan belakang ikan yang berbentuk seperti tambalan melingkar yang menjadi lebih besar dan tersebar di seluruh ikan. Laju infiksi tergantung pada suhu air dan kondisi ikan. Infeksi bias sampai dengan 40 atau 50% dari permukaan tubuh ikan, insang, dan mata. Degenerasi jaringan yang dihasilkan dari invasi jamur mengganggu keseimbangan osmotik ikan. Ikan yang sakit menjadi semakin malas dan kehilangan keseimbangan sesaat sebelum kematian. Mortalitinya dapat berkisar antara 10%-50%.

Diagnosis
Hal ini biasanya didasarkan pada penampilan gumpalan abu-abu / putih katun-wol seperti pertumbuhan jamur pada ikan, meskipun seringkali berwarna cokelat atau hitam karena bahan telarut yang menempel. Pemeriksaan terhadap ikan segar dan ikan terinfeksi diperlukan untuk membedakannya dari kondisi lain dengan penampilan yang serupa.
.
Penyebaran
Jenis jamur Saprolegnia yang umum dijumpai di tawar, ternyata dijumpai juga di air payau serta di tanah lembab. Mereka membutuhkan oksigen dan sumber nutrisi untuk pertumbuhan, jadi proses inkubasi telur dan kolam ikan menyediakan kondisi yang ideal untuk pertumbuhannya. Setelah infeksi, enzim jamur merusak jaringan yang berdekatan yang memungkinkan jamur untuk menyebar. spora dilepaskan dari ujung-ujung hyphae ke dalam air dan memungkinkan menemukan situs lain untuk pertumbuhan koloni. Spora dapat dibawa melalui air, angin, pada bulu burung dan kotoran. Spora dapat dengan cepat menyebar ke seluruh kolam melalui saluran air, personil, peralatan dan dalam pakan.

Perawatan
Ikan dikondisikan tidak diberi makan sebelum pengobatan. Hal Ini ditujukan untuk mengurangi laju metabolisme ikan dan suplay bahan organik ke dalam air dari makanan dan kotoran ikan. Karena bahan organik yang tinggi berarti kebutuhan oksigen meningkat. Oksigenasi yang memadai harus selalu diberikan dalam tangki perawatan. Air obat-obatan tidak boleh digunakan bersama-sama. Formalin merupakan pengobatan alternatif selain malachite green tetapi tidak efektif. Dosis harus disesuaikan sesuai dengan pH air. Dosis rendah harus digunakan pada pH rendah dan dosis yang lebih tinggi nilai pH lebih tinggi. Operator harus menghindari kontak dengan kulit dan menghirup uap formaldehida. Penipisan oksigen air berlangsung dengan cepat pada suhu tinggi dan tingkat oksigen harus dipantau dengan menyediakan aerasi darurat. Formalin tida boleh dicampur dengan potassium permanganate.
  1. Infeksi Achlya sp.
Achlya sp termasuk dalam jenis fungi/jamur yang meneybabkan eksternal mikosis. Bentuk infeksi, penyebaran, gejala klinis serta pengobatan jamur ini mirip dengan penyakit akibat infeksi jamur Saprolegnia. Infeksi akibat jamur ini juga dikategorikan dalam Saprolegniasis.
Jamur ini biasanya hidup pada organisme abiotik seperti sisa pakan dan juga sisa dari hewan hidup yang diberikan sebagai pakan ikan. Organisme ini pada dasarnya bersifat classic opportunist, infeksi pada ikan dapat terjadi ketika terjadi immunosupresi. Pada negara empat musim, outbreak dari penyakit ini biasanya terjadi pada musim yang lebih dingin karena pada musim tersebut terjadi oomycetes menjadi lebih aktif. Pemberian pakan yang berlebihan, tehnik penanganan ikan yang kurang baik juga dapat memepertinggi resiko terjadinya infeksi ini.

Transmisi
Jamur yang menyebabkan terjadinya saprolegniasis (Water Molds), merupakan saprofit yang tersebar atau ada dimana saja terdapat di tanah dan juga perairan air tawar. Sebagian besar transmisi penyakit ini melalui zoospore yang bersifat motil yang diproduksi oleh hifa vegetative, walaupun stadium reproduksi lainnya juga dapat menjadi sumber transmisi penyakit.
Pathogenesa
Bentuk infeksi dari jamur ini berupa infeksi superfisisal berbentuk seperti kapas pada kulit dan juga bisa terjadi pada insang. Lesion awal infeksi biasanya kecil dan bersifat local, namun dapat menyebar dengan cepat pada seluruh permukaan tubuh ikan. Penyebaran lesion membutuhkan waktu, oleh karena itu lesion yang besar dan hebat tidak mungkin terjadi dalam waktu 24 jam. Bentuk lesion pada infeksi yang baru terjadi berwarna putih karena keberadaan miselium, seiring waktu lesion tersebut terkadang berubah warna menjadi merah, coklat, atau hijau karena terdapat sedimen, alga atau debris yang terperangkap pada mycelial mat. Pada saat dikeluarkan dari air, ikan yang terinfeksi oleh jamur ini lesionya terlihat sebagai massa berlendir yang membentuk seperti sarang pada permukaan tubuh ikan.
Walaupun infeksi parasit ini berlangsung sangat cepat pada lapisan kulit, tetapi tipe dari jamur ini sangat jarang sekali melakukan penetrasi sampai ke lapisan otot. Kerusakan permukaan tubuh bagian superficial yang terjadi pada kulit dan insang dapat bersifat fatal. Lesio tersebut dapat menyebabkan terjadinya kehilangan electrolyte dan protein pada serum yang berkaitan dengan besarnya lesio atau persentase kulit yang terinfeksi.

Identifikasi dan diagnosa
Infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur ini seperti yang sudah disebutkan menimbulkan gejala klinis terlihat seperti benang putih (hifa dari jamur) pada lokasi yang terinfeksi, dan terus berkembang sehingga terlihar seperti gumpalan kapas yang dapat dilihat dengan mata tanpa bantuan mikroskop. Untuk pemeriksaan mikroskopis, lakukan swab pada bagian yang terinfeksi kemudian sentuhkan pada objek glass lalu amati. Filamen dari fungi maupun sporefilled sporangia dapat teramati dibawah mikroskop walaupun dengan perbesaran rendah. Pada ikan yang terinfeksi berat, biasanya tidak dapat diselamatkan karena filamen dari jamur juga berkembang ke organ dalam ikan dan mengakibatkan kerusakan organ yang parah. Selain itu jamur tersebut biasanya juga mengeluarkan mikotoksin berupa metabolit yang bersifat racun yang mempengaruhi atau meracuni ikan.

Perawatan
Ikan dikondisikan tidak diberi makan sebelum pengobatan. Hal Ini ditujukan untuk mengurangi laju metabolisme ikan dan suplay bahan organik ke dalam air dari makanan dan kotoran ikan. Karena bahan organik yang tinggi berarti kebutuhan oksigen meningkat. Oksigenasi yang memadai harus selalu diberikan dalam tangki perawatan. Air obat-obatan tidak boleh digunakan bersama-sama. Formalin merupakan pengobatan alternatif selain malachite green tetapi tidak efektif. Dosis harus disesuaikan sesuai dengan pH air. Dosis rendah harus digunakan pada pH rendah dan dosis yang lebih tinggi nilai pH lebih tinggi. Operator harus menghindari kontak dengan kulit dan menghirup uap formaldehida. Penipisan oksigen air berlangsung dengan cepat pada suhu tinggi dan tingkat oksigen harus dipantau dengan menyediakan aerasi darurat. Formalin tidak boleh dicampur dengan potassium permanganate.

  1.  Infeksi Dictyuchus sp.
Etiologi
Genus Dictyuchus merupakan salah satu genus cendawan yang dapat menyebabkan mikosis pada ikan. Cendawan ini  umum ditemukan pada lingkungan akuatik, terutama pada air yang mengandung banyak debris organik. Cendawan ini dapat ditemukan pada air tawar maupun air payau, namun tidak dapat hidup pada air laut dengan salinitas 3,5%.   Dictyuchus dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual.  Reproduksi seksual terjadi melalui penyatuan dua sel gamet. Reproduksi secara aseksual terjadi melalui fragmentasi, budding, maupun pelepasan spora (Hashemi et al. 2012).
Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Fungi
Filum  : Myxomycota
Kelas  : Phycomycota
Ordo  : Saprolegniales
Famili  :Saprolegniaceae
Genus  : Dictyuchus
Infeksi cendawan ini biasanya merupakan infeksi sekunder yang dapat muncul akbiat masalah kesehatan primer lain, antara lain (Hashemi et al. 2012):
    • Kerusakan fisik dari kulit atau insang yang disebabkan oleh infeksi parasit atau bakteri.
    • Kerusakan pada lapisan mucus akibat benturan dan gesekan pada permukaan yang kasar, handling yang tidak benar, berkelahi, maupun kontak fisik lainnya.
    • Fluktuasi temperatur atau pH air.
    • Kualitas air yang buruk, polusi.
    • Malnutrisi.
    • Pakan yang terkontaminasi.
    • Kepadatan terlalu tinggi.
    • Stres.
Infeksi biasanya dimulai dari bagian kecil yang terinfeksi atau mengalami cidera. Enzim digestiv yang diproduksi oleh cendawan ini mampu menghancurkan jaringan sehat disekitarnya sehingga memungkinkan cedawan ini untuk menyebar secara cepat pada permukaan tubuh ikan bahkan menimbulkan kerusakan internal.
Gejala klinis yang terlihat akibat infeksi Dictyuchus mirip dengan infeksi mikosis lainnya yaitu   adanya bentukan seperti kapas berwarna putih atau abu-abu diseluruh permukaan tubuh ikan. Jika infeksi berlangsung lama maka cendawan akan berubah menjadi kehijauan atau kecoklatan karena bereaksi dengan alga maupun partikel organik di dalam air.  Cendawan ini juga dapat menyerang telur ikan (Eli et al. 2011).
Diagnosis
Untuk mendiagnosa keberadaan Dictyuchus dari ikan yang diduga terinfeksi maka diperlukan pemeriksaan mikroskopik untuk melihat struktur hifa dan zoosporanya. Pewarnaan menggunakan lacto phenol cotton blue atau methylene blue digunakan untuk mempermudah dalam melihat struktur hifa dari cendawan sehingga dapat dibedakan hingga genusnya. Dictyuchus memiliki mycelium berfilamen, hifa yang berhyalin dan coenocytic (Hashemi et al. 2012).

Pencegahan dan Pengobatan
Ikan yang terinfeksi sebaiknya dikarantina secepatnya untuk mencegah penyebaran zoospore yang diproduksi dari ikan yang terinfeksi ke ikan lain. Pengobatan dapat dilakukan menggunakan Methylene blue dan Chloramine T, namun Malachite merupakan pengobatan yang paling efektif.  Pengobatan diaplikasikan ke bagian yang terinfeksi menggunakan catton bud dan bagian tersebut ditutup menggunakan waterproof krim. Malchite juga dapat digunakan untuk dicampurkan ke dalam air kolam. Garam sangat berguna dalam melawan cendawan, karena cendawan Dictyuchus tidak mampu bertahan pada kondisi air dengan salinitias yang tinggi .  Menurut Eli et al. (2011), desinfektant yang dapat digunakan untuk mengontrol infestasi Dictuchus adalah:
  • Malachite green 5 mg/L selama 1 jam
  • Sodium chloride 5% 1-2 mg/L
  • Kombinasi 100 mg/L Formalin dan 2,5 mg/L malachite green selama 1 jam.

Internal Mikosis
  1. Infeksi Branchiomyces sp. (Gill  Rot)
Branchiomyces sp. merupakan jamur yang sangat berbahaya bagi ikan, terdiri dari 2 spesies yaitu B. sanguinis yang terdapat di saluran darah insang dan B. demigrans yang dapat ditemukan di luar saluran darah dan sering menyebabkan nekrosis di sekitar jaringan. Branchiomyces sp. adalah jenis jamur yang menyebabkan "Gill Rot (busuk insang)". Penyakit yang ditimbulkannya disebut Branchiomycosis atau busuk ikan yang sering diikuti kematian massal.

Karakteristik Branchiomyces sp.
Branchiomyces sp. ditemukan pada ikan yang menderita stres akibat kondisi lingkungan, seperti pH rendah (5.8 hingga 6.5), dan dalam kondisi air dengan kandungan oksigen yang rendah. Branchiomyces sp. dapat tumbuh pada suhu 14°-35°C, dan tumbuh optimal pada suhu 25°-32°C.
Sumber utama infeksi Branchiomyces sp. adalah spora dari jamur Branchiomyces sp. yang ada dalam air; serta kandungan detritus / materi organik pada kolam atau dasar tangki. Branchiomycosis merupakan salah satu penyakit utama pada ikan mas yang dapat juga menyerang spesies lain seperti belut.
Infeksi oleh Branchiomyces umumnya terjadi dengan cepat. Infeksi ini dapat tiba-tiba muncul pada suatu kondisi dimana terjadi algal blooms, overcrowding, temperature air tinggi, dan konsentrasi ammonia yang tinggi.

Pencegahan
Branchiomycosis dapat dilakukan melalui pengelolaan kualitas air, selalu sesegera mungkin membuang atau memisahkan ikan yang mati/terinfeksi dari koloni ikan yang sehat, serta mencegah akumulasi keberadaan materi organik dalam air (Riani 2004). Dapat pula dilakukan usaha lain yakni dengan mengurangi pakan sehingga tidak banyak pakan yang terbuang percuma yang justru akan mengotori lingkungan air, serta memperbaiki aliran air untuk mencegah akumulasi amonia.  Faktor krusial lainnya juga perlu dilakukan grading untuk mencegah tingkat kepadatan yang tinggi diantara ikan sehingga dapat meminimalisir stres yang mungkin terjadi. Usaha lain yang dapat dilakukan untuk pencegahan selain selalu menjaga kebersihan lingkungan air dapat juga dilakukan penebaran kapur sebanyak 150 - 200 kg/ha.

Pengendalian
Pengendalian penyakit ini belum banyak diketahui. Pengobatan anti-fungi medication; malachite green dan formalin; atau copper sulphate. Dapat pula dilakukan perendaman dalam senyawa Acriflavine (namun bahan aktif ini sulit dihilangkan dari air kultur) atau Forma-Green dalam tangki karantina selama 7 hari dapat mengurangi infeksi.
  1. Infeksi Ichtyophonus hoferi (Ichtyosporidium)
Ichtyophonus hoferi merupakan penyakit fungal yang menyerang ikan air tawar maupun air laut. Spesies ikan yang banyak diserang oleh jamur ini yaitu groupers, trouts, flunders, herrings dan cods. Jamur ini pertama kali ditemukan oleh Bruno Hofer pada ikan trout pada tahung 1983, dan penyakit ini dikenal dengan sebutan “The Staggers”. Kasus penyakit ini lebih sering ditemukan pada cold water marine fish populations. Transmisi dari jamur ini melaluli jalur oral. Jamur ini bersifat pathogen obligat dengan gejala klinis bervariasi pada tiap ikan yang diinfeksi. Jamur Ichtyophonus hoferi termasuk dalam filum Eumycota, sub phylum Mastigomycotina, ordo: Enthomopthorales dan Genus Ichtyophonus.

Pada infeksi oleh jenis jamur ini melalui pengamatan bagian luar ikan biasanya tidak teramati adanya lesio. Gejala klinis yang paling jelas teramati adalah cara berenang yang aneh dari ikan yang telah terinfeksi. Ikan tersebut tidah dapat mempertahankan posisi tegak tubuhnya ketika berenang (lean position), seakan-akan ikan tersebut akan tenggelam selain itu ikan juga terlihat anemic. Perut dari ikan yang terinfeksi juga terlihat bengkak. Setelah dilakukan nekropsi ditemukan kebengkakan pada organ ginjal, limpa dan hati serta dapat pula terdapat nodul berwarna putih dengan diameter mencapai 2mm. nodul putih tersebut juga dapat ditemukan pada otot.

Diagnosa
Untuk melakukan diagnosa dari penyakit akibat jamur ini dapat dilakukan tanpa lalat bantu , yaitu dengan adanya nodul putih pada organ interna dan juga otot. Pada pengamatan menggunakan mikroskop, sampel yang digunakan adalah hati, limpa dan ginjal. Organ tersebut diamati mengggunakan perbesaran 50-100kali. Lesion yang teramati yaitu nodul (cyst) dengan ukuran 0.04 – 2mm. bentuk dari nodul tersebut adalah bulat sampai elips, terlihat berwarna coklat dengan partikel berwarna hitam di dalamnya. Nodul tersebut dibungkus oleh jaringan berwarna putih pucat sehingga teramati sebagai nodul putih.

Patogenesa
Ikan terinfeksi jamur ini karena menelan plasmodia infective I. hoferi bersama makanannya. Kemudian dalam sistem pencernaan ikan, asam lambung akan mempengaruhi stadium perkembangan jamur dari plasmodia menjadi amoeboid embrio yang sebagian besar akan dieliminasi oleh tubuh ikan. Beberapa amoeboid embrio yang tidak berhasil dieliminasi dapat melakukan penetrasi ke dinding usus dan akan menembus pembulug darah yang terdapat pada usus, lalu akan beredar melalui pembuluh darah mengikuti aliran darah (sistemik) menuju organ lainnya. Parasit ini tumbuh dalam organ yang terinfeksi dengan cara pembelahan inti sel kemudian melakukan enkapsulasi untuk persiapan melanjutkan fase perkembangan  selanjutnya (resting phase). Bentuk nodul dari lesion yang diakibatkan oleh parasit ini sering dikelirukan dengan kejadian tuberculosis. Selanjutnya plasmodia multinuclear hatch dari cyst dan membelah diri menjadi sel-sel dengan inti tunggal. Kemudian sel tersebut akan menginfiltrasi organ. Ikan akan mati ketika organ yang telah terinfeksi tidak dapat berfungsi lagi. Setelah ikan yang menjadi host dari parasit ini mati, hifa berkembang dan keluar dari cyst kemudian menjadi infective plasmodia pada tubuh ikan. Transmisi penyakit terjadi ketika ikan lain, memakan bangkai dari ikan yang telah terinfeksi .

Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan untuk jenis jamur ini belum diketahui sampai sekarang. Pencegahan adalah jalan yang terbaik, yaitu dengan cara menjaga kebersihan pada ikan yang dipelihara pada aquarium dan ikan yang mati secepatnya dibuang dan dimusnahkan agar tidak menjadi sumber penularan infeksi.

  1. Aphanomyce invadans (Epizootic Ulcerative Sindrom)
Epizzotic ulcerative sindrom (EUS) merupakan infeksi oomycete dari spesies Aphanomyces invadans. Secara histologi, penyakit ini ditandai dengan adanyapenetrasi  hifa ke dalam jaringan disertai peradangan granulomatous. EUS dapat menyerang ikan air tawar maupun ikan muara yang dipeihara maupun liar.
Etiologi
Genus Aphanomyces merupakan organisme yang tergolong ke dalam cendawan yang hidup di dalam air. Aphanomyces invadans merupakan cendawan yang dapat menginfeksi banyak spesies ikan dan menimbulkan kondisi epizootic ulcerative sindrom atau red spot disease (kiryu et al. 2003).
Klasifikasi ilmiah
Kingdom :  Chromista
Filum  : Oomycota
Kelas  : Oomycetes
Sub kelas : Incertae sedis
Ordo  : Saprolegniales
Famili  : Leptolegniaceae
Genus  : Aphanomyces
Spesies : Aphanomyces invadans
Aphanomyces invadans merupakan cendawan yang sangat patogen. Cendawan ini dapat menginfeksi berbagai jenis ikan air tawar di seluruh dunia, namun jenis ikan yang dikatahui paling rentan terhadap cendawan ini adalah ikan jenis Brevoortia tyrannus. Beberapa jenis ikan, diantaranya Cyprinus caplo, oreochromis niloticus, dan Chanos chanos resisten terhadap serangan cendawan ini. Infeksi oleh 10 zoospora (stadium infective dari A. Invadans) cukup untuk membunuh seekor ikan, bahkan satu zoospora saja mampu menimbulkan lesia ulceratif yang dapat berujung pada kematian. Lesio ulceratif yang terbentuk akan mengakibatkan nekrosis jaringan.  Cendawan ini berkembang dengan sangat cepat, setiap 10 hari cendawan ini mampu berlipat ganda. Cendawan ini juga sangat invasif, hifa cendawan ini mampu menembus ke dalam berbagai macam jaringan termasuk hati, ginjal, dan korda spinalis (Kiryu et al. 2003).
Aphanomyces invadans memiliki struktur mycelium tanpa septa. Oomycete ini memiliki dua bentuk zoospore. Zoospore primer mengandung sel yang berkembang didalam sporangium. Zoospora primer akan dilepaskan ke ujung dari sporangium dan berkembang menjadi zoopora sekunder berupa sel berflagelata dan dapat berenang bebas di dalam air. Zoospora sekunder ini dapat tetap motil pada kondisi lingkungan yang mendukung. Zoospore yang motil tersebut akan menempel pada kulit ikan dan akan terjadi germinasi pada kondisi yang mendukung. Hifa akan menginvasi ke jaringan kulit, jaringan otot, dan mencapai organ internal.  Aphanomyces invadans tumbuh secara optimal pada suhu 20-30oC. Cendawan ini tidak mampu bertahan  hidup pada kondisi salinitas air 2ppt (part per thousand). Cendawan ini juga rentan terhadap bahan desinfektan kimia umum (Johnson et al. 2004).
Gejala klinis yang muncul pada infeksi cendawan ini adalah adanya kemerahan (red spot disease) pada kulit ikan yang menandakan adanya reaksi peradangan akibat invasi dari hifa. Pada kondisi lanjut, pada bagian yang terinfeksi akan terbentuk ulcer hingga jaringan nekrotik yang disertai dengan bentukan peradangan granulomatos.  Ikan yang terinfeksi akan kehilangan nafsu makan, dan terlihat menjadi lebih kusam. Ikan yang terinfeksi akan terlihat lemas dan terapung di permukaan air (Johnson et al. 2004).

Diagnosa
Diagnosa yang dapat dilakukan untuk memastikan infeksi dari A. Invadans pada ikan yang menunjukkan gejala klinis antara lain dengan pemeriksaan histopathologi, isolasi oomycete, atau menggunakan polymerase chain reaction amplifikasi. Diagnosa diawali dengan melihat gejala klinis berupa spot-spot merah maupun lesio ulceratif pada tubuh ikan. Kemudian jaringan yang mengalami ulcer diambil menggunakan scalpel hingga jaringan otot ikut terambil. Jaringan yang diambil diiris setipis mungkin dan ditempelkan pada objek glass dan ditutup dengan cover glass. Pemeriksaan menggunakan mikroskop dilakukan untuk mengamati adanya struktur hifa dai A.invadans. Untuk memudahkan pemeriksaan secara mikroskopik dapat dibantu dengan pewarnaan haematoxylin eosin (HE). Dengan menggunakan pewarnaan tersebut dapat memudahkan dalam melihat radang granuloma yang terbentuk serta hifa yang invasif (Willoughby & Roberts 1994).
Untuk isolasi agen dapat dilakukan dengan membiakkan sampel yang mengandung cendawan dalam glucose/peptone (GP) agar yang mengandung penicillin G dan streptomycin. Isolat diinkubasi pada suhu 25oC dan diamati setiap hari.  Sampel berasal dari bagian yang mengalami ulcer (Willoughby & Roberts 1994).

Pengendalian dan Pencegahan
Tidak ada pengobatan yang efektif untuk ikan yang terinfeksi A. Invadans, sehingga pencegahan sebaiknya dilakukan untuk mengurangi kemungkinan infeksi cendawan ini. Pada kolam yang diduga terinfeksi cendawan ini maka sebaiknya aliran air dihentikan dan diberikan garam dengan konsentrasi 2ppt untuk menginaktivasi zoospore yang ada di dalam air kolam tersebut (Kiryu et al. 2003).

KESIMPULAN
Mikosis pada ikan dapat dikategorikan menjadi dua yaiti eksternal mikosis dan internal mikosis. Beberapa Jamur yang dapat mengakibatkan terjadinya eksternal mikosis berasal dari genus Saprolegnia, Achlya, dan Dichtyuchus. Internal mikosis dapat disebabkan oleh jamur Branchiomyces sp., Ichtyophonus hoferi dan Aphanomyces sp.


DAFTAR PUSTAKA

Eli A, Briyai OF, Abowei JFN. 2011. A review of some fungi infection in african fish     Saprolegniasis, dermal mycoses; Branchiomyces infections, systemic mycoses and dermocystidium. Asian Journal of Medical Science, Vol 3(5). Hal: 198-205 

Espeland,S, Hansen PE. (2004). Prevention of Saprolegnia on rainbow  trout eggs.  Faroe Islands Univ. 
 
Hashemi KSM, Sadeghpour HM, Gholampour AI. 2012. Isolation of saprolegnia and the influence of root ethanolic extract of Ruta graveolens on Saprolegnia. Spp growth. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol 2(1). Hal: 64-68

  Hirschhorn HH. 1989. Hand Book of Fish Disease. TFH Publications:USA

 
  Hussein MMA, Hassan WH dan Mahmoud MA. 2013. Pathogenicity of Achlya proliferoides and Saprolegnia diclina (Saprolegniaceae) Associated with Saprolegniosis Outbreaks in Cultured Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). [Journal] World Journal of Fish and Marine Sciences 5 (2): 188-193 [8 Juni 2013]

Johnson RA, Zabrecky J, Kryu J, Shields JD. 2004. Infection experiments with Aphanomyces invadans in four species of estuarine fish. Journal of Fish Diseases Vol 27. Hal: 287-295

Kiryu Y, Shields JD, Vogelbein WK, Kator H, Blazer VS .2003. Infectivity and pathogenicity of the oomycete Aphanomyces invadans in Atlantic menhaden Brevoortia tryannus. Diseases of Aquatic Organisms, Vol  54. Hal: 135-146

Lawrence E. 2000. Hendersons Dictionary of Biological terms 12th ed. England :  Prentice Hall.

Noga EJ. 1996. Fish Disease: Diagnosis and Treatment 1st ed. Iowa State Press: A Blackwell Publishing Company. Iowa:USA

Riani E. 2004. Manajemen Kualitas Air. Dalam: Pelatihan Dasar Karantina Ikan  Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus 2004. Bogor

Supriyadi H. 2004. Penyakit Infeksi dan Non Infeksi. Dalam: Pelatihan Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus 2004. Jakarta

Underwater Environments specializing in koi & Aquatic Plants. 2013. Branchiomyces  (Gill Rot). [terhubung berkala]. http://www.uekoi.com/Fungal-Koi- Diseases/Branchiomyces-Gill-Rot-p-17.html [9 Juni 2013].

Yuasa K, Panigoro N, Bahnan EB, Kholidin. 2003. Panduan Diagnosa Penyakit Ikan.  Tehnik Diagnosa Penyakit Ikan Budidaya air Tawar di Indonesia. Balai  Budidaya Air Tawar Jambi dan Japan International Cooperation Agency.  Jambi.

Willoughby LG, Roberts RJ. 1994. Improved methodology for isolation of the Aphanomyces fungal pathogen of epizootic ulcerative syndrome (EUS) in Asian fish. Journal of Fish Disease, Vol 17. Hal: 541-543
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar