Jadi..salah satu kompetensi dokter hewan adalah mengetahui semua penyakit pada hewan,,,dan salah satu jenis hewan adalah IKAN,. yah,,tapi sayang, menurut undang2 IKAN itu bukan termasuk hewan saudara2.. -___- padahal anak SD jg tahu ikan itu hewan,..tapi yahh,..karena berbenturan dgn banyak kepentingan, jadi memang dipisahkan antara ikan dan hewan..
aniway, meskipun begitu,,,salah satu kompetensi dokter hewan indonesia adalah mampu menangani kasus2 pada ikan dan pengobatannya....
jadi dosen kami memberikan kami tugas mengenai penyakit2 asal miko/jamur pada ikan,,,agar kami jg tidak melulu belajar ttg ternak..namun jg terhadap hewan2 yg hidup diair....krn begitu besar potensi yg dimilikinya utk memenuhi pangan Indonesia di masa depann...
semoga bermanfaat yaa :)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha budidaya perikanan dewasa ini telah berkembang dengan pesat,
perkembangan ini sesuai dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi
di sektor perikanan. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan
produksi perikanan adalah dengan mengembangkan usaha budidaya perikanan
baik tawar, payau maupun air laut dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan.
Seiring dengan peningkatan peran sektor ini dalam pembangunan nasional,
efek negatif yang ditimbulkannya terhadap lingkungan pun semakin meningkat
akibat usaha intensifikasi tanpa mengindahkan daya dukung lingkungan
dan rendahnya efektifitas upaya pencegahan dan pengendalian. Salah satunya
berupa serangan hama dan penyakit ikan yang menjadi penyebab utama kegagalan
dalam usaha budidaya.
Hama dan penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang harus
dihadapi dalam budidaya ikan, dan akibat yang ditimbulkannya biasanya
tidak sedikit. Oleh karena itu penyebaran penyakit ini harus dijaga
supaya kerugian yang timbul bisa diturunkan. Tidak seperti usaha perkebunan
atau peternakan dimana hewan atau tumbuhan lebih mudah dikontrol, hewan
akuatik lebih membutuhkan perhatian khususnya dalam hal penyakit ikan.
Jenis – jenis penyakit yang ditemukan dalam usaha akuakultur sangat
beragam. Beberapa diantaranya sedikit atau tidak diketahui karakteristik
inangnya dan banyak yang tidak menunjukkan gejala-gejala tertentu.
Dewasa ini penyakit ikan merupakan hambatan paling besar dalam usaha
akuakultur. Kasus penyakit ikan tidak hanya disebabkan oleh satu penyebab
saja, akan tetapi merupakan hasil akhir dari beragam sebab akibat interaksi
antara inang, lingkungan perairan, dan patogen. Dibawah kondisi akuakultur,
ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap kerentanan inang
terhadap penyakit. Faktor lingkungan perairan tidak hanya mencakup air
dan komponen-komponennya akan tetapi juga mencakup manajemen akukultur
yang lain (misalnya penanganan, perlakuan dengan obat-obatan, prosedur
transportasi ikan, dll). Sedangkan faktor patogen mencakup virus, bakteri,
parasit, dan jamur dimana timbulnya penyakit ikan disebabkan oleh spesies
tunggal suatu patogen atau oleh saling interaksi antara pathogen yang
berbeda. Penyakit ikan yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit,
dan jamur disebut penyakit infeksi. Sedangkan penyakit non infeksi disebabkan
oleh lingkungan, nutrisi, dan genetika.
Salah satu penyakit yang seringkali dijumpai pada dunia budidaya ikan
ialah penyakit akibat jamur. Jamur terdapat di semua jenis perairan
air tawar terutama yang mengandung banyak bahan organik. Jamur hidup
sebagai saprofit pada jaringan tubuh, merupakan penyakit sejati, karena
jamur tidak dapat menyerang ikan-ikan yang betul-betul sehat, melainkan
menyerang ikan-ikan yang sudah luka atau lemah. Penyakit jamur terbesar
kedua penyebab kematian pada akuakultur, terutama di budidaya kerang
dan spesies ikan.
Kesempatan dan peran utama seorang dokter hewan di bidang perikanan
ialah bertanggung jawab dalam segala hal yang berkaitan dengan kesehatan
budidaya ikan (aquaculture health). Budidaya perikanan merupakan salah satu bidang dimana dokter hewan
memegang peranan penting dalam mengkontribusikan keahlian dan pengetahuannya
untuk masyarakat luas.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk mengetahui berbagai
penyakit penting pada ikan yang disebabkan oleh infeksi jamur sehingga
menjadi salah satu informasi bagi dokter hewan berkaitan dengan profesinya
dalam bidang perikanan.
PEMBAHASAN
Secara garis besar mikosis pada ikan dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu eksternal mikosis dan sistemik mikosis. Fungi merupakan
flora yang terdapat dalam sistem perairan alami maupun buatan (aquarium).
Eksternal Mikosis (Water Mold Infection/Saprolegniasis)
Pada aquarium
fungi biasanya terdapat pada sisa sisa makanan dan feses yang menempel
pada filter serta bagian dari aquarium yang sulit dibersihkan. Spora
dari fungi melayang bebas dalam air sampai spora tersebut menemukan
tempat yang tepat untuk melakukan germinasi. Spora tersebut tidak dapat
menginfeksi kulit dari ikan yang sehat (tidak terdapat luka). Spora
tersebut baru dapat menyerang, ketika terjadi gangguan integritas dari
kulit ikan ataupun luka sehingga spora tesebut dapat melakukan penetrasi
dan germinasi. Infeksi bakterial dan parasit pada kulit juga bisa menjadi
faktor presipitasi pada penyakit fungal. Pencegahan perkembangan fugi
didalam aquarium, merupakan satu-satunya cara yang paling efektif untuk
menghindari atau melawan infestasi jamur. Ketika infeksi jamur sudah
berkaembang, dan hifa dari jamur sudah terlihat pada bagian yang mengalami
luka biasanya pengobatan apapun yang dilakukan sudah terlambat dan tidak
akan memberikan hasil yang maksimal. Beberapa jamur pada ikan yang bersifat
patogen yaitu jamur dari genus Saprolegnia, Achlya, dan Dichtyuchus.
Beberapa jamur tersebut biasanya hidup pada organisme abiotik seperti
sisa pakan dan juga sisa dari hewan hidup yang diberikan sebagai pakan
ikan. Fungi juga menyerang telur ikan yang sudah mati, telur tersebut
akan berubah warna menjadi putih karena terjadi koagulasi dari putih
telur bukan karena jamur. Jika jumlah telur yang mati terlalu banyak
pada satu kali bertelur, maka perkembangan dari jamur menjadi tidak
terkendali yang mengakibatkan jamur tersebut juga akan menyerang telur
yang sehat. Infeksi jamur yang disebabkan oleh ketiga genus jamur seperti
yang sudah disebutkan menimbulkan gejala klinis terlihat seperti benang
putih (hifa dari jamur) pada lokasi yang terinfeksi, dan terus berkembang
sehingga terlihar seperti gumpalan kapas yang dapat dilihat dengan mata
tanpa bantuan mikroskop. Untuk pemeriksaan mikroskopis, lakukan swab pada bagian yang terinfeksi kemudian sentuhkan pada objek
glass lalu amati. Filamen dari funsi maupun sporefilled sporangia dapat teramati dibawah
mikroskop walaupun dengan perbesaran rendah. Pada ikan yang terinfeksi
berat, biasanya tidak dapat diselamatkan karena filamen dari jamur juga
berkembang ke organ dalam ikan dan mengakibatkan kerusakan organ yang
parah. Selain itu jamur tersebut biasanya juga mengeluarkan mikotoksin
berupa metabolit yang bersifat racun yang mempengaruhi atau meracuni
ikan.
Beberapa jenis fungi yang mengakibatkan terjadinya eksternal mikosis
dan internal mikosis akan dijabarkan seperti dibawah ini.
- Infeksi Saprolegnia (saprolegniasis)
Jamur Saprolegnia dapat menyerang semua jenis ikan di segala macam
lingkungan. Ikan yang diperlakukan kurang cermat waktu penangkapan dan
pengangkutan sering menderita luka-luka yang kemudian tumbuh jamur.
Menurut Yuasa et. al (2003), Saprolegnia merupakan salah
satu patogen paling merusak dan memiliki dampak ekonomi terbesar di
sektor perikanan budidaya air tawar.
Infeksi Saprolegnia, atau disebut juga saprolegniasis, secara tradisional dikenal
sebagai "infeksi jamur"pada ikan, dan biasanya terlihat di
air tawar. Infeksi Saprolegnia (gambar 1) terlihat dengan mata telanjang
sebagai bercak putih pada kulit ikan, atau terlihat seperti "kapas"
pada telur ikan (Supriyadi 2003).
Taksonomi , Distribusi, dan Sifat dari Saprolegnia
Klasifikasi
taksonomi Saprolegnia sp :
Kingdom
: Protoctista
Division
: Oomycota
Phylum : Heterokonta
Class : Oomycotea
Order : Saprolegniales
Family : Saprolegniaceae
Genus : Saprolegnia
Species
: Saproegnia sp
Saprolegnia sp merupakan jamur yang berfilamen, organisme tidak bersekat koenositik)
yang hidup pada habitat air tawar dan untuk mendapatkan makanan mereka
hidup secara saprofit atau parasit. Ciri lain yang dimiliki oleh Saprolegnia
adalah memiliki sporangium yang berdiameter 100 mikron, lebih lebar
dari hifanya. Saprolegnia terlihat seperti kapas gumpalan bercabang
yang terdiri dari filamen (miselium).
Miseliumnya berkembang di dalam substrat, sedangkan yang terlihat
di luar substrat berfungsi untuk perkembangbiakan. Jamur ini tumbuh
pada selang suhu 0-35°C, dengan selang pertumbuhan optimal 15-30 °C. Saprolegnia mempunyai lingkar kehidupan yang kompleks meliputi
reproduksi seksual dan aseksual.
Saprolegnia ditemukan secara alami dalam semua air tawar. Beberapa spesies bersifat
patogen, dan ada juga yang tidak (Espeland & Hansen 2004). Spesies
Saprolegnia dapat menginfeksi telur ikan. Dari telur ini jamur dapat
menyebar ke hidup telur melalui chemotaxi positif berarti bahwa beberapa
sinyal kimia dari hidup telur menyebabkan jamur untuk bergerak ke arah
mereka (Lawrence 2000).
Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan.
Pada kondisi air yang jelek, kemungkinan ikan terserang jamur lebih
besar. Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga
kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan. Ikan
yang terlanjur sakit harus segera diobati.
Ikan menjadi sensitif terhadap Saprolegnia ketika dihadapkan pada kondisi
stres (penanganan, tinggi suhu, konsentrasi oksigen rendah). Stres meningkatkan
tingkat kortikosteroid di plasma darah, yang menekan reaksi inflamasi
dan meningkatkan katabolisme protein, diatur oleh steroid. Saprolegnia spp dapat menginfeksi lapisan
dermal ikan dan telur, yang mengakibatkan saprolegniosis. Saprolegniosis
menciptakan gangguan fisiologis yang signifikan (misalnya gangguan dari
sistem osmoregulatori) selain juga sebagai pintu gerbang untuk infeksi
mikroba.
Serangan Saprolegnia biasanya berkaitan dengan kondisi kualitas air
yang buruk, seperti sirkulasi air rendah, kadar oksigen terlarut rendah,
atau kadar amonia tinggi, dan kadar bahan organik tinggi. Kehadiran Saproglegnia sering pula disertai dengan kehadiran infeksi
bakteri Columnaris, atau parasit eksternal lainnya.
Tanda-tanda klinis
Jamur ini tumbuh menjadi saprofit pada jaringan tubuh yang mati atau
ikan yang kondisinya lemah. Gejala: ikan ditumbuhi sekumpulan benang
halus seperti kapas, pada daerah luka atau ikan yang sudah lemah, menyerang
daerah kepala tutup insang, sirip, dan tubuh lainnya. Penyerangan pada
telur, maka telur tersebut diliputi benang seperti kapas.
Tumbuh dengan menghasilkan benang berserabut panjang yang disebut
hyphae. Hal ini umumnya dimulai pada kepala dan belakang ikan yang berbentuk
seperti tambalan melingkar yang menjadi lebih besar dan tersebar di
seluruh ikan. Laju infiksi tergantung pada suhu air dan kondisi ikan.
Infeksi bias sampai dengan 40 atau 50% dari permukaan tubuh ikan, insang,
dan mata. Degenerasi jaringan yang dihasilkan dari invasi jamur mengganggu
keseimbangan osmotik ikan. Ikan yang sakit menjadi semakin malas dan
kehilangan keseimbangan sesaat sebelum kematian. Mortalitinya dapat
berkisar antara 10%-50%.
Diagnosis
Hal ini biasanya didasarkan pada penampilan gumpalan abu-abu / putih
katun-wol seperti pertumbuhan jamur pada ikan, meskipun seringkali berwarna
cokelat atau hitam karena bahan telarut yang menempel. Pemeriksaan terhadap
ikan segar dan ikan terinfeksi diperlukan untuk membedakannya dari kondisi
lain dengan penampilan yang serupa.
.
Penyebaran
Jenis jamur Saprolegnia yang umum dijumpai di tawar,
ternyata dijumpai juga di air payau serta di tanah lembab. Mereka membutuhkan
oksigen dan sumber nutrisi untuk pertumbuhan, jadi proses inkubasi telur
dan kolam ikan menyediakan kondisi yang ideal untuk pertumbuhannya.
Setelah infeksi, enzim jamur merusak jaringan yang berdekatan yang memungkinkan
jamur untuk menyebar. spora dilepaskan dari ujung-ujung hyphae ke dalam
air dan memungkinkan menemukan situs lain untuk pertumbuhan koloni.
Spora dapat dibawa melalui air, angin, pada bulu burung dan kotoran.
Spora dapat dengan cepat menyebar ke seluruh kolam melalui saluran air,
personil, peralatan dan dalam pakan.
Perawatan
Ikan dikondisikan tidak diberi makan sebelum pengobatan. Hal Ini ditujukan
untuk mengurangi laju metabolisme ikan dan suplay bahan organik ke dalam
air dari makanan dan kotoran ikan. Karena bahan organik yang tinggi
berarti kebutuhan oksigen meningkat. Oksigenasi yang memadai harus selalu
diberikan dalam tangki perawatan. Air obat-obatan tidak boleh digunakan
bersama-sama. Formalin merupakan pengobatan alternatif selain malachite
green tetapi tidak efektif. Dosis harus disesuaikan sesuai dengan pH
air. Dosis rendah harus digunakan pada pH rendah dan dosis yang lebih
tinggi nilai pH lebih tinggi. Operator harus menghindari kontak dengan
kulit dan menghirup uap formaldehida. Penipisan oksigen air berlangsung
dengan cepat pada suhu tinggi dan tingkat oksigen harus dipantau dengan
menyediakan aerasi darurat. Formalin tida boleh dicampur dengan potassium
permanganate.
- Infeksi Achlya sp.
Achlya sp termasuk dalam jenis fungi/jamur yang meneybabkan eksternal
mikosis. Bentuk infeksi, penyebaran, gejala klinis serta pengobatan
jamur ini mirip dengan penyakit akibat infeksi jamur Saprolegnia. Infeksi
akibat jamur ini juga dikategorikan dalam Saprolegniasis.
Jamur ini biasanya hidup pada organisme abiotik seperti sisa pakan
dan juga sisa dari hewan hidup yang diberikan sebagai pakan ikan. Organisme
ini pada dasarnya bersifat classic opportunist, infeksi pada ikan
dapat terjadi ketika terjadi immunosupresi. Pada negara empat musim, outbreak dari penyakit ini biasanya terjadi pada musim yang
lebih dingin karena pada musim tersebut terjadi oomycetes menjadi lebih
aktif. Pemberian pakan yang berlebihan, tehnik penanganan ikan yang
kurang baik juga dapat memepertinggi resiko terjadinya infeksi ini.
Transmisi
Jamur yang menyebabkan terjadinya saprolegniasis (Water Molds), merupakan
saprofit yang tersebar atau ada dimana saja terdapat di tanah dan juga
perairan air tawar. Sebagian besar transmisi penyakit ini melalui zoospore
yang bersifat motil yang diproduksi oleh hifa vegetative, walaupun stadium
reproduksi lainnya juga dapat menjadi sumber transmisi penyakit.
Pathogenesa
Bentuk infeksi dari jamur ini berupa infeksi superfisisal berbentuk
seperti kapas pada kulit dan juga bisa terjadi pada insang. Lesion awal
infeksi biasanya kecil dan bersifat local, namun dapat menyebar dengan
cepat pada seluruh permukaan tubuh ikan. Penyebaran lesion membutuhkan
waktu, oleh karena itu lesion yang besar dan hebat tidak mungkin terjadi
dalam waktu 24 jam. Bentuk lesion pada infeksi yang baru terjadi berwarna
putih karena keberadaan miselium, seiring waktu lesion tersebut terkadang
berubah warna menjadi merah, coklat, atau hijau karena terdapat sedimen,
alga atau debris yang terperangkap pada mycelial mat. Pada saat dikeluarkan dari
air, ikan yang terinfeksi oleh jamur ini lesionya terlihat sebagai massa
berlendir yang membentuk seperti sarang pada permukaan tubuh ikan.
Walaupun infeksi parasit ini berlangsung sangat cepat pada lapisan
kulit, tetapi tipe dari jamur ini sangat jarang sekali melakukan penetrasi
sampai ke lapisan otot. Kerusakan permukaan tubuh bagian superficial
yang terjadi pada kulit dan insang dapat bersifat fatal. Lesio tersebut
dapat menyebabkan terjadinya kehilangan electrolyte dan protein pada
serum yang berkaitan dengan besarnya lesio atau persentase kulit yang
terinfeksi.
Identifikasi dan diagnosa
Infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur ini seperti yang sudah disebutkan
menimbulkan gejala klinis terlihat seperti benang putih (hifa dari jamur)
pada lokasi yang terinfeksi, dan terus berkembang sehingga terlihar
seperti gumpalan kapas yang dapat dilihat dengan mata tanpa bantuan
mikroskop. Untuk pemeriksaan mikroskopis, lakukan swab pada bagian yang terinfeksi kemudian
sentuhkan pada objek glass lalu amati. Filamen dari fungi maupun sporefilled sporangia dapat teramati dibawah mikroskop walaupun
dengan perbesaran rendah. Pada ikan yang terinfeksi berat, biasanya
tidak dapat diselamatkan karena filamen dari jamur juga berkembang ke
organ dalam ikan dan mengakibatkan kerusakan organ yang parah. Selain
itu jamur tersebut biasanya juga mengeluarkan mikotoksin berupa metabolit
yang bersifat racun yang mempengaruhi atau meracuni ikan.
Perawatan
Ikan dikondisikan tidak diberi makan sebelum pengobatan. Hal Ini ditujukan
untuk mengurangi laju metabolisme ikan dan suplay bahan organik ke dalam
air dari makanan dan kotoran ikan. Karena bahan organik yang tinggi
berarti kebutuhan oksigen meningkat. Oksigenasi yang memadai harus selalu
diberikan dalam tangki perawatan. Air obat-obatan tidak boleh digunakan
bersama-sama. Formalin merupakan pengobatan alternatif selain malachite
green tetapi tidak efektif. Dosis harus disesuaikan sesuai dengan pH
air. Dosis rendah harus digunakan pada pH rendah dan dosis yang lebih
tinggi nilai pH lebih tinggi. Operator harus menghindari kontak dengan
kulit dan menghirup uap formaldehida. Penipisan oksigen air berlangsung
dengan cepat pada suhu tinggi dan tingkat oksigen harus dipantau dengan
menyediakan aerasi darurat. Formalin tidak boleh dicampur dengan potassium
permanganate.
- Infeksi Dictyuchus sp.
Etiologi
Genus Dictyuchus merupakan salah satu genus cendawan yang dapat menyebabkan
mikosis pada ikan. Cendawan ini umum ditemukan pada lingkungan
akuatik, terutama pada air yang mengandung banyak debris organik. Cendawan
ini dapat ditemukan pada air tawar maupun air payau, namun tidak dapat
hidup pada air laut dengan salinitas 3,5%. Dictyuchus dapat bereproduksi secara seksual
maupun aseksual. Reproduksi seksual terjadi melalui penyatuan
dua sel gamet. Reproduksi secara aseksual terjadi melalui fragmentasi, budding, maupun pelepasan spora (Hashemi et al. 2012).
Kingdom : Fungi
Filum : Myxomycota
Kelas : Phycomycota
Ordo : Saprolegniales
Famili :Saprolegniaceae
Genus : Dictyuchus
Infeksi cendawan ini biasanya merupakan infeksi sekunder yang dapat
muncul akbiat masalah kesehatan primer lain, antara lain (Hashemi et al. 2012):
- Kerusakan fisik dari kulit atau insang yang disebabkan oleh infeksi parasit atau bakteri.
- Kerusakan pada lapisan mucus akibat benturan dan gesekan pada permukaan yang kasar, handling yang tidak benar, berkelahi, maupun kontak fisik lainnya.
- Fluktuasi temperatur atau pH air.
- Kualitas air yang buruk, polusi.
- Malnutrisi.
- Pakan yang terkontaminasi.
- Kepadatan terlalu tinggi.
- Stres.
Infeksi
biasanya dimulai dari bagian kecil yang terinfeksi atau mengalami cidera.
Enzim digestiv yang diproduksi oleh cendawan ini mampu menghancurkan
jaringan sehat disekitarnya sehingga memungkinkan cedawan ini untuk
menyebar secara cepat pada permukaan tubuh ikan bahkan menimbulkan kerusakan
internal.
Gejala klinis yang terlihat akibat infeksi Dictyuchus mirip dengan infeksi mikosis
lainnya yaitu adanya bentukan seperti kapas berwarna putih
atau abu-abu diseluruh permukaan tubuh ikan. Jika infeksi berlangsung
lama maka cendawan akan berubah menjadi kehijauan atau kecoklatan karena
bereaksi dengan alga maupun partikel organik di dalam air. Cendawan
ini juga dapat menyerang telur ikan (Eli et al. 2011).
Diagnosis
Untuk mendiagnosa keberadaan Dictyuchus dari ikan yang diduga terinfeksi
maka diperlukan pemeriksaan mikroskopik untuk melihat struktur hifa
dan zoosporanya. Pewarnaan menggunakan lacto phenol cotton blue atau
methylene blue digunakan untuk mempermudah dalam melihat struktur hifa
dari cendawan sehingga dapat dibedakan hingga genusnya. Dictyuchus memiliki mycelium berfilamen,
hifa yang berhyalin dan coenocytic (Hashemi et al. 2012).
Pencegahan dan Pengobatan
Ikan yang terinfeksi sebaiknya dikarantina secepatnya untuk mencegah
penyebaran zoospore yang diproduksi dari ikan yang terinfeksi ke ikan
lain. Pengobatan dapat dilakukan menggunakan Methylene blue dan Chloramine
T, namun Malachite merupakan pengobatan yang paling efektif. Pengobatan
diaplikasikan ke bagian yang terinfeksi menggunakan catton bud dan bagian tersebut ditutup
menggunakan waterproof krim. Malchite juga dapat digunakan untuk dicampurkan
ke dalam air kolam. Garam sangat berguna dalam melawan cendawan, karena
cendawan Dictyuchus tidak mampu bertahan pada kondisi air dengan salinitias
yang tinggi . Menurut Eli et al. (2011), desinfektant yang dapat
digunakan untuk mengontrol infestasi Dictuchus adalah:
- Malachite green 5 mg/L selama 1 jam
- Sodium chloride 5% 1-2 mg/L
- Kombinasi 100 mg/L Formalin dan 2,5 mg/L malachite green selama 1 jam.
Internal Mikosis
- Infeksi Branchiomyces sp. (Gill Rot)
Branchiomyces sp. merupakan jamur yang sangat berbahaya bagi ikan,
terdiri dari 2 spesies yaitu B. sanguinis yang terdapat di saluran darah
insang dan B. demigrans yang dapat ditemukan di luar
saluran darah dan sering menyebabkan nekrosis di sekitar jaringan. Branchiomyces
sp. adalah jenis jamur yang menyebabkan "Gill Rot (busuk insang)".
Penyakit yang ditimbulkannya disebut Branchiomycosis atau busuk ikan
yang sering diikuti kematian massal.
Karakteristik Branchiomyces sp.
Branchiomyces sp. ditemukan pada ikan yang menderita stres akibat
kondisi lingkungan, seperti pH rendah (5.8 hingga 6.5), dan dalam kondisi
air dengan kandungan oksigen yang rendah. Branchiomyces sp. dapat
tumbuh pada suhu 14°-35°C, dan tumbuh optimal pada suhu 25°-32°C.
Sumber utama infeksi Branchiomyces sp. adalah
spora dari jamur Branchiomyces sp. yang
ada dalam air; serta kandungan detritus / materi organik pada kolam
atau dasar tangki. Branchiomycosis merupakan salah satu penyakit utama
pada ikan mas yang dapat juga menyerang spesies lain seperti belut.
Infeksi oleh Branchiomyces umumnya terjadi dengan cepat. Infeksi ini
dapat tiba-tiba muncul pada suatu kondisi dimana terjadi algal blooms, overcrowding,
temperature air tinggi, dan konsentrasi ammonia yang tinggi.
Pencegahan
Branchiomycosis dapat dilakukan melalui pengelolaan kualitas air,
selalu sesegera mungkin membuang atau memisahkan ikan yang mati/terinfeksi
dari koloni ikan yang sehat, serta mencegah akumulasi keberadaan materi
organik dalam air (Riani 2004). Dapat pula dilakukan usaha lain yakni
dengan mengurangi pakan sehingga tidak banyak pakan yang terbuang percuma
yang justru akan mengotori lingkungan air, serta memperbaiki aliran
air untuk mencegah akumulasi amonia. Faktor krusial lainnya juga perlu
dilakukan grading untuk mencegah tingkat kepadatan yang tinggi diantara
ikan sehingga dapat meminimalisir stres yang mungkin terjadi. Usaha
lain yang dapat dilakukan untuk pencegahan selain selalu menjaga kebersihan
lingkungan air dapat juga dilakukan penebaran kapur sebanyak 150 - 200
kg/ha.
Pengendalian
Pengendalian penyakit ini belum banyak diketahui. Pengobatan anti-fungi
medication; malachite green dan formalin; atau copper sulphate. Dapat
pula dilakukan perendaman dalam senyawa Acriflavine (namun bahan aktif
ini sulit dihilangkan dari air kultur) atau Forma-Green dalam tangki
karantina selama 7 hari dapat mengurangi infeksi.
- Infeksi Ichtyophonus hoferi (Ichtyosporidium)
Ichtyophonus hoferi merupakan penyakit fungal yang menyerang ikan air
tawar maupun air laut. Spesies ikan yang banyak diserang oleh jamur
ini yaitu groupers, trouts, flunders, herrings dan cods.
Jamur ini pertama kali ditemukan oleh Bruno Hofer pada ikan trout pada tahung 1983,
dan penyakit ini dikenal dengan sebutan “The Staggers”. Kasus
penyakit ini lebih sering ditemukan pada cold water marine fish populations.
Transmisi dari jamur ini melaluli jalur oral. Jamur ini bersifat pathogen
obligat dengan gejala klinis bervariasi pada tiap ikan yang diinfeksi.
Jamur Ichtyophonus hoferi termasuk dalam filum Eumycota, sub phylum Mastigomycotina, ordo: Enthomopthorales
dan Genus Ichtyophonus.
Pada infeksi oleh jenis jamur ini melalui pengamatan bagian luar ikan
biasanya tidak teramati adanya lesio. Gejala klinis yang paling jelas
teramati adalah cara berenang yang aneh dari ikan yang telah terinfeksi.
Ikan tersebut tidah dapat mempertahankan posisi tegak tubuhnya ketika
berenang (lean position), seakan-akan ikan tersebut
akan tenggelam selain itu ikan juga terlihat anemic. Perut dari ikan
yang terinfeksi juga terlihat bengkak. Setelah dilakukan nekropsi ditemukan
kebengkakan pada organ ginjal, limpa dan hati serta dapat pula terdapat
nodul berwarna putih dengan diameter mencapai 2mm. nodul putih tersebut
juga dapat ditemukan pada otot.
Diagnosa
Untuk melakukan
diagnosa dari penyakit akibat jamur ini dapat dilakukan tanpa lalat
bantu , yaitu dengan adanya nodul putih pada organ interna dan juga
otot. Pada pengamatan menggunakan mikroskop, sampel yang digunakan adalah
hati, limpa dan ginjal. Organ tersebut diamati mengggunakan perbesaran
50-100kali. Lesion yang teramati yaitu nodul (cyst) dengan ukuran 0.04
– 2mm. bentuk dari nodul tersebut adalah bulat sampai elips, terlihat
berwarna coklat dengan partikel berwarna hitam di dalamnya. Nodul tersebut
dibungkus oleh jaringan berwarna putih pucat sehingga teramati sebagai
nodul putih.
Patogenesa
Ikan terinfeksi jamur ini karena menelan plasmodia infective I. hoferi bersama makanannya. Kemudian dalam sistem pencernaan
ikan, asam lambung akan mempengaruhi stadium perkembangan jamur dari
plasmodia menjadi amoeboid embrio yang sebagian besar akan dieliminasi
oleh tubuh ikan. Beberapa amoeboid embrio yang tidak berhasil dieliminasi
dapat melakukan penetrasi ke dinding usus dan akan menembus pembulug
darah yang terdapat pada usus, lalu akan beredar melalui pembuluh darah
mengikuti aliran darah (sistemik) menuju organ lainnya. Parasit ini
tumbuh dalam organ yang terinfeksi dengan cara pembelahan inti sel kemudian
melakukan enkapsulasi untuk persiapan melanjutkan fase perkembangan
selanjutnya (resting phase). Bentuk nodul dari lesion
yang diakibatkan oleh parasit ini sering dikelirukan dengan kejadian
tuberculosis. Selanjutnya plasmodia multinuclear hatch dari cyst
dan membelah diri menjadi sel-sel dengan inti tunggal. Kemudian sel
tersebut akan menginfiltrasi organ. Ikan akan mati ketika organ yang
telah terinfeksi tidak dapat berfungsi lagi. Setelah ikan yang menjadi
host dari parasit ini mati, hifa berkembang dan keluar dari cyst kemudian
menjadi infective plasmodia pada tubuh ikan. Transmisi penyakit terjadi
ketika ikan lain, memakan bangkai dari ikan yang telah terinfeksi .
Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan untuk jenis jamur ini belum diketahui sampai sekarang.
Pencegahan adalah jalan yang terbaik, yaitu dengan cara menjaga kebersihan
pada ikan yang dipelihara pada aquarium dan ikan yang mati secepatnya
dibuang dan dimusnahkan agar tidak menjadi sumber penularan infeksi.
- Aphanomyce invadans (Epizootic Ulcerative Sindrom)
Epizzotic ulcerative sindrom (EUS) merupakan infeksi oomycete dari
spesies Aphanomyces invadans. Secara histologi, penyakit ini ditandai
dengan adanyapenetrasi hifa ke dalam jaringan disertai peradangan
granulomatous. EUS dapat menyerang ikan air tawar maupun ikan muara
yang dipeihara maupun liar.
Etiologi
Genus Aphanomyces merupakan organisme yang tergolong ke dalam cendawan
yang hidup di dalam air. Aphanomyces invadans merupakan cendawan
yang dapat menginfeksi banyak spesies ikan dan menimbulkan kondisi epizootic
ulcerative sindrom atau red spot disease (kiryu et al. 2003).
Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Chromista
Filum : Oomycota
Kelas : Oomycetes
Sub kelas : Incertae sedis
Ordo : Saprolegniales
Famili : Leptolegniaceae
Genus : Aphanomyces
Spesies : Aphanomyces invadans
Aphanomyces invadans merupakan cendawan yang sangat patogen. Cendawan ini dapat menginfeksi
berbagai jenis ikan air tawar di seluruh dunia, namun jenis ikan yang
dikatahui paling rentan terhadap cendawan ini adalah ikan jenis Brevoortia tyrannus. Beberapa jenis ikan, diantaranya Cyprinus caplo, oreochromis niloticus, dan Chanos chanos resisten terhadap serangan
cendawan ini. Infeksi oleh 10 zoospora (stadium infective dari A. Invadans) cukup untuk membunuh seekor ikan, bahkan satu
zoospora saja mampu menimbulkan lesia ulceratif yang dapat berujung
pada kematian. Lesio ulceratif yang terbentuk akan mengakibatkan nekrosis
jaringan. Cendawan ini berkembang dengan sangat cepat, setiap
10 hari cendawan ini mampu berlipat ganda. Cendawan ini juga sangat
invasif, hifa cendawan ini mampu menembus ke dalam berbagai macam jaringan
termasuk hati, ginjal, dan korda spinalis (Kiryu et al. 2003).
Aphanomyces invadans memiliki struktur mycelium tanpa septa. Oomycete ini memiliki dua
bentuk zoospore. Zoospore primer mengandung sel yang berkembang didalam
sporangium. Zoospora primer akan dilepaskan ke ujung dari sporangium
dan berkembang menjadi zoopora sekunder berupa sel berflagelata dan
dapat berenang bebas di dalam air. Zoospora sekunder ini dapat tetap
motil pada kondisi lingkungan yang mendukung. Zoospore yang motil tersebut
akan menempel pada kulit ikan dan akan terjadi germinasi pada kondisi
yang mendukung. Hifa akan menginvasi ke jaringan kulit, jaringan otot,
dan mencapai organ internal. Aphanomyces invadans tumbuh secara optimal
pada suhu 20-30oC. Cendawan ini tidak mampu bertahan
hidup pada kondisi salinitas air 2ppt (part per thousand). Cendawan ini juga rentan
terhadap bahan desinfektan kimia umum (Johnson et al. 2004).
Gejala klinis yang muncul pada infeksi cendawan ini adalah adanya
kemerahan (red spot disease) pada kulit ikan yang menandakan adanya reaksi
peradangan akibat invasi dari hifa. Pada kondisi lanjut, pada bagian
yang terinfeksi akan terbentuk ulcer hingga jaringan nekrotik yang disertai
dengan bentukan peradangan granulomatos. Ikan yang terinfeksi
akan kehilangan nafsu makan, dan terlihat menjadi lebih kusam. Ikan
yang terinfeksi akan terlihat lemas dan terapung di permukaan air (Johnson et al. 2004).
Diagnosa
Diagnosa yang dapat dilakukan untuk memastikan infeksi dari A. Invadans pada ikan yang menunjukkan
gejala klinis antara lain dengan pemeriksaan histopathologi, isolasi
oomycete, atau menggunakan polymerase chain reaction amplifikasi. Diagnosa
diawali dengan melihat gejala klinis berupa spot-spot merah maupun lesio
ulceratif pada tubuh ikan. Kemudian jaringan yang mengalami ulcer diambil
menggunakan scalpel hingga jaringan otot ikut terambil. Jaringan yang
diambil diiris setipis mungkin dan ditempelkan pada objek glass dan
ditutup dengan cover glass. Pemeriksaan menggunakan mikroskop dilakukan
untuk mengamati adanya struktur hifa dai A.invadans. Untuk memudahkan pemeriksaan
secara mikroskopik dapat dibantu dengan pewarnaan haematoxylin eosin
(HE). Dengan menggunakan pewarnaan tersebut dapat memudahkan dalam melihat
radang granuloma yang terbentuk serta hifa yang invasif (Willoughby
& Roberts 1994).
Untuk isolasi agen dapat dilakukan dengan membiakkan sampel yang mengandung
cendawan dalam glucose/peptone (GP) agar yang mengandung penicillin
G dan streptomycin. Isolat diinkubasi pada suhu 25oC dan
diamati setiap hari. Sampel berasal dari bagian yang mengalami
ulcer (Willoughby & Roberts 1994).
Pengendalian dan Pencegahan
Tidak ada pengobatan yang efektif untuk ikan yang terinfeksi A. Invadans, sehingga pencegahan sebaiknya dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan infeksi cendawan ini. Pada kolam yang diduga
terinfeksi cendawan ini maka sebaiknya aliran air dihentikan dan diberikan
garam dengan konsentrasi 2ppt untuk menginaktivasi zoospore yang ada
di dalam air kolam tersebut (Kiryu et al. 2003).
KESIMPULAN
Mikosis pada ikan dapat dikategorikan menjadi dua yaiti eksternal
mikosis dan internal mikosis. Beberapa Jamur yang dapat mengakibatkan
terjadinya eksternal mikosis berasal dari genus Saprolegnia, Achlya, dan Dichtyuchus. Internal
mikosis dapat disebabkan oleh jamur Branchiomyces sp., Ichtyophonus hoferi dan Aphanomyces sp.
DAFTAR PUSTAKA
Espeland,S, Hansen PE. (2004). Prevention of Saprolegnia on rainbow trout eggs. Faroe Islands Univ.
Hashemi KSM, Sadeghpour HM, Gholampour AI. 2012. Isolation of saprolegnia and the influence of root ethanolic extract of Ruta graveolens on Saprolegnia. Spp growth. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol 2(1). Hal: 64-68
Hirschhorn HH. 1989. Hand Book of Fish Disease. TFH Publications:USA
Hussein MMA, Hassan WH dan Mahmoud MA. 2013. Pathogenicity of Achlya proliferoides and Saprolegnia diclina (Saprolegniaceae) Associated with Saprolegniosis Outbreaks in Cultured Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). [Journal] World Journal of Fish and Marine Sciences 5 (2): 188-193 [8 Juni 2013]
Johnson RA, Zabrecky J, Kryu J, Shields JD. 2004. Infection experiments with Aphanomyces invadans in four species of estuarine fish. Journal of Fish Diseases Vol 27. Hal: 287-295
Kiryu Y, Shields JD, Vogelbein WK, Kator H, Blazer VS .2003. Infectivity and pathogenicity of the oomycete Aphanomyces invadans in Atlantic menhaden Brevoortia tryannus. Diseases of Aquatic Organisms, Vol 54. Hal: 135-146
Lawrence E. 2000. Hendersons Dictionary of Biological terms 12th ed. England : Prentice Hall.
Noga EJ. 1996. Fish Disease: Diagnosis and Treatment 1st ed. Iowa State Press: A Blackwell Publishing Company. Iowa:USA
Riani E. 2004. Manajemen Kualitas Air. Dalam: Pelatihan Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus 2004. Bogor
Supriyadi H. 2004. Penyakit Infeksi dan Non Infeksi. Dalam: Pelatihan Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus 2004. Jakarta
Underwater Environments specializing in koi & Aquatic Plants. 2013. Branchiomyces (Gill Rot). [terhubung berkala]. http://www.uekoi.com/Fungal-
Yuasa K, Panigoro N, Bahnan EB, Kholidin. 2003. Panduan Diagnosa Penyakit Ikan. Tehnik Diagnosa Penyakit Ikan Budidaya air Tawar di Indonesia. Balai Budidaya Air Tawar Jambi dan Japan International Cooperation Agency. Jambi.
Willoughby LG, Roberts RJ. 1994. Improved methodology for isolation of the Aphanomyces fungal pathogen of epizootic ulcerative syndrome (EUS) in Asian fish. Journal of Fish Disease, Vol 17. Hal: 541-543
Tidak ada komentar:
Posting Komentar