Senin, 17 Juni 2013

DISPLASIA ABOMASUM



Pendahuluan
A.    Definisi
Displasia Abomasum (DA) adalah suatu perpindahan abomasum dari lokasi sebenarnya. Abomasum dapat terdorong ke arah kiri (Left Displacement Abomasum), ke kanan (Right Displacement Abomasum), terdorong ke depan (Forward Displacement Abomasum) dan perputaran abomasum yang dikenal dengan Torsio Abomasum (Subronto 1995). 

B.     Patogenesa
Kejadian Displasia Abomasum (DA)  biasanya diawali dengan adanya atoni abomasum dan timbunan gas sehingga abomasum mudah sekali bergeser. Pergeseran letak abomasum bisa ke bagian perut sebelah kiri bisa juga bergeser ke sebelah kanan dan/atau disertai dengan perputaran. Pergeseran abomasum pada sebagian besar kejadian mengarah ke kiri (80%), dimana sebagian abomasum bergeser dan terletak di sebelah lateral kiri rumen, di belakang omasum, dengan kurvatura mayor abomasum yang terjepit diantara rumen dan dinding perut sebelah ventral. Pada pergeseran abomasum ke arah kanan, lambung tersebut terletak diantara hati dan dinding perut sebelah kanan (Subronto 1995).

C.     Predisposisi
Displasia Abomasum merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada sapi perah terutama di masa awal laktasi atau beberapa minggu post partus. Gejala umum yang terlihat biasa terjadi pada saat hewan berada dalam masa akhir kebuntingan atau setelah melahirkan (2 minggu pre partus sampai dengan 8 minggu post partus). Kejadian Displasia Abomasum banyak terjadi pada sapi yang dipelihara di kandang dalam jangka waktu yang panjang dan diet yang tidak seimbang seperti pemberian konsentrat dan biji-bijian yang berlebihan dibandingkan dengan rumput (fiber), sehingga mengakibatkan tingginya rasio antara rumput dan konsentrat yang memungkinkan tingginya Displasia Abomasum. Kasus Displasia Abomasum ini biasa terjadi pada musim kemarau, hal ini dikarenakan keterbatasan hijauan sehingga para peternak lebih banyak memberikan konsentrat dibanding. Pemberian konsentrat yang berlebihan pada peternak biasanya juga digunakan untuk meningkatkan produksi susu sapi.  Kasus Displasia Abomasum biasanya juga disertai atau disebabkan oleh beberapa penyakit seperti Hypocalcemia, Ketosis, Mastitis, dan Metritis.
 Gejala Klinis Displasia Abomasum
Gejala awal kejadian Displasia Abomasum ini ditandai dengan menurunnya nafsu makan secara mendadak serta adanya distensi perut.  Gejala klinis lainnya berupa bentukan abdomen kembung asimetris antara kiri dan kanan bagian samping bawah bila dilakukan inspeksi dari belakang, feses berwarna hitam, encer dan berbau busuk. Pada palpasi dari fossa paralumbar kiri, yang kadang-kadang meluas sampai ke atas, Abomasum bagian atas yang mengalami pergeseran akan terisi dengan gas, sehingga rumen tidak teraba tetapi akan terasa abomasum yang membesar. Gas di dalam abomasum menghasilkan bunyi ping (ketukan uang logam kegelas)  pada saat proses perkusi dan auskultasi (tangan dan stetoskop) dilakukan, bunyi ini sangat khas pada kasus Displasia Abomasum. Bunyi ping pada Displasia Abomasum ini diakibatkan karena resonansi yang menyebabkan tadinya abomasum di bawah karena terpelintir menyebabkan abomasum menempel di diafragma, dan paru-paru yang ada di rongga thoraks akan terus menuju diafragma akibat abomasum yang terpelintir sehingga saat diketuk di thoraks suara akan dipantulkan yang menyebabkan bunyi ping.
Biasanya anamnese sapi tidak mau makan ± 3 hari, abdomen terlihat membesar dan feses berwarna hitam, encer dan berbau busuk. Saat dilakukan auskultasi dan perkusi pada daerah yang mengalami displasia terdengar bunyi seperti logam dipukul (ping-ping) yang merupakan gejala klinis yang khas pada kasus ini. Pemeriksaan kondisi fisik secara umum, dapat terlihat bagian abdomen yang asimetris antara kiri dan kanan jika dilihat dari belakang (bagian kiri terlihat lebih besar).
Ada beberapa kondisi variasi pada Displasia Abomasum, hal ini ditentukan dari arah abomasum berpindah. Perpindahan abomasum bisa terjadi kebagian abdomen sebelah kiri, dapat juga berpindah ke sebelah kanan dan/atau disertai dengan perputaran. Letak abomasum secara normal adalah di bagian ventral rongga perut sebelah kanan, diantara Os Lumbal I sampai dengan Os Lumbal III. 

Faktor Resiko Terjadinya Displasia Abomasum
1.      Faktor manajemen dan pakan: kejadian Displasia Abomasum paling sering dilaporkan pada sapi perah yang dikandangkan terlalu lama dengan makanan penguat (konsentrat) biji-bijian dalam jumlah berlebihan. Perbandingan antara konsentrat dengan rumput berhubungan dengan kejadian Displasia Abomasum, semakin tinggi pemberian konsentat maka makin tinggi pula kemungkinan terjadinya Displasia Abomasum. Pengalaman dilapangan memang terbukti dari kasus displasia yang ditemui rata-rata terjadi pada sapi-sapi yang di beri konsentrat berlebih dengan pemberian rumput yang minimal karena peternak ingin mendapatkan hasil susu yang maksimal. Kejadian DA ditemukan juga pada pedet yang mulai di beri konsentrat. Pedet tersebut diberikan konsentrat yang berlebih dan pernah terjadi juga pada kandang kelompok sehingga sebagian pedet lebih dominan dan memakan konsentrat lebih banyak.
2.      Kelainan pada masa Periparturien (sekitar kelahiran): Beberapa kelainan atau gangguan pada masa periparturien yang beresiko menyebabkan DA meliputi distokia, kelahiran kembar, metritis, ketosis atau milk fever. Gangguan tersebut kebanyakan menyebabkan kekurangan kadar Ca darah atau akibat adanya endotoksin sehingga mengakibatkan terjadinga atoni abomasum & akumulasi gas yang mengakibatkan terjadinya DA.
3.      Jenis dan umur: Jenis sapi FH (Frisian Holstein) cenderung lebih mudah mengalami Displasia Abomasum. Kejadian Displasia Abomasum lebih sering terjadi pada sapi dewasa yang habis lahir dan pada pedet yang mulai disapih.
4.      Penyebab lain dapat juga disebabkan karena hipokalsemia, penyakit-penyakit lain yang bersamaan seperti ketosis dan metritis (Ogilvie 1998).
5.      Sapi-sapi yang memiliki ukuran tubuh lebih besar memiliki resiko kejadian lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena pada sapi-sapi yang berukuran besar ternyata organ-organ dalam tubuhnya mudah bergeser.

Penanganan Displasia Abomasum
            Penanganan Kasus Displasia Abomasum (DA) dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan terapi tanpa operasi dan terapi dengan operasi. Pada kasus ringan dengan tingkat DA baru berkisar 20-30% maka dapat dilakukan penggulingan Hewan (Rolling Technique). Selain itu metode lain yang dapat dilakukan untuk mengobati DA ialah dengan pemberian ion kalsium (Ca).
            Terapi yang dapat diberikan di lapangan yaitu terapi non bedah dengan garam inggris. Terapi ini berfungsi sebagai obat pencahar yang ditujukan agar isi rumen yang ada di dalam dapat dikeluarkan. Setelah ditunggu ± 30 menit- 1 jam terlihat hasil bahwa sapi mengeluarkan feses berwarna hitam, encer dan berbau busuk. Bau busuk ini dapat disebabkan karena akumulasi bakteri dalam saluran pencernaan. Terapi selanjutnya yaitu dengan pemberian multivitamin Vitol-140® 10 cc IM (Vit A (retino propionate) 80.000 IU;Vit D3 (cholecalciferol) 40.000 IU;Vit E (alpha tocopherol acetate) 20 mg), Vit B kompleks 10 cc IM (Tiap 100 ml mengandung Vit B1 250 mg; Vit B2 125 mg; Vit B6 125 mg; Nicotinamide 250 mg; Ca-D Panthotenat 250 mg) untuk menambah nafsu makan dan memperbaiki kondisi tubuh. Injeksi sulpidon 10 cc IM (Dipyrone 250 mg, Lidocaine 2%) sebagai analgesik (penahan rasa sakit), antipiretik (anti demam) untuk menurunkan suhu tubuh kembali normal dan sebagai antispasmodik. Kemudian injeksi Intertrim LA 20 cc IM (Sulfadoxine 200 mg, Trimethoprim 40 mg) untuk menghilangkan infeksi pada saluran pencernaan.
            Menurut Subronto (1995) terapi terbaik dari kasus LDA adalah melalui tindak operasi. Operasi yang terbaik adalah metoda operasi berdiri, dimana setelah dilakukan reposisi pada abdomen yang tergeser alalu dinding ventral abomasum ditautkan pada dinding omentum sebelah ventral (Omentopeksi). Sedangkan menurut Anonimous (2006b) tindakan operasi yang dianjurkan yaitu dengan melakukan operasi laparotomi paramedianus sebelah kanan, kemudian dicari daerah fundus dan ditusuk dengan jarum. Penusukan diambil dari daerah samping subkutan dahulu agar lubang yang terbentuk dapat ditutupi oleh lapisan subkutan. Jahitan subkutan dilakukan di sekeliling lubang dan ditautkan pada dinding abdomen bagian kanan. Setelah dilakukan reposisi sesuai posisi awal abomasum, dinding abomasum ditautkan dengan dinding abdomen sebelah kanan untuk fiksasi. Kemudian baru dilakukan penjahitan untuk menutupi bekas penyayatan dinding abdomen. Di lapangan tidak dilakukan tindakan opeasi dikarenakan keterbatasan alat dan biaya.
            Selain itu pertolongan sederhana juga bisa diberikan pada penderita LDA, yaitu dengan cara mengguling-gulingkan badan sapi yang sudah ditelentangkan ke kanan dan ke kiri beberapa kali. Pada beberapa kasus, penderita LDA terkadang dapat mengalami sembuh dengan sendirinya (exercise).
            Pada kasus yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi maka biasa dilakukan tindakan operasi. Ada beberapa metode operasi yang dapat dilakukan dalam mengobati DA antara lain Right paramedian abomasopexy, right flank omentopexy, dan left flank abomasopexy. Tehnik-tehnik operasi tersebut dilakukan untuk fiksasi abomasum ke dinding bagian dalam abdomen. Untuk operasi LDA biasanya dilakukan dengan berdiri, sedangkan operasi RDA dengan berbaring.

Terapi-terapi lain yang dapat diberikan antara lain:
a. Rolling Technique
Kelebihan : Murah, tanpa operasi
Kelemahan : Tingkat keberhasilan rendah. Kemungkinan untuk kambuh lagi besar
Point penting: Berbahaya  apalagi untuk hewan bunting

b. Toggle Fixation
Kelebihan: Cepat dan murah, luka minimal, tanpa pembedahan dinding abdomen
Kelemahan: Berbahaya jika salah tusuk
Point penting : Sangat berbahaya untuk kasus RDA apalagi disertai volvulus.

c. Right flank omentopexy
Kelebihan: Hewan masih dalam keadaan berdiri. Dapat dipakai untuk kasus LDA, RDA maupun volvulus. Manipulasi terhadap abomasum minimal. Mudah untuk mengidentifikasi  jika terjadi volvulus.
Kelemahan: Sulit untuk melakukan reposisi abomasum dan fiksasi terutama pada kasus LDA. Abomasum sulit untuk di lihat. Resiko terjadinya kontaminasi saat melakukan pengeluaran gas. Kemungkinan untuk kambuh kembali jika lokasi fiksasi terlalu caudal atau terlalu dorsal dari pylorus.

Teknik Operasi Right Flank Omentopexy pada kasus LDA
Point Penting: Handle omentum dengan hati-hati. Tempat fiksasi sebaiknya 5-7 cm caudal dan dorsal dari pylorus.

d. Left Flank Abomasopexy

Kelebihan: Hewan masih dalam keadaan berdiri. Digunakan untuk kasus LDA. Merupakan cara terbaik untuk penanganan kasus LDA pada masa kebuntingan tua (8-9 bln). Inspeksi abomasum dan palpasi reticulum lebih mudah dibandingkan dengan teknik Right flank omentopexy.
Kelemahan: Abomasums harus berada dalam posisi yang lebih atas. Operator harus dibantu atau dipandu dalam melakukan penusukan jarum ke dinding  ventral abdomen. Membutuhkan lengan yang panjang. Chronic fistula dapat terjadi jika abomasum sobek dari jahitan. Resiko tertusuk atau sobeknya vena mammaria.
Point penting: Teknik yang sangat dianjurkan untuk kebuntingan tua. Jika belum terbiasa tandai terlebih dahulu bagian dari tempat keluarnya jarum. Sebelum melakukan fiksasi ke ventral abdomen pastikan tidak  ada usus yang ikut terikat.

e. Paramedian Abomasopexy
Kelebihan: Perlekatan antara abomasums dan dinding abdomen sangat kuat. Fiksasi  abomasum pada posisi normal. Inspeksi abomasums sangat jelas.
Kelemahan: Restrain hewan sangat sulit jika tidak tersedia peralatan yang memadai. Kontra indikasi untuk hewan yang mengalami pneumonia atau dalam keadaan shock.  Resiko terjadinya infeksi luka bekas incisi.
Point penting: jahitan jangan sampai melewati mukosa dari abomasums. Benang monofilament harus digunakan untuk menutup dinding abdomen.

Perawatan Pasca Operasi Kasus Dysplasia, Dilatasi dan Volvulus Abomasum
Berikut ini beberapa perawatan yang dapat dilakukan setelah dilakukan tindakan atau operasi pada kejadian yang berada di abomasums (dysplasia, dilatasi dan volvulus) (anonim 2010),
1. Guna meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki kondisi tubuh maka diberikan:
      - Multivitamin vitol-140® 10cc IM
      - Vitamin B-kompleks 10cc IM
2. Pemberian analgesik (mengurangi nyeri) injeksi sulpidon 10cc IM
3. Pemberian antipiretik guna menurunkan demam dan sebagai antispasmodik
4. Injeksi intertrim LA 20cc IM untuk menghilangkan infeksi pada saluran pencernaan

Pencegahan Kejadian Dysplasia, Dilatasi dan Volvulus Abomasum
            Berikut ini beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan (Subronto 1995),
1. Pemberian konsentrat harus dikurangi 2-4 minggu setelah melahirkan
2. Pemberian hijauan ditambah jumlahnya
3. Frekuensi pemberian hijauan sesering mungkin dan juga jangan sampai kegemukan saat partus
4. Usahakan ternak dapat secara aktif berjalan-jalan di tempat yang lapang (kandang,padang penggembalaan) maupun paddock

Daftar Pustaka
[Coretan si Budax]. 2009. Displasia Abomasum pada Sapi perah. [terhubung berkala]. http://budaxperah.wordpress.com/2009/04/02/ displasia-abomasum/. Diakses 17 April 2012.
Adrian Steiner. 2006. Surgical Treatment of the Left Displacement of the abomasum  An Update. Clinic für Ruminants Vetsuisse, Faculty of Bern, Switzerland.  in Word Buiatric Congress, Nice France.
Anonim. 2010. Kasus dysplasia abomasum pada sapi perah [kunjungan berkala]. http://duniaveteriner.com/2010/kasus-displasia-abomasum-pada-sapi-perah/print [18 April 2012].
David Weaver, Adrian Steiner and Guy St Jean. 2005. Bovine surgery and lameness. Blackwell Publishing Ltd, Oxford.
Desrochers, A and Harvey, D. 2002. Surgeries of The Abomasum. Faculté de Médecine Vétérinaire.Université de Montréal.
Ogilvie TH. 1998. Large Animal Internal Medicine First edition. USA: Williams & Willkins.
O. Podpecan, S. Hrusovar-podpecan. 2001.Treatment of Left Abomasal Displacement in Dairy Cattle by Rolling and Percutaneous Paramedian Abomasopexy using  Toggle Pin Fixators of Cornel Wood. Slov.Vet.Res 2001:38 (4):327-32
Subronto, Tjahajati I. 1989. Ilmu Penyakit Ternak. Edisi pertama. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
______. 1995. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
______. 2003. Ilmu  Penyakit Ternak  1 (Mamalia). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

2 komentar: