“ Profil Mikroklimat Terhadap Perbedaan Struktur
Kandang pada Jenis Ternak Domba dan Kambing ”
Disusun
Oleh :
Kelompok
3 Pagi
Nurfitrah
Andriani B04070001
Andrew
Baptista Manik B04070034
Nurulaini
Fitria Kaliwon B04078003
Desi
Jayanti Sinaga B04080024
Adhi
Mediesyah Ahmad B04080030
Isna
Lailatur B04080041
Monika
D. Andriani B04080059
Joni
Putra B04080078
Irene
Alfares B04080081
FAKULTAS
KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam suatu
usaha peternakan ada tiga faktor utama yang sangat penting yang dikenal dengan
“Segitiga Emas” (Breeding, Feeding dan Management).
Ketiga faktor ini satu sama lain harus selalu berhubungan dan saling menunjang,
disamping faktor lainnya yang saling mendukung dari ketiga faktor tersebut
yaitu kesehatan dan pencegahan penyakit serta pemasaran yang tidak boleh
diabaikan dengan begitu saja. Salah satu manajemen yang perlu
diperhatikan yaitu manajemen perkandangan. Kandang yang baik dapat membantu dan
mempermudah para tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga lebih
efektif dan efisien, membantu dalam meningkatkan laju pertumbuhan serta kesehatan
ternak.
Ternak
kambing sudah lama diusahakan masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan
karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu, kotoran
maupun kulitnya) relatif mudah. Usaha ternak DOKA (Domba-Kambing) akan berhasil jika tersedia
bangunan kandang yang baik. Kandang yang baik akan sangat berpengaruh besar
terhadap peningkatan konversi makanan, laju pertumbuhan, dan kesehatan. Sebelum
membangun kandang untuk ternak, sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut ini
yakni fungsi
kandang, letak kandang, konstruksi kandang, peralatan, dan ukuran kandang (Agromed 2009).
Lingkungan merupakan kompleks dari
faktor yang saling berinteraksi satu sama lainnya, yakni antara biotik maupun
abiotik. Menurut para pakar ekologi terdapat pembagian beberapa komponen
lingkungan yakni : faktor iklim (cahaya,
suhu, ketersediaan air dan angin), faktor tanah (nutrisi tanah dan kadar
air tanah), faktor topografi (sudut kemiringan dan tinggi dari permukaan
laut), faktor biotik (interaksi dari organisme hidup : kompetisi atau
perkawinan).
Dalam
membangun suatu peternakan perlu dilakukan pengukuran dan pencatatan tentang
iklim/cuaca antara lain: curah hujan, evaporasi, intensitas penyinaran matahari,
kelembaban dan suhu udara, dan angin (arah dan kecepatan angin).
Tujuan
Tujuan dari praktek
lapang ini adalah untuk mengamati makroklimat dalam pengaruhnya terhadap ternak
ruminansia domba dan kambing dengan memperhatikan struktur kandang kedua jenis
ternak tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Pada habitat
aslinya ruminansia kambing dan domba hidup di alam secara bebas. Aktivitas
makan, minum, dan beristirahat dilakukan tanpa kontrol. Karena itu, penempatan
ternak domba dan kambing (DOKA) di dalam kandang perlu perhatian sehubungan
dengan kesejahteraan hewan. Kandang berfungsi sebagai tempat hidup ternak,
pelindung ternak dari iklim, dan keamanan.
Pembuatan
kandang disesuaikan dengan iklim di Indonesia. Bahan yang umum digunakan yaitu
bambu dan kayu dengan beratapkan genteng, karena bahan-bahan tersebut mudah
didapat disekitar lokasi, harganya murah dan memiliki daya tahan yang cukup
lama.
Bangunan kandang
sebaiknya didirikan ditempat yang terbuka, diatas tanah yang rata dengan
sirkulasi udara yang baik, tanah sekitarnya mudah meresap air atau pada saat
musim hujan tanah cepat kering dan air akan dengan mudah mengalir dengan cepat
atau tidak tersumbat, tidak dekat dengan pepohonan besar dan jarak antar
kandang minimal 7 meter dengan tujuan agar kandang (ruangan kandang) dengan
mudah mendapatkan cahaya matahari pagi secara merata dan bisa mendapatkan udara
segar (Rasyid 2007).
Kandang
sebaiknya harus dekat dengan peternak atau rumah jaga karena ternak setiap saat
perlu diawasi baik dari segi kesehatan, tatalaksana dan keamanan. Seperti
domba yang dapat melahirkan pada setiap waktu (pagi, siang dan malam),
sehingga pada malam haripun peternak harus membantu kelahiran domba apabila
domba sulit dalam melahirkan, karena tidak selamanya domba tersebut dapat melahirkan dengan normal. Hal ini menyebabkan kandang harus dibangun
tidak terlalu jauh dari rumah peternak.
Kandang dibuat
atau dibangun menghadap ke barat-timur atau membujur utara-selatan. Tujuannya
adalah agar sinar matahari pagi bisa masuk ke dalam ruangan kandang (lantai kandang). Sinar matahari ini sangat penting fungsinya
sebagai desinfektan dan pembasmi bibit penyakit dan kuman, dapat mempercepat
proses pengeringan kandang terutama pada lantai kandang yang basah atau lembab
akibat urine
maupun sisa air untuk memandikan domba dengan demikian diharapkan ruangan kandang
menjadi sehat serta dapat membantu proses pembentukan vitamin D.
Kondisi udara yang berpengaruh langsung terhadap
hewan disebut mikroklimat. Kondisi mikroklimat
(kelembaban, temperatur, tekanan udara, dan lain-lain) disuatu
kawasan/ekosistem kandang akan mempengaruhi sistem fisiologis pada tubuh ternak
terutama sistem kardiovaskuler, respirasi, dan cairan tubuh (Lockwood 1974). McDowell
dkk, (1972) mengatakan bahwa pada sapi, kerbau, kambing dan domba peningkatan
frekuensi respirasi merupakan salah satu mekanisme pengaturan suhu tubuh.
Kecepatan respirasi meningkat sebanding dengan meningkatnya suhu lingkungan. Menurut
French (1980) dan Copland (1983) meningkatnya frekuensi respirasi menunjukkan adanya
mekanisme tubuh untuk mempertahankan keseimbangan fisiologik dalam tubuh hewan.
Pada kambing frekuensi
respirasi berkisar 25-35 per menit. Frekuensi respirasi domba berkisar 10-20 per menit (Agung
2008).
Pengukuran suhu rektum atau melalui anus digunakan
untuk mendapatkan suhu tubuh yang
lebih akurat karena tidak terpengaruh
suhu lingkungan sekitar. Pada kambing atau domba umumnya dilakukan pemeriksaan
denyut nadi pada arteri femoralis. Pulsus nadi kambing atau domba dalam kondisi
normal adalah 70-80 untuk
dewasa, 80-120 untuk hewan muda. Suhu tubuh normal berkisar antara 38,5-40,50
C (Tim Fisiologi 2010).
METODE PRAKTIKUM
Alat
dan Bahan
Peralatan yang
dibutuhkan adalah ember sebagai tempat minum hewan, termometer untuk mengukur
suhu lingkungan, higrometer untuk mengukur kelembaban lingkungan, dan alat
tulis. Bahan yang diperlukan dalam praktikum ternak perah adalah kambing atau
domba, pakan berupa rumput segar dan kandang.
Metode
praktikum
Pengamatan
dilakukan di dua tempat yaitu di Karyomendo dan daerah Cipetir. Beberapa ekor
ternak ruminansia sperti domba dan kambing ditempatkan pada tiga lokasi yang
berbeda yaitu kanopi, terrestrial,
dan
bangunan kandang. Pengamatan terhadap lingkungan mikro (mikroklimat) dari
ketiga lokasi tersebut dilakukan dengan memasang termometer udara dan
hygrometer dengan ketinggian diperkirakan 1 meter dari permukaan bumi. Kemudian
hasil yang didapat setiap satu jam sekali dari pengamatan temperatur udara dan
kelembapan dari ketiga lokasi tersebut dicatat. Pengamatan temperatur dan
kelembapan pada daerah kanopi, terestrial dan kandang dilakukan setiap satu jam sekali yang di
mulai dari matahari terbit sampai terbenam matahari. Sedangkan pemeriksaan physical examination (PE) yaitu
pemeriksaan terhadap frekuensi jantung, respirasi, suhu tubuh, umur, konsumsi air minum, mukosa
dan lain-lain dilakukan pada setiap ternak yaitu pada pagi hari, siang dan sore
hari. Kemudian hasil atau data yang
didapat dari hasil pemeriksaan PE dicatat.
a.
Fisiologi Ternak
Suhu
Rektal. Mengukur suhu rektal dengan memasukkan termometer
ke dalam rektal ternak selama satu menit, kemudian melihat skala yang ada pada
termometer lalu mencatatnya.
Frekuensi
Nafas. Melakukan pengukuran frekuensi nafas dengan
meletakkan tangan didepan hidung ternak dan menghitung banyaknya nafas dalam
satu menit.
Denyut
Nadi.
Mengukur denyut nadi dengan memegang dan menekan pangkal ekor ternak sampai
terasa denyut nadinya, kemudian menghitung banyaknya denyut nadi tersebut
selama satu menit.
b.Fisiologi Lingkungan
Suhu
Lingkungan. Melakukan pengamatan suhu lingkungan
baik mikro dalam kandang dan mikro luar kandang dengan cara membaca skala yang
terlihat pada termometer. Melakukan pengukuran suhu mikro dalam kandang dengan
menempatkan termometer di dalam kandang. Sedangkan melakukan pengukuran suhu
mikro luar kandang dengan menempatkan termometer di luar kandang.
Kelembaban.
Melakukan pengamatan kelembaban dengan cara dengan membaca skala yang ada pada
higrometer.
HASIL PENGAMATAN
Tabel
1.
. Pengamatan
Mikroklimat Kandang Di Karyomendo dan kandang Cipetir 17 September 2011
Waktu
|
Lokasi
|
|||
Kandang Karyamendo
|
Kandang Cipetir
|
|||
T°C
|
%rel
|
T°C
|
%rel
|
|
06.00 WIB
|
26
|
70
|
23.39
|
87
|
07.00 WIB
|
25
|
70
|
23.7
|
91
|
08.00 WIB
|
25
|
67
|
24.3
|
93
|
09.00 WIB
|
26
|
63
|
24.6
|
94
|
10.00 WIB
|
29
|
52
|
26.3
|
87
|
11.00 WIB
|
29
|
52
|
28.5
|
81
|
12.00 WIB
|
30
|
47
|
29.4
|
79
|
13.00 WIB
|
31
|
45
|
30.0
|
74
|
14.00 WIB
|
31
|
45
|
30.4
|
68
|
15.00 WIB
|
31
|
50
|
30.0
|
69
|
16.00 WIB
|
31
|
54
|
29.2
|
74
|
17.00 WIB
|
28
|
64
|
27.4
|
74
|
18.00 WIB
|
28
|
68
|
26.1
|
83
|
19.00 WIB
|
26
|
70
|
25.7
|
94
|
Tabel
2 Fisiologis Ternak Di Kandang Karyomendo Farm
dan Kandang Cipetir 17
September 2011
|
Waktu
|
Lokasi
|
|||||
Karyamendo farm
|
Kandang cipetir
|
||||||
F jantung (x/menit)
|
F nafas (x/menit)
|
T°C
|
F jantung (x/menit)
|
F nafas (x/menit)
|
T°C
|
||
Hewan 1
|
07.00 WIB
|
52
|
52
|
39
|
72
|
12
|
37.6
|
13.00 WIB
|
64
|
20
|
39
|
68
|
16
|
37.9
|
|
18.00 WIB
|
128
|
52
|
39.8
|
60
|
16
|
38.0
|
|
Hewan 2
|
07.00 WIB
|
40
|
36
|
39
|
60
|
16
|
37.6
|
13.00 WIB
|
60
|
24
|
38.3
|
72
|
24
|
38.1
|
|
18.00 WIB
|
68
|
44
|
39.8
|
64
|
20
|
37.9
|
Tabel
3.
Perbedaan
Struktur
Kandang
Cipetir
dan Karyomendo Farm
Struktur
kandang
|
Kandang
|
|
Karyomendo Farm
|
Cipetir
|
|
Tinggi
kandang
|
±4
m
|
±4 m
|
Bahan
bangunan kandang
|
Kayu
|
Kayu
|
Jenis
atap
|
Genteng
|
Asbes
|
Vegetasi
sekitar
|
Pohon
jati, pohon pisang,
sayur-sayuran
|
Pohon jati, pohon pisang, pohon durian,dan pohon jeruk
|
Ventilasi
|
Tidak terdapat jendela
(ventilasi luas)
|
Sangat baik, udara bebas keluar masuk kandang
|
Grafik I. Temperatur dan
Kelembaban Di Kandang Karyomendo
Farm 17 Sept 2011
Grafik II. Temperatur dan
Kelembaban Di Kandang Cipetir 17 September 2011
PEMBAHASAN
Berdasarkan data pada tabel 1 terlihat adanya hubungan antara temperatur udara dan kelembaban kandang
yang berbanding terbalik. Meskipun tidak menunjukkan perubahan yang signifikan,
namun secara garis besar, dapat terlihat dari tabel bahwa semakin tinggi temperatur kandang maka semakin
rendah nilai kelembabannya. Hal ini dapat terlihat di
peternakan karyomendo pada pukul 13.00 temperatur 31ºC (paling tinggi)
sedangkan kelembaban 45% (paling
rendah), dan di peternakan Cipetir hal yang sama juga terjadi pada pukul 14.00
temperatur 30.4ºC (paling tinggi) dan kelembaban 68% (paling rendah). Hal ini berdasarkan
literatur yang ada yang menyatakan bahwa kelembaban kandang yang tinggi
disebabkan karena menurunnya temperatur udara (Rosenberg 1974).
Kelembaban
dan temperatur di sekitar kandang juga sangat mempengaruhi keadaan fisiologis
dari hewan-hewan tersebut, dimana dalam hal ini suhu lingkungan akan berbanding
lurus dengan suhu hewan atau ternak, semakin tinggi suhu lingkungan maka suhu
tubuh dari ternakpun akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya. Hal ini disebabkan karena adanya reaksi
dari hewan untuk mempertahankan suhu tubuh normal sehingga semakin tinggi suhu kandang maka panas tubuh yang harus
dikeluarkan dari tubuh juga semakin tinggi. Untuk contoh dapat dilihat Grafik III untuk
kandang
Karyamendo, pada pukul 07.00
WIB, suhu kandang adalah 25°C (rendah) dan suhu tubuh domba adalah 39°C (rendah). Namun pada pukul 13.00 WIB, suhu kandang adalah 31°C (tinggi) dengan suhu tubuh domba adalah 39°C (tinggi). Sedangkan pada pukul 18.00 WIB, suhu kandang tercatat 28°C (rendah) dan suhu tubuh domba dalah 39.8°C (menurun). Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu
lingkungan yang tinggi tidak terlalu mempengaruhi suhu tubuh domba ini mungkin disebabkan karena panas tubuh masih
tersimpan walaupun suhu kandang sudah menurun. Pada
saat suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman, jalur utama kehilangan panas
hewan terjadi melalui proses evaporative
heat lose, dengan jalan melakukan
pertukaran panas melalui permukaan kulit (sweating)
atau melalui pertukaran panas di sepanjang saluran pernapasan dan sebagian melalui feses dan urin. Suhu normal dipertahankan dengan imbangan yang tepat antara panas
yang dihasilkan dan panas yang hilang. Hal ini dikendalikan oleh
pusat pengeluaran panas yaitu pada hipotalamus yang sangat peka terhadap suhu
dari dalam yang melaluinya dan bekerja sebagai termustert. Panas dihasilkan oleh aktifitas metabolik didalam otot,
tulang, dan hati. Kehilangan panas terutama disebabkan oleh aktifitas fungsi
hati sejumlah tertentu panas hilang karena penguapan air dalam paru-paru dan
organ ekskresi (Pearce 1993). Bentuk penyesuaian
fisiologinya adalah bahwa panas yang dihasilkan oleh tubuh akan meningkat
dengan menurunnya temperatur luar. Sebaliknya, temperatur sekitar (ambient temperature) yang tinggi akan menurunkan
jumlah panas yang dihasilkan oleh tubuh.
Jenis kandang dan keadaan umum dari kedua peternakan
tersebut memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan, hanya ada sedikit
perbedaan. Karyomendo Farm
memiliki kandang yang terbuat dari kayu, dengan struktur yang panggung. Luas
kandang yaitu panjang ±10 m dan lebar ± 4 m, atap kandang terbuat dari genteng.
Di sekitar kandang terdapat berbagai macam tanaman, misalnya pohon jati, pohon
pisang, tanaman singkong, tanaman jahe, dan tanaman yang sering digunakan untuk
keperluan dapur lainnya. Ventilasi kandang sangat luas karena tidak dibatasi
apapun. Sedangkan Peternakan
domba di Cipetir
memiliki kandang dengan ukuran panjang sebesar 12 meter, lebar sebesar 6 meter, dan tinggi sekitar 4
meter. Kandang tersebut memiliki bahan baku utama terbuat dari kayu dan
beratapkan asbes. Dalam kandang tersebut terdapat sekitar 20 kandang kecil yang
disekat dengan menggunakan kayu. Setiap kandang kecil memiliki ukuran panjang
sekitar 2 meter dan lebar sekitar 1 meter. Ventilasi pun sangat baik, udara
bebas keluar masuk kandang. Vegetasi di sekitar kandang sangat bervariasi,
seperti pohon jati, pepaya, pisang, jeruk dan durian.
Selain itu, terlihat pula perbedaan fisiologis ternak
di kandang Cipetir
dan kandang Karyomendo Farm yaitu suhu tubuh hewan di kandang Cipetir lebih rendah
dibandingkan suhu tubuh hewan di kandang Karyomendo Farm. Hal ini disebabkan
oleh perbedaan hewan coba yang digunakan pada masing-masing kandang sehingga
berbeda pula sistem fisiologisnya
dan kondisi fisik hewan.
SIMPULAN
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa temperatur di Karyomendo Farm terlihat lebih tinggi dibandingkan temperatur kandang
Cipetir. Hal ini disebabkan
oleh perbedaan kondisi geografis maupun topografi antara kedua kandang tersebut. Temperatur
kandang berbanding terbalik dengan kelembabannya..
DAFTAR PUSTAKA
Agromed. 2009. Petunjuk Praktis
Menggemukkan Domba, Kambing, dan Sapi Potong. Jakarta Selatan: PT Agromedia
Pustaka
Agung R. 2008. Panduan Pemeriksaan Fisik Umum Bagi Petugas Kesehatan
Bag.III.
http://agungrakhmawan.wordpress.com
http://agungrakhmawan.wordpress.com
Lockwood John G. 1974. World Climatology. London:
university of leeds
Rasyid,
Ainur; Hartati. 2007. Petunjuk Teknis
Perkandangan Sapi Potong. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan: Pasuruan.
Rosenberg Norman J. 1974. Microclimate: The Biological Enveroment.
Canada: University of Nebraska
Tim Fisiologi Veteriner. 2010. Buku Penuntun Praktikum Fiosiologi Veteriner. Program
Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar